“Jangan pernah tunjukkan itu kepada mereka.”
Itulah yang selalu dikatakan oleh wanita cantik berambut merah jahe kepada gadis kecil yang ada di depannya ketika berjalan bersama menyelusuri pantai. Ia merapikan anak rambut yang mencuat keluar, lalu tersenyum dengan tatapan penuh kasih sayang. Kemudian, kembali menggandeng tangan mungil yang menjadi pegangan hidupnya.
Bertahun-tahun berlalu, sekarang wanita itu berusia tiga puluh tahun dan sedang terkulai lemas di salah satu tempat tidur di rumah sakit. Rambut merah jahenya yang bergelombang tergerai di atas bantal kusam dan menyerupai bunga yang layu. Para dokter dan suster di sana tidak berbuat apa-apa. Tangan dingin mereka berhenti bekerja, usaha terakhir yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan nyawa wanita itu tidak berefek sama sekali. Mereka menundukkan kepala dengan kompak, mungkin karena rasa kasihan, sebab wanita itu meninggal terlalu muda, atau rasa kecewa yang mendalam karena ketidakmampuan mereka untuk menyelamatkan nyawa seorang pasien? Mungkin juga karena rasa iba ketika memikirkan nasib seorang gadis belia berusia 12 tahun yang tengah duduk di samping wanita itu.
Gadis itu memegang erat-erat tangan wanita yang sudah hampir kehilangan kekuatannya, air mata si gadis berjatuhan membasahi selimut yang memeluk wanita itu. Rambutnya yang serupa dengan wanita itu ikut basah saat ia menundukkan kepalanya.
“Mom ... jangan pergi, bertahanlah! Takkan kumaafkan jika Mom pergi begitu saja!” kata si gadis parau.
Wanita itu hanya tersenyum sedih, ia tidak mampu mengabulkan permintaan anak yang sangat ia cintai. Mengabaikan maut yang sudah berada di depan mata, ia mengumpulkan tenaga di tangannya dan berusaha meraih gadis itu, kemudian merapikan anak rambut si gadis yang mencuat liar dan menghapus air matanya.
“Freya ... sudah kau bawa kotak itu?” tanyanya dengan suara yang lemah. Gadis itu segera menyambar tas yang ada di meja lalu membuka tasnya dan mengambil kotak kecil berwarna cokelat dan menyerahkannya ke wanita yang terbaring di ranjang itu.
“Sudah, ini, Mom.”
Wanita itu membuka kotak tersebut dan mengambil sesuatu kemudian ia meletakkannya di tangan Freya.
“Freya ... carilah kebenaran, dan temukan pecahan yang tersebar … apabila kau bertemu pecahan benda ini, sampaikan kepadanya 'Maafkan aku, aku mencintaimu' ingatlah Freya.” Air mata mulai membanjiri pipi pucat sang wanita.
“Apa maksud ibu? Aku tak mengerti ....”
Suara gadis itu tidak terdengar lagi olehnya. Ia sadar maut sedang menelannya perlahan, maka ia segera mengatakan hal terakhir sebelum terlambat.
“Freya, kau tahu kan aku sangat menyayangimu?” ia bertanya kembali dengan napas tersengal-sengal.
Gadis itu mengangguk. “Ingatlah bahwa apa pun takkan mengubah kasih sayangku padamu, tegarlah dan maafkanlah ibumu ini yang tidak sanggup menyampaikan kebenaran ....” Lalu tangan wanita itu terkulai, tak bergerak lagi.Sang gadis yang menyadari bahwa ibunya telah pergi sontak berteriak memanggil-manggil ibunya. Berharap ibunya akan terbangun dan tersenyum seperti biasa padanya.
Freya bangkit dan menghampiri dokter dan suster yang berada di ruangan itu. Ia memohon agar ibunya diselamatkan, walaupun ia tahu bahwa hal itu tidak ada gunanya. Mereka memalingkan wajah dan kembali menundukkan kepala. Gadis itu menggeleng, menatap para petugas dengan tatapan tidak percaya seraya menutup mulutnya dari isakan yang hendak keluar. Freya kehilangan kekuatan atas dirinya, lututnya lemas dan tak mampu menyokongnya untuk tetap berdiri. Lalu, ia terduduk di lantai dan menangis meraung-raung.
---**---
To be Continued
Thanks for reading and your voment 😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Eye of Heart [COMPLETED]
RomanceBuku Pertama dari Trilogi Heart Series Book I - Eye of Heart [Completed] Book II - Pieces of Heart [Completed] Book III (Final) - Secret of Heart - Revealed [On Going] SUDAH DIREVISI KALAU MASIH ADA TYPO HARAP MAKLUM :' 15+ Warning *** Kadang kemat...