Suara musik kolintang yang mengalun diiringi kicauan burung pipit membentuk sebuah harmoni indah di pagi hari. Begitu indah alunan musik tersebut sehingga membuatku ingin tidur lebih lama. Aku menggeliat di kasurku. Sayangnya aku tidak bisa melakukannya.
Terdengar ketukan di pintu kamarku.
"Tuan, apa Anda sudah bangun?"
Masih memejamkan mata dan memeluk guling, aku menjawab malas, "Ya... Masuklah, Lumi."
Pintu kamarku terbuka dan masuklah seorang gadis muda berambut hitam panjang yang diikat satu beberapa sentimeter dari ujung rambutnya.
"Anda baik-baik saja, Tuan?" tanyanya cemas. "Apakah Anda masih kelelahan karena latihan kemarin?"
"He eh," gumamku mengiyakan. Badanku masih nyeri akibat latihan yang aku jalani seharian kemarin. Dan alunan musik kolintang hanya menambah rasa kantukku.
"Bisakah kau biarkan aku tidur setengah jam lagi, Lumi?"Lumimuut menggeleng dan berjalan mendekati jendela kaca. "Maaf, aku tidak bisa membiarkanmu, Tuan. Aku sudah menyuruh Toar untuk menyiapkan sarapan. Setelah itu aku akan menyuruh pelayan mempersiapkan pemandian air panas." Lumimuut menyingkap tirai jendela dan...
"AHHH!!!" Teriakan Lumimuut menggema di kediaman Makarua Siow.
Otomatis aku bangkit dan secepat kilat mengambil pisau yang tersembunyi di bawah bantal lalu mengambil posisi siaga di samping Lumimuut, yang sudah mengeluarkan Tongkat Tawaang-nya dan berada dalam posisi siaga.
Kami berdua menatap wajah jelek dan mengerikan yang menempel di jendela kaca kamarku. Makhluk itu menatapku dengan mata berbinar-binar. Dengan suara kekanak-kanakan dan cadel, ia berkata, "Tuan! Tuan! Tuan cudah bangu..n! Ayo main! Ayo kita main!" Makhluk itu melompat-lompat dan berputar-putar kegirangan.
Aku tersenyum melihat tingkah makhluk itu. Kemudian mengalihkan perhatianku kepada Lumimuut, bermaksud menenangkannya.
O ow...
Melihat ekspresi Lumimuut, aku langsung menutup kedua telingaku. Tepat saat itu pintu kamarku didobrak.
"Lumi! Junior! Kalian tidak apa-apa?" tanya si pendobrak. Terlambat.
"KABOTER!!!" Teriakan Lumimuut kembali menggema.
***
Aku menyantap tinutuan sebagai sarapanku di kamarku sambil mendengar ceramah Lumimuut. Lumimuut tidak menceramahiku, ia sedang memarahi Kaboter, makhluk kerdil yang tingginya hanya mencapai lututku itu duduk di dekatku. Kami semua sedang duduk di lantai kamarku.
"Dengar ya, Kaboter! Sudah berapa kali kubilang untuk tidak muncul tiba-tiba. Berhentilah menakuti orang!"
Bisa dilihat Kaboter mengacuhkan Lumimuut. Aku bisa mendengar Kaboter bersenandung sumbang, iramanya sesuai alunan musik kolintang tadi. Kurasa tidak ada gunanya memarahi Kaboter karena yang dipikirkan makhluk ini hanyalah bermain. Aku merasa bersalah karena telah berjanji pada Kaboter untuk menemaninya bermain setelah latihanku selesai. Tapi aku tidak bisa mengatakannya pada Lumimuut. Tidak pada saat Lumimuut sedang marah.
"Ayolah, Lumi. Kaboter cuma ingin bermain dengan Junior. Lagipula ia tidak bermaksud membuatmu takut, Lumi," kata pemuda yang tadi mendobrak pintu kamarku.
Dasar Toar bodoh. Kau cari mati, batinku.
Sebuah jitakan mendarat di kepala Toar.
"Aku tidak takut, bodoh! Aku cuma kaget, bodoh!" seru Lumimuut.
Benar saja dugaanku. Toar seharusnya tahu akibatnya mengolok-olok atau membantah Lumimuut saat Lumimuut sedang marah.
"Aduduh.. Bukan itu maksudku. Aku tidak bilang kalau kau takut. Maksudku wajah Kaboter memang menakutkan. Orang-orang yang melihatnya pasti ketakutan," ujar Toar membela diri.
YOU ARE READING
In 2015
RandomThis is a collection of short story, oneshot, and flash fiction done by me (the author) in 2015. Hope you all enjoy it!