Part 18 : Perpisahan

805 69 0
                                    

Freya tidak menolak sentuhannya, itu berarti ia masih mempunyai kesempatan. Miki tersenyum begitu bahagia menatap Freya. Ia merasakan sesuatu yang begitu menakjubkan saat bibirnya menyapu bibir lembut milik Freya. Ia memegang bahu Freya dengan kedua tangannya. Menatap lekat-lekat gadis yang kini sedang mematung di hadapannya. Ia membisikkan sesuatu di telinga mungil gadis itu. "Aku tunggu jawabanmu Freya."

Freya terlambat sadar dari dengan keterkejutannya. Kemudian ia mendapati Miki telah meninggalkan dirinya.

Ternyata yang memperhatikan mereka bukan cuma Ryu. Tiga pasang mata dari gadis-gadis asing juga ikut memperhatikan kejadian itu. Mereka berbisik-bisik.

"Kau lihat? Murahan sekali gadis itu," kata salah seorang gadis yang memperhatikan Freya dari kejauhan.

Salah satu temannya menanggapi ucapan gadis itu," Benar. Dari informanku gadis itu hanya murid biasa yang masuk ke sekolah ini. Dan menjijikkan nya ia sok akrab dengan keluarga Fong. Tak hanya itu, ia bersikap sok jual mahal di hadapan Ryu Isaiah. Apa dia pikir Ryu akan tertarik pada gadis udik itu?"

Temannya yang lain ikut berkomentar, "Lihat saja jika Alin kembali gadis itu akan mati kutu dihadapannya. Siapa yang tidak ciut saat berhadapan dengan sosok Alin Laniana?"

Si pemimpin Genk itu membalas komentar teman-temannya, "Tidak harus menunggu Alin kembali teman-teman. Kita bisa memberi pelajaran kepada gadis udik itu bagaimana sikap sepantasnya orang kampungan di sekolah ini."

"Kau benar Teresa," kata temannya mengiyakan.

"Aku ikut apapun yang akan kau lakukan," balas yang lain setuju.

Teresa menyunggingkan senyum jahatnya, ia menatap Freya dengan pandangan merendahkan dari kejauhan. "Mari teman-teman, kita tunjukkan bagaimana Akademi Frisuki ini kepada gadis udik itu."

---**---

Freya berguling-guling di atas kasur miliknya. Sesekali ia memukul-mukul kepalanya. Meneriakkan kata-kata tidak jelas. Wajahnya memerah saat memikirkan kembali kejadian tadi. Mungkinkah dirinya jatuh cinta dengan Miki? Dan jika benar apa yang harus ia lakukan dengan Ryu? Bagaimanapun ia adalah tunangan Ryu. Walaupun secara terpaksa. Ia bangkit dari tempat tidurnya. Kemudian berjalan ke meja belajar miliknya dan mengambil sesuatu dari laci itu.

Freya menatap sebuah ornamen bunga sakura dan clover berdaun empat. Pemberian dari seorang anak laki-laki yang sudah tidak ia ingat lagi wajahnya. Freya hanya mengingat pertemuan mereka yang bersamaan dengan saat di mana hidupnya berada di dasar terbawah, terkelam dan tergelap, yaitu ketika ibunya pergi meninggalkan dirinya. Sosok anak lelaki yang sepertinya seumuran dengan dirinya menatap Freya dengan mata biru cemerlangnya yang begitu memikat. Dan dengan dorongan lelaki itu, Freya bisa sampai ke tempat ini. Dengan berpegangan terhadap janji yang dibuatnya dengan anak laki-laki itu, Freya berhasil bertahan melawan rasa putus asa yang kadang menghampirinya. Ia teringat sesuatu.

Anak laki-laki itu mengatakan jika nanti ia akan bersekolah di sekolah ini. Mengapa dirinya dapat melupakan hal itu? Seharusnya ia mencari laki-laki itu lebih cepat. Bukan tenggelam dalam urusannya dengan Ryu si iblis biru.

Saat mengingat Ryu, amarah Freya kembali muncul. Bagaimana bisa dia begitu santai memperkenalkan dirinya sebagai tunangannya. Ia kira hal ini rahasia karena penuturan Ryu mengenai keluarganya. Well, itu memang hanya menurut pendapatnya. Tapi tetap saja, seharusnya jika ia melakukan sesuatu yang berhubungan dirinya harus membicarakannya dulu. Bukan tiba-tiba seperti tadi.

Suara ketukan pintu terdengar. Siapa yang mengunjungi dirinya saat ini? Apa Raka atau Lin pulang lebih awal? Freya menaruh ornamen itu di mejanya. Dengan langkah malas Freya berjalan ke arah pintu dan membuka pintu.

Ia mendapati sosok orang yang saat ini paling tidak ia ingin temui. Ryu si iblis biru hadir di depan kamarnya. Lagi. Ia membawa buku-buku miliknya yang tadi ia lemparkan kepada Ryu.

Tapi ada yang berbeda dengan Ryu. Tampaknya ia tidak semangat. Segera Freya menarik Ryu ke kamarnya. Bagaimanapun ia tahu, Ryu adalah seorang Isaiah. Orang-orang menjijikkan dengan hasrat yang tidak bisa ditahan. Jika mereka sudah berdua, pasti laki-laki itu akan melakukan tindakan yang tidak pantas. Karena itulah yang selalu terjadi. Dan lebih baik tidak ada yang melihat mereka.

"Ada apa?" tanya Freya dingin.

Ryu terdiam sesaat, kemudian menyerahkan buku-buku yang ia bawa. "Ini bukumu. Maaf aku tidak mengembalikannya lebih cepat. Sepertinya kau terlalu senang saat Miki mengejarmu."

Freya menerima buku-buku tersebut dan meletakkannya di meja sambil berpikir. Mungkinkah Ryu melihat Miki mencium dirinya? Jika ya itu buruk. Apa yang akan dilakukan Ryu pada dirinya. Sepertinya membiarkan Ryu masuk ke kamarnya adalah keputusan yang sangat buruk. Jelas Ryu akan marah melihat tunangannya dicium orang lain, entah apa yang akan dilakukannya pada Freya. Tapi bukankah yang dirasakan Ryu hanya hasrat semata kepada dirinya? Tidak ada perasaan khusus apapun. Lagipula hubungan ini hanya sebuah paksaan dari Ryu si iblis biru. Freya tidak berminat menjadi istri sahnya, apalagi menjadi selir. Ia tidak sudi cintanya dibagi.

Ryu bergerak, dan secara refleks Freya memasang kuda-kuda bertahan.

Tapi yang ia dapati hanya tangan Ryu yang berada di pipinya. Jarinya mengelus pipi Freya dengan lembut. Ia menatap Freya dengan tatapan penuh arti. Dan salah satunya menyiratkan kesedihan. Mungkinkah? Untuk apa iblis biru bersedih karena dirinya.

Ia memeluk Freya, seolah itu terakhir kalinya ia melakukan hal itu. Ia mengeratkan pelukannya, membenamkan Freya di dadanya yang bidang. Ia mengecup puncak kepala Freya. Kemudian mengangkat kepala gadis itu agar ia lebih mudah untuk mengecup gadis itu.

Ia melumat bibir Freya dengan lembut. Melakukannya dengan hati-hati dan perlahan. Menikmati rasa bibir gadis itu di bibirnya. Lalu mengulumnya dan memperdalam ciumannya.

Beberapa menit kemudian ia menghentikan ciumannya. Kemudian menatap Freya sedih.

"Kau bebas memilih siapapun yang kau sukai Freya. Aku membebaskanmu melakukan apapun yang kau mau. Aku tidak akan menghalangi dirimu melakukan apapun. Anggap saja pertunangan kita bukan apa-apa," kata Ryu lirih, ia menatap Freya dalam. "Sayonara , Freya Leonara."

Ryu meninggalkan Freya yang masih bingung. Ia keluar dari kamar Freya dan kemudian menutup pintu kamar gadis itu. Di luar, Bam senantiasa menunggunya. Ia berbalik kepada Ryu. Ekspresinya seolah mengatakan apa tindakan selanjutnya?

Ryu menepuk bahu Bam. "Atur jadwalku ke Jepang hari ini Bam. Aku harus menemui ibuku. Kikka pasti akan bertanya mengenai Freya, dan aku tidak ingin ibuku mendengar kabar itu tanpa diriku. Aku juga harus meminta beberapa saran darinya. Itu lebih baik, sebelum ayahku mengetahuinya juga."

"Baik Ryu," jawab Bam.

Di balik dinding itu. Freya merasakan sesuatu yang ia sangat tidak ingin rasakan. Ya, ia merasakan debaran aneh di ciuman terakhir Ryu. Bukan hanya itu, rasa nyaman dan tentram saat bibir Ryu melumat bibirnya dengan lembut membayanginya terus-menerus. Ini hampir sama atau bahkan lebih kuat dari yang ia rasakan saat Miki menciumnya. Padahal selama ini ia hanya merasakan seperti hasrat yang dipaksakan saat Ryu menciumnya, karena feromon sialan milik laki-laki itu.

Freya segera mengenyahkan pikiran mengenai tentang Ryu. Setiap yang berhubungan dengan pria itu tidak ada yang beres. Mana bisa kita membedakan perasaan dari hati atau pengaruh dari orang lain. Lalu ia teringat perkataan terakhir Ryu.

"Apa yang dia maksud dengan Sayonara?" gumam Freya, sebuah pemikiran terbayang di otak Freya. "Mungkinkah?"

Segera ia berlari keluar kamarnya, dan ia mendapati lorong tersebut kosong. Padahal baru beberapa menit yang lalu Ryu berada di kamarnya.

---**---

To be Continued

Thanks for reading and your voment 😊

Eye of Heart [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang