Bagian 6

1.2K 62 0
                                    

Deeva masih setia tiduran di kasurnya setelah pening di kepalanya mereda. Ia tahu, ini bukan saatnya ia harus galau setelah ungkapan perasaan dari Wisnu. Jadi, untuk menenangkan pikirannya, Deeva menghubungi Mela untuk menumpahkan segala yang menjadi beban pikirannya.

Setelah Deeva menceritakan segala yang ia alami bersama Wisnu tadi, termasuk ungkapan perasaan Wisnu, Mela dibuat melongo tak percaya. Meski Deeva tak tahu betul bagaimana reaksi Mela diujung sana. Tapi ia yakin sahabatnya itu sama terkejutnya seperti dirinya saat pertama kali mendengar ungkapan dari Wisnu.

"Gue bener-bener masih nggak percaya, Deev. Lo yakin yang bilang kek gitu Kak Wisnu? Bos lo yang kaku itu?" tanya ela diseberangg sana.

Deeva yang masih menggamit handphonenya di kepala sembari tiduran, mengangguk merespon. Begitu menyadari Mela tak bisa melihatnya kemudian ia menjawab, "Lo aja nggak yakin, apa lagi gue?" jedanya kemudian ia mulai menerawang pada semua sikap Wisnu padanya, "Oh pantesan kemaren-kemaren Kak Wisnu sempet ngajakin gue ketemuan sama orang tuanya, masa!"

Terdengar suara batuk diujung sana. Ia yakin sahabatnya itu pasti tersedak, "Gue lagi makan mie setan waktu lo cerita barusan. Dan gara-gara cerita lo itu, gue keselek tau nggak?" katanya masih dengan selingan batuk-batuk.

Deeva tersenyum tipis, "Sorry. Kalau kaya gini gue jadi ngerasa bersalah sama Kak Wisnu. Gue nggak bisa bales perasaan dia soalnya."

"Yeee ... kalau Kak Wisnu suruh milih, mah, dia nggak mungkin mau milih buat suka sama lo kalau dia tau lo nggak bisa bales perasaannya." Mela diam sejenak, "Lagian, ya gue kasih tau, perasaan seseorang nggak kaya hujan yang bisa diprediksi bakal jatuh kemana. Memprediksi perasaan nggak sesimpel itu. Jadi buang jauh-jauh perasaan bersalah lo. Gue yakin Kak Wisnu juga bakal ngerti kok."

Deeva termenung sesaat mengingat perkataan Mela lewat telepon tadi. Ia jadi memikirkan banyak hal. Mengenai dirinya seharusnya tidak jatuh pada Azka dan terlalu larut oleh perasaan yang tak pernah terbalas. Atau seharusnya sejak awal Deeva tak pernah bertemu Azka. Rasa-rasanya Deeva ingin mengulang semuanya tepat 6 tahun lalu.

Awal Deeva bertemu Azka. Awal Deeva digendong Azka. Awal Deeva menatap manik mata Azka. Awal Deeva jatuh dalam pesonanya dan mustahil untuk ia bangkit dan mengakhiri semuanya. Bahkan, disaat Deeva harus menerima kenyataann mengenai penyakitnya, semua terasa makin sulit meski tidak dipersulit Deeva.

Deeva memandnag ponselnya dnegan tatapan kosong. Tiba-tiba layarnya berkedip-kedip menandakan ada yang menelponnya. Deeva mengernyit memandang nama sang penelpon.

Ayah Calling

"Bukannya ayah pulangnya ntar malem ya?" jempol Deeva menggeser ikon hijau dan menempelkannya pada telinganya dengan posisi seperti tadi ia bertelepon dengan Mela.

"Halo Assalamualaikum."

Selanjutnya hal yang paling tidak mau ia dengar membuat dunia seakan runtuh. Itu bukan ayahnya yang menelpon. Itu adalah pihak rumah sakit yang mengatakan bahwa ayah Deeva mengalami kecelakaan dan sekarang berada di rumah sakit.

Tanpa pikir panjang, Deeva berhambur keluar kaamar. Tak peduli pakaian apa yang ia kenakan. Ia kalap. Sejauh kakinya berlari untuk menemukan taksi, air matanya tak henti-henti menetes.

Ayahnya. Satu-satunya orang yang paling ia sayang, tengah terbaring lemah dengan selang infuse di rumah sakit. Ayah Deeva mengalami kecelakaan saat perjalanan pulang. Tentu ini bukan kabar baik untuk Deeva.

Ia mati-matian menahan isaknya agar orang-orang di rumah sakit tak terganggu dengan suaranya. Tapi itu sia-sia saja. Deeva tak hanya terisak, namun dadanya juga sesak. Setelah mengabari Mela mengenai kondisi Ayahnya, Deeva masih tak bergerak dari kursi tunggu.

Cinta Sepihak √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang