Epilog

1.8K 77 10
                                    

"Seseorang ... seseorang... siapapun tolong aku."

Alin berjalan sempoyongan di lorong lorong sekolah, mengharapkan menemui seseorang yang dapat menyelamatkan dirinya. Tapi apa yang ia harapkan? Akademi Frisuki sedang sepi. Kelulusan baru saja dirayakan beberapa minggu yang lalu. Alin gemetaran hebat, keadaannya saat ini seperti mimpi buruk yang tidak akan pernah berakhir.

Sebenarnya apa yang terjadi. Alin ingat asisten ayahnya menghubunginya tiba-tiba kalau ayahnya akan ke Akademi Frisuki menggantikan bawahannya menyambut calon Helper terbaru. Alin sangat marah saat itu karena Dan menghubungi dengan sangat-sangat terlambat. Tapi Alin memilih untuk tenang dan menghalangi ayahnya bertemu dengan Freya bagaimanapun caranya.

Lalu ia pergi secepat yang ia bisa ke tempat Freya, namun sudah terlambat. Alin mendapati ayahnya sudah berada di depan pintu dan bersiap membukanya. Jadi ia memutar arah dan memutuskan mengawasi keadaan selanjutnya. Alin mengamati dari jendela kecil yang menghadap ke luar. Ia memposisikan dirinya sedemikian rupa agar tidak ketahuan

Detik berikutnya mimpi buruk Alin dimulai, ayahnya berubah menjadi sosok yang sama sekali tidak ia kenal. Sosok ayahnya yang lembut dan baik hati tergantikan dengan sosok kejam dan tanpa belas kasihan sama sekali. Ayahnya dengan sangat mudah memukuli Freya dan tanpa keraguan melukai bibi Seira beserta anak yang ia kandung.

Apakah Alin melakukan kesalahan besar? Atau justru tindakannya mencegah ayahnya menemui Freya adalah hal paling benar yang ia lakukan? Dan bagaimana bisa Freya memiliki mata itu? Apakah dia...

Lamunan Alin buyar ketika melihat dua orang pria terlihat sedang berargumen tak jauh dari tempatnya berpijak. Samar-samar Alin dapat mendengar percakapan yang terjadi di antara mereka.

"Raka kumohon, jangan bawa Freya pergi jauh dariku. Aku tidak bisa hidup tanpanya," wajah pemuda itu terlihat sangat memelas, dan Alin yakin ia melihat pemuda itu berekspresi demikian untuk pertama kalinya.

Raka menepis tangan Ryu. "Ada apa dengan sikapmu kali ini. Aku jelas-jelas mengingat bagaimana bajingannya sikapmu saat Freya masuk rumah sakit. Permainan macam apa yang sedang kau mainkan Ryu?"

"Saat itu aku benar-benar bimbang, aku tidak ingin membuat Freya merasa bersalah padaku. Aku ingin dia bahagia dengan orang yang benar-benar dia cintai," Ryu terdiam sejenak. "Tapi aku tahu Freya masih mencintaiku hingga kini. Dan aku tidak bisa menyerah hingga memastikan betul-betul siapa yang sesungguhnya Freya cintai dan cinta seperti apa yang ia rasakan padaku."

Raka kehabisan kata-kata mendengar ucapan Ryu. Ryu terlihat sangat yakin dan begitu teguh mempertahankan argumennya. Sekarang Raka benar-benar dibuat bingung oleh sikap pemuda yang satu ini. Tapi bagaimanapun Raka tidak akan membiarkannya mudah untuk Ryu. Kebahagian Freya adalah hal yang menjadi prioritas utama Raka.

Begitu Raka ingin membalas argumen Ryu tiba-tiba seorang gadis tumbang ke arahnya. Otomatis Raka menangkap gadis itu sebelum tubuhnya jatuh membentur lantai yang keras. Mereka begitu sibuk berdebat hingga tak menyadari seseorang mendekat ke arah mereka.

"Alin!" seru Ryu.

Raka terlihat semakin kebingungan dengan situasi yang baru saja terjadi. Ia menatap Ryu dengan ekspresi penuh tanda tanya besar.

"Frey.. Freya.. dalam bahaya.." kata Alin lemah.

Seketika Ryu merasakan firasat buruk menghinggapinya. Jantungnya berdebar kencang tidak karuan.

"Dimana Freya?" tanya Ryu dengan nada suara yang sanggup membuat orang yang mendengarkannya bergidik ketakutan.

"Ruang tunggu."

Eye of Heart [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang