Entah sudah berapa lama Luci berada disebuah gubuk ditengah hutan,tempat dimana ia pertama kali 'bermain' dengan papa-nya. Didalam sana,ia nampak bersenandung kecil sebari meletakkan beberapa barang diatas meja. Matanya seketika berbinar ketika melihat deretan barang-barang itu sudah lengkap dan tersusun rapi.
Setelah selesai menata barangnya,Luci melangkahkan kakinya keluar. Ia melihat bulan setengah yang telah berada disinggasananya. Sebelah tangannya terjulur keatas membandingkan antara bulan itu dengan dirinya,bulan yang terang dengan sebelah sisinya yang gelap. Begitupula ia yang memiliki sisi lain didalam dirinya. Tapi,Luci tak mau tetap bersedih melihat dirinya. Dengan mantel berkapucong berwarna hitamnya,dengan pasti ia melangkahkan kakinya. Menyusuri hutan itu dengan segenap harapan yang mengikutinya.
Rumah dengan cat berwarna biru itu bagaikan memanggil Luci untuk masuk kedalamnya. Maka tanpa ragu Luci memasuki ruangan itu,namun ternyata pintu utama rumah itu terbuka. Dari ruangan lain,terlihat wanita paruh baya yang menggunakan celemek dibadannya. Melihat penampilan Luci yang serba hitam dan mencurigakan,wanita itu segera membuka mulutnya untuk berteriak. Namun sayang,ia tak lebih cepat dari Luci. Dengan sebuah pedang yang dibawanya,ia berhasil melepaskan kepala wanita itu dari tempatnya. Badan wanita itu segera terkapar dilantai,ia nampak masih bergerak-gerak meskipun kepalanya sudah menggelinding menyentuh ujung meja. Darah segar menyelimuti indera penciuman Luci,wangi yang sudah ia rindukan. Entah sudah berapa lama Luci tak mencium aroma anyir darah ini. Ia menghampiri kepala wanita tadi. Matanya terbelalak dengan mulut terbuka,Luci begitu penasaran dengan isi kepala wanita itu. Hingga kini kaki kanannya menginjak-injak kepala itu,dan kini dengan jelas ia dapat melihat otak wanita itu keluar dari tempurung dan dari telinganya. Mata wanita itu pecah akibat injakan kaki Luci. Mengerikan memang,tapi itu membuat Luci tersenyum. Ia tak pernah melihat karya sebagus ini tercipta dari tangannya.
Setelah selesai bermain-main dengan wanita itu,langkahnya kembali ia lanjutkan. Menuju ruangan paling atas,yang Luci yakini adalah kamar Vilyan. Ya benar,sekarang ia tengah berada didalam rumah Vilyan. Benar saja,setelah Luci membukakan sedikit pintu,tampak Vilyan tengah tertidur pulas menghadap pintu. Wajahnya tampak tenang,tak terganggu sedikitpun dengan kegaduhan yang telah diciptakan oleh Luci. Perlahan mata gadis itu terbuka dan mendapati Luci telah bersiap dengan suntikan dilengan kanannya. Gadis itu terlihat ketakutan,namun dengan cepat,suntikan itu melesat dilehernya hingga kini gadis itu tak sadarkan diri.
✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂
Gelap. Hanya itu yang terlihat,saat perlahan Vilyan membuka matanya. Mata gadis itu terus mencoba melihat,dimana ia berada sekarang. Namun nihil,ruangan itu sangat gelap. Ia perlahan mencoba untuk bergerak,tapi entah mengapa pergelangannya kaki dan tangannya terasa sakit saat digerakkan. Otaknya mencoba untuk mengingat akan apa yang telah terjadi. Seketika matanya terbelalak saat ingat bahwa Luci tadi mendatangi kamarnya dengan sebuah suntikan di lengan kanannya. Perlaham,terdengar derit pintu yang sudah agak rusak terbuka. Darah disekujur tubuhnya terasa mengalir sangat deras,ia takut.
@Juan POV
Malam ini aku tak bisa tidur. Fikiranku melayang mengingat perilaku Luci pagi tadi. Aku takut,kalau Luci kembali melakukan hal yang aneh lagi. Tapi yang lebih aku takutkan adalah Vilyan. Sejak pesan dari Vilyan tadi,aku berusaha menelpon ponselnya menggunakan telpon rumah,tapi tetap saja tidak diangkat. Sebaiknya aku segera menuju rumah Vilyan,untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Mobil yang seharusnya kugunakan untuk menuju kantor pagi tadi,masih terparkir dihalaman rumah. Dan tentu saja,aku lebih memilih menggunakan mobilku untuk menuju rumah Vilyan. Aku memacunya sangat kencang,berusaha mengusir kegundahan yang semakin bergelayut difikiranku.Rumah Vilyan terdapat diujung kota,jadi tidak butuh waktu lama untuk menuju kesana. Jantungku semakin berdetak kencang,belum siap mengetahui kebenarannya. Rumah dua lantai itu,terlihat kosong. Lampu masih menyala dimana-mana.
Langkah kakiku mencoba untuk masuk kedalam rumah tersebut. Baru saja aku masuk kedalam rumah tersebut,aku langsung dikejutkan oleh pemandangan yang sungguh mengerikan. Mayat tanpa kepala itu tergeletak begitu saja menghadap kearahku,dan tanpa kusadari kakiku telah menginjak ceceran darah dari mayat tersebut. Rasanya ingin muntah.
Kulanjutkan langkahku untuk menemukan Vilyan. Namun saat melewati dapur,aku melihat..... tunggu. Sepertinya itu sebuah kepala dari mayat tadi!! Uuuh aku tak bisa menahan diri lagi untuk muntah. Pemandangan ini lebih mengerikan dari yang kulihat didekat pintu. Tapi itu siapa? Tak mungkin kan itu Vilyan? Kakiku dengan cepat kulangkahkan menuju kamar Vilyan,namun disana kosong. Hanya terlihat kamar yang berantakan. Mata ku mencoba mencari bukti apa saja yang ada. Dan,bingo! Terlihat sebuah tulisan didinding menggunakan sebuah lipstick.
"Aku tau kau akan datang mencarinya. Tapi tenang saja,dia aman bersamaku"
Aaaaarrrgh ini pasti ulah Luci. Siapa lagi orang sinting yang akan melakukan ini selain dia? Kenapa aku bilang begitu? Ya,dia memang wanita sinting. Semoga dia tidak melakukan hal gila seperti dulu.
✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂✂
#FLASHBACK
@Author POVSetahun sudah Luci berada disebuah tempat,terisolasi dari dunia luar. Tempat yang biasa kita sebut Rumah Sakit Jiwa. Sejak kematian uncle Aslan,untie-nya mengirim ia untuk tinggal di sana. Ruang itu asalnya berwarna putih,namun entah apa yang Luci lakukan hingga entah sejak kapan dinding dikamarnya itu memiliki bercak darah dihampir seisi ruangan.
Hari ini,Luci berniat untuk mencari udara segar dengan berjalan-jalan disekitar rumah sakit. Namun,tiba-tiba ia tersandung sebuah akar tanaman saat berada ditaman. Ia pun terjatuh. Hingga beberapa saat kemudian,terlihat sebuah tangan terulur padanya. Luci-pun mendongak,mencari tau siapa sang pemilik tangan itu.
"Kamu gak kenapa-kenapa?"
"Ah iya.. aku gak kenapa-kenapa" Luci-pun segera menggenggam tangan itu dan mulai berdiri.Pria berkacamata itu melukiskan sebuah senyuman di bibirnya. Begitupula Luci yang juga tersenyum,sebari merasakan genggaman pria itu yang terasa hangat. Mengingatkan ia pada papa-nya.
"Namaku Juan Exel. Kamu?"
"Fairy Luciana"
"Nama yang bagus"Setelah perkenalan singkat itu,mereka melanjutkan perbincangannya di salah satu kursi ditaman itu. Dan Luci juga tak lupa untuk menceritakan mengapa ia ada disana saat Juan bertanya. Juan dengan setia mendengarkan kata demi kata yang meluncur dari mulut Luci. Merekapun saling bercerita satu sama lain. Hingga tak lama kemudian,seorang gadis gila menghampiri mereka.
"Jangan.. jangan dekati dia.. jangan.." ucap gadis itu sebari menarik-narik lengan Juan
"Ada apa memangnya?"
"Dia... pe...."
"Juan? Itu siapa?" ucap Luci memotong perkataan gadis itu
"Oh,ini sepupuku namanya Mia. Maria"
"Ayo.... pergi..." Mia lagi-lagi menarik lengan Juan dengan sorot mata ketakutan
"Aaah namanya Mia" Luci hanya mengangguk-anggukan kepalanya dengan senyuman penuh arti
"Luci,sepertinya aku harus pergi. Kapan-kapan kita ngobrol lagi ya?" setelah mengucapkan kalimat itu,Juan segera dibawa pergi oleh gadis bernama Mia itu.Dengan mata yang terus mengikuti arah kemana Juan pergi,senyuman itu tak bisa dihindari. Mulutnya bergumam tak jelas. Dan ia-pun perlahan pergi meninggalkan taman,dan mulai melangkah menuju ruangannya.
Yosh~ akhirnya update juga.. T.T
Maaf ya baru sempet post lagi.. soalnya baru beres UTS.. T.T
Juga ini sengaja ada flashbacknya..
Soalnya kalau langsung ke konfliknya bakal cepet tamat..
Yaa pokoknya dari Aru itu aja..
Untuk part selanjutnya bakal Aru percepat buat kalian.. ({})
Jangan lupa share sama vomment nya ya^^
Maafkan kalau banyak typo..
-Aru-
KAMU SEDANG MEMBACA
414 Days
Misterio / Suspenso"Kau sudah merebutnya dariku,jadi apa salahnya aku merebut apapun yg kau punya?" "Dan untukmu pangeranku, kau sudah mengkhianatiku.. maka dari itu,aku akan membuatmu menjadi selamanya untukku"