#2

1K 81 10
                                    

Bau anyir dan suara heboh yang memanggil namanya perlahan menghilang. Suara yang tadi sangat berisik kini sepi mencekam. Semua menjadi gelap membuat Hinata sangat sulit untuk bernafas. Kegelapan itu seolah mencekiknya.

Apa dia sudah mati? pertanyaan itu menghimpit kerja otaknya. Dia tidak bisa memikirkan hal lain selain kematiannya. Benar, dia pasti sudah mati. Ya tuhan memikirkan keadaannya membuat Hinata bersedih begitu dalam. Dia belum sempat berpamitan dengan sang buah hati. Kepada Boruto dia belum mengucapkan perpisahan. Kepada anak satu-satunya itu dia belum sempat memberikan yang terbaik.

Ah Boruto, selama ini hanya kesusahan yang Hinata berikan kepadanya. Hinata sadar bahwa dalam sikap cuek Boruto tersimpan kecewa yang sangat besar terhadap dirinya dan Naruto. Hinata sangat sangat menyadari bahwa selain kasih sayang dari Hinata, Boruto membutuhkan sosok ayah. Tapi Boruto sangat pandai menyimpan semua rahasia itu. Menambah luka bagi Hinata, menandakan bahwa ia sangat berperan besar dalam melukai perasaan putranya.

Lagi-lagi Hinata harus menyesali keputusannya bertemu Naruto. Semua tidak ada yang berjalan yang sesuai rencananya. Hidup bahagia jauh dari realita. Pengorbanannya pun sia-sia. Bahkan di saat dia sangat yakin Naruto akan menerimanya, di saat itu pula dia menyadari bahwa di benak lelaki pujaannya tidak pernah ada cinta untuk Hinata, barang sedikitpun.

Berpuluh tahun ia memendam suka, kemudian mengorbankan harta berharganya. Berubah menjadi bangsawan yang terbuang, hingga terkucilkan karena memiliki anak tanpa suami. Semua sia-sia karena Naruto tidak pernah sedikitpun menaruh suka bahkan untuk bersimpati pun Naruto tak pernah melakukannya.

Ah Hinata yang malang. Kini dalam ruang yang gelap tanpa seorangpun disisinya membuat Hinata menyadari. Hanya satu cinta yang masih ia percaya. Cinta seorang ibu kepada sang anak. Bahkan Cinta ayahnya Hinata meragu apakah itu benar cinta atau eksistensi belaka sebagai seorang Hyuga. Ah ternyata ayahnya lebih memilih untuk memulihkan nama baik marganya dibanding mendampingi anak perempuannya yang dilanda masalah luar biasa kompleks.

Benar, hanya cintanya kepada Borutolah yang patut ia percaya ketulusannya. Bagitupun dengan sang anak. Hinata pernah mendapati Boruto bersedih untuk pertama kalinya. Dimana putranya mengurung diri di kamar sampai beberapa hari. Saat dimana Hinata mengaku bahwa ayahnya -Naruto- meninggalkan Hinata saat mengetahui dirinya sedang hamil. Saat itu Boruto marah besar, menyadari bahwa keberadaannya tidak di inginkan oleh sang ayah. Boruto menyadari bahwa kehadirannya membuat hidup sang bunda menjadi serba susah. Saat itulah Hinata mengira Boruto akan meninggalkannya. Hinata sudah panik, dia menangis meminta maaf kepada Boruto sampai tak sadarkan diri.

Saat itulah Boruto merawatnya, dalam keadaan setengah sadar Hinata mendengar isak tangis Boruto. Ucapan terimakasih sanga anak membuat Hinata lega bahwa dirinya dimaafkan atas kesalahannya dulu.

-

Tapi semua telah berlalu karena kini dia sudah tak dapat bertemu dengan Boruto. Tidak lagi bisa memangku kepala sang anak ketika ia ingin bermanja. Ah Hinata, kenapa hanya karena Naruto seolah semua tampak tak berharga. Hanya demi Naruto dia lupa memiliki Boruto yang selalu ada disampingnya. Hanya karena dadanya bergemuruh melihat Naruto dia lantas menganggap Boruto akan sepemikiran dengannya. Boruto akan menerimanya dengan mudah, ah tentu tidak. Dan hanya karena penolakan Naruto ia seperti manusia yang kehilangan arah. Ah Hinata, cinta apa yang sedang kau perjuangkan hingga nyawa menjadi taruhan?

Tidakkah dulu ia berfikir bahwa Boruto akan sangat kehilangan dirinya. Penyesalan selalu datang belakangan. Hinata menyesal, seharusnya ia sadar bahwa ia hanya butuh Boruto. Jika ayah yang di inginkan Boruto, Hinata yakin dia pasti bisa membuka diri untuk orang lain. Hanya saja dulu ia terlalu naif, menjunjung tinggi cinta semu.

Dalam gelap ia memanjatkan doa, andai ia dapat mengulang waktu. Ia ingin menghabiskan waktu hanya dengan anaknya, mendengark perkataan dan pendapat anaknya. Dan berhenti mengharapkan Naruto.

Dari semua itu dia paling berharap kembali kemasa dimana ia jatuh cinta pada Naruto. Disana dia akan mencinta dengan logika yang sehat. Menjaga kesuciannya, dan mempercayakan semuanya kepada takdir.

Ah~ ini hanya angan di gelapnya suasana kematian.

-

Tbc

Maaf kurang bagus. Typo mohon diperhatikan dan yah~ trims udah ngikutin cerita gaje.

Salam hangat,
rin

EkspektasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang