Mr.Cold's POV
Ah, sudahlah. Tidak akan ada habis-habisnya jika aku terus memikirkan tentang apa yang sebenarnya kurasakan kepada Janet. Lebih baik aku mulai bersiap-siap untuk pergi ke kantor saja.
Aku menarik nafas lega ketika mendapati Janet sudah pergi ke kantor duluan. Setidaknya aku tidak akan mendapat tatapan menginginkan penjelasan dari dirinya untuk sementara waktu.
**
begitu tiba di kantor aku tidak langsung menuju ruangan kerjaku, melainkan malah menuju ke lantai tiga. Apa yang ingin kulakukan disini? Kenapa bisa-bisanya kakiku membawaku kelantai ini tanpa alasan yang jelas? Akhirnya aku memutuskan untuk mengadakan sedikit tour mendadak saja.
Karena sekarang masih cukup pagi belum banyak karyawan yang datang, dan yang sudah datang pun sedang mengantri untuk membuat segelas kopi agar mata mereka terbuka paling tidak satu cm. Begitu melihatku, semua langsung berdiri memberi hormat yang kubalas dengan sedikit anggukan. Aku hampir tidak mengenal mereka semua. Well, aku malah bingung bagaimana caranya mereka bisa mengingat wajahku sementara tidak sampai dua kali aku bertemu mereka. Karisma seorang direktur, mungkin?
Aku sudah mengelilingi lantai ini berkali-kali, sudah melihat hampir semua karyawan yang bekerja dilantai ini, tapi kakiku tetap tidak ingin berpindah dari lantai ini dan menuju ruanganku sendiri. Mataku seakan masih mencari-cari sesuatu yang dari tadi belum kulihat. Siapa? Siapa yang sebenarnya sedang kucari?
Tuhann... bisa-bisanyaaku tidak mengerti diriku sendiri seperti ini. Mungkin yang kubutuhkan sekarang adalah udara segar dan segelas kopi? Aku harus menenangkan pikiranku ini sebelum mulai bekerja.
Aku mulai berjalan keluar dan bersender di dinding samping kantorku. Tempatku berada sekarang cukup tersembunyi dari pandangan orang-orang yang ingin berjalan masuk kekantor. Aku bersembunyi ditempat seperti ini karena malas menyapa balik orang-orang itu. Aku sedang tidak ingin diganggu sama sekali.
Aku meminum kopi yang baru saja kubuat tadi perlahan. Uap putih keluar dari gelas kopiku dan pelan-pelan hilang karena terbawa angin. Aku memandang kearah langit yang berwarna birumuda yang ditutupi oleh awan-awan putih yang tidak berbentuk. Ah, rasanya damai sekali. Inilah yang kubutuhkan, bukan keberadaan wanita itu disampingku. Mungkin kelakuan anehku akhir-akhir ini hanya karena aku terlalu stress dengan pekerjaanku. Dan karena hanya Janet yang selalu menemaniku dirumah, jadilah dia yang menjadi korban keanehanku ini.
Degh. Tiba-tiba suara jantungku terdengar lebih besar dari sebelumnya. Tanganku juga tiba-tiba mengeluarkan keringat dingin. Bahkan gelas minumanku bisa tiba-tiba jatuh karena tanganku terasa lemas. Ada apa ini?
Aku menyadari bahwa sekarang aku tidak sendiri lagi diarea sekitar sini. Aku bisa mendengar suara seseorang sedang bertelepon, suara orang yang sedang mengajak anjing peliharaannya jalan-jalan, tapi yang terdengar paling jelas dan terasa penting untukku sekarang adalah suara tawa seorang perempuan. Suara tawa malaikat yang kudengar di restoranku waktu itu. Janet. Kenapa tubuhku bisa bereaksi lebih dahulu sebelum otakku kalau menyangkut perempuan ini? Aku merutuki diriku sendiri karena kesal.
Aku menengokkan kepalaku dan mendapati Janet juga Jack sedang berjalan menuju pintu masuk kantor. Jack? Kenapa dia bersama Jack? Tapi perhatianku sekarang tidak terarah kepada Jack, melainkan perempuan disebelahnya. Janet tertawa dengan riang kearah Jack sambil sesekali mengatakan sesuatu yang membuat tawanya terdengar semakin besar.
Sakit. Emosi. Itulah yang kurasakan sekarang. Bahkan aku merasa aku bisa memecahkan gelas yang sedang kupegang ini dengan genggaman tanganku. Aku ingin sekali mengganggu mereka atau paling tidak menampakkan diriku sesaat, hanya untuk membuat Janet menyadari aku melihatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Marriage [Re-upload]
RomanceRe-uploaded until part 30 The previous and current cover made by @jennjennja. Aku tahu segalanya. Aku tahu dia datang padaku karena dendam. Aku tahu aku akan banyak menderita karenanya. Tapi nyatanya, aku tetap menerimanya menjadi suamiku. Kenapa? K...