Sang Permaisuri

7.9K 413 2
                                    

Baginda Raja terdahulu melepaskan tahtanya diusianya yang ke 67 tahun. Kondisi yang sakit sakitan dan karena dia sudah sepuh membuatnya memberikan tahta kepada anak laki laki semata wayangnya. Yang bahkan kuanggap dia masih belum dewas.

Raja Herald II menerima tahtanya diusianya yang ke 22. Umurku saat itu masih 18 tahun.

"Maka kulantik putri mahkota Elizabeth Manov sebagai permaisuri tunggal kerajaan Swedia yang agung" ujar Raja terdahulu yang disambut tepuk tangan orang orang seantero negeri.

Baginda Raja terdahulu menyematkan mahkota di kepalaku. Memberiku sebuah bola salip di tangan kanan. Dan sebuah tongkat permaisuri di tangan kiri.

Pangeran, maksudku Raja Eryon Herald. Berjalan didepanku, kami berjalan ke istana utama. Itu adalah singgasana kami yang baru.

Para pembantu melepaskan mahkota dan barang tetek bengek lainnya didalan kotak. Disimpan diruang bawah tanah khusus, mereka membantuku berganti pakaian.

Istana utama memang lebih luas dibanding istana pangeran yang kutinggali dahulu. Ada air mancur didalam rumah dimana ketika mendongakkan kepala aku bisa melihat plafon yng dilukis bagai langit yang cerah. Tempat itu menjadi pojok favoritku.

Ada pesta perayaan saat malam tiba. Pesta para bangsawan yang akan berakhir menjadi pesta gundik. Aku tidak berminat datang kesana, sehingga habis memberi sambutan aku langsung berjalan ke balkon.

Suasana ditaman sangat ramai. Banyak orang berkumpul. Gaun gaun yang menutupi jalan, dan sanggul yang menusuk langit. Aku merindukan pemandangan didesa.

Sudah lama aku tidak pulang. Aku rindu dengan ibu dan berto.

Besok adalah hari pertama aku menempati singgasana. Rasa bahagia, nervous, takut teraduk aduk menjadi satu didalam hatiku.

Malam itu cepat berlalu. Aku tidur nyenyak. Tidak peduli dengan apapun yang terjadi diluar kamarku.

Pagi datang dengan manis. Aku dibangunkan oleh suara burung yang bernyanyi bersahutan. Angin membelaiku.

Aku merebahkan tubuhku. Membuka mataku dengan berlahan.

Aku terkesiap. Ketika aku berbalik badan, ada orang yang tertidur lelap disebelahku.

Aku ingin membentak orang itu. Namun aku terkesima, wajahnya terlalu damai. Matanya yang terpejam, membuat wajahnya terlihat lugu.

Dia Herald II, namun tidak terlihat seperti Herald yang kukenal pernah membunuh bayi dan ibunya, bukan juga Herald yang Hypersex, kejam dan Psikopat. Wajahnya sangat manis dan polos untuk pernah melakukan kebiadapan itu.

Aku menelusuri wajahnya yang damai. Alisnya tebal, bulu matanya panjang dan lentik. Sesuatu yang tidak pernah kulihat jika tidak sedekat ini.

Dia tidur masih dengan pakaian raja. Bau alkohol menyelimuti tubuhnya. Aku tidak tega membangunkannya.
Tunggu, bagaimana dia bisa masuk kedalam kamarku.

Aku segera bangun. Mencari kunci di meja yang berada disebelah kepalaku. Bagaimana aku bisa tidak tahu kalau kunci itu hilang, lebih tepatnya dicuri Herald saat ia berusaha memperkosaku malam kemarin.

Tanganku digenggam oleh Herald membuat hatiku terasa berdesir. Aku segera menoleh ke wajahnya. Matanya masih terpejam, tapi tangannya menuntunku untuk mendekatinya. Sangat halus.

Aku kembali tidur. Kini posisi kami berhadapan. Membuat aku bisa merasakan nafasnya yang berdengus didepan wajahku.

Tangan kanannya berada dipinggangku. Kami tidak berbicara apapun. Aku mengamati Herald yang tertidur. Aku enggan pergi dari pelukannya.

Pintu terbuka aku menyuruh pelayan pergi. Kubelai rambut Herald yang menutupi wajahnya. Melihat wajahnya lebih dekat lagi.

Dia sangat tampan. Pipinya halus, tanganku berada diatas pipi Herald. Pipi yang tegas dengan rahang yang meruncing.

Dan aku mulai jatuh cinta.

Menjadi gila dan terobsesi. Aku tidak lagi menemukan diriku yang dulu. Aku yang merindukan ibu dan aku yang multitalent ataupun aku yang naif.

Herald menjadikanku diri yang baru. Diri tanpa penyesalan. Rutukanku Sirna, tahta dan Herald membuat hariku bersinar. Herald menjadikanku permaisuri terberuntung didunia ini.

Setelah aku pindah di kerajaan utama. Kamarku dan Herald terpisah sangat jauh. Setiap malam aku merindukannya.

Aku tahu ini gila, aku benar benar gila sekarang. Herald adalah kebahagiaanku saat ini.

Jika gundik gundiknya hanya tau sisi hitam Herald. Maka aku tahu sisi putih Herald. Benar benar kehormatan bagiku.

Lambat laun, aku tidak cemburu dengan Gundik Gundik Herald meskipun mereka sering melakukannya didepan kamarku. Herald sering memelukku ketika aku tidur, dan pelukannya hangat meskipun terkadang tubuhnya berbau tidak enak.

Enam bulan sudah tahtaku berjalan. Itu tidak berjalan baik, tapi aku tidak peduli. Kini aku tidak ada bedanya dengan gundik Herald. Bedanya Herald belum pernah menyentuhku. Terkadang ia meminta, tapu ketika aku mengatakan tidak maka dia tidak akan melakukannya.

"EL" panggil Herald. Aku menengok, dia duduk dikursi yang ada dikamarku. Kami baru saja bangun tidur, dan aku hendak pergi keluar.

"Duduklah" suruh Herald menepuk pahanya.

Matanya masih terkantuk. Aku duduk dipaha Herald. Ia memangkuku. Dia bersandar pada tembok, aku tertidur diatas dadanya. Dia tidak membuka baju saat tidur. Dia masih menggunakan kemeja panjang dengan kerah rumbai serta jas kulitnya.

"Aku tidak suka dengan tahta ini" ujarnya. "Mereka membuatku pusing" ujar Herald dia menutup matanya.

"Herald, tidak bisakah kau berhenti melakukan sex?" Tanyaku.

Herald menengakkan tubunya membuat aku kembali duduk. Wajahnya mendongak kearahku dan aku menunduk melihat wajahnya. kedua tanganku melingkar dilehernya. Dan tangan Herald melingkar dipinggangku. Mata kami bertemu, mata birunya sangat menawan. "Sex pertamaku saat aku 13 tahun" ceritanya.

"Aku terlalu gula dengan sex" ujar Herald pelan.

"Kau bisa melakukannya denganku. Hanya denganku" ujarku.

Herald menatapku dalam. Seketika pelukan dilepaskannya. Kepalanya tertunduk hampir menyentuh payudaraku. "Aku tidak ingin menyakitimu" ujarnya terlihat pelan.

Aku mendangakkam wajahnya. Lalu kebalai halus rambut lelaki yang telah mencuri hatiku itu. Herald selalu suka ketika aku melakukan itu.

Nevertheless (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang