In The Hand of The Death

8 0 0
                                    

Kabut hitam pekat melayang di atas kota kecil Elrus, menuju ke arah gedung putih besar dengan simbol salib merah terpampang di depan gedung tersebut.

Hampir bersamaan dengan tibanya sebuah mobil ambulans, kabut hitam pekat tadi mendarat di depan pintu utama gawat darurat RS Elrus. Kabut hitam itu kemudian berubah bentuk. Kini tampak sosok dalam balutan jubah hitam. Wajah makhluk itu tertutup oleh tudung yang panjang. Namun, tidak ada yang memperhatikannya.

Ya. Tentu saja. Tidak ada seorang pun yang dapat melihatnya. Tidak sampai mereka tiba pada waktunya.

Pintu belakang mobil ambulans terbuka. Detik berikutnya, pintu utama gawat darurat terbuka lebar dan keluarlah beberapa orang berpakaian serba putih yang segera menghampiri mobil ambulans.

Kematian, julukan sosok berjubah hitam yang diberikan oleh manusia ketika entah bagaimana mereka mengetahui keberadaannya di dunia ini, memperhatikan sejenak keadaan si sekitarnya.

Pasien telah diturunkan dari mobil ambulans. Sambil memeriksa pasien di atas brangkar yang sedang didorong oleh petugas paramedis, pria berkacamata tebal mulai memberikan sejumlah instruksi kepada tiga perawat.

Seorang perawat wanita berumur empat puluhan tahun mengangguk kepada sang dokter, lalu berlari masuk ke dalam gedung. Ketika ia berjalan menembus sosok berjubah hitam, ia merinding, merasakan hawa dingin menusuk. Namun, perawat tersebut segera mengenyahkan perasaan tidak enak itu. Perasaan itu sudah tidak asing lagi baginya setelah bekerja hampir lima belas tahun di rumah sakit ini.

Tidak lama setelah pasien didorong masuk melewati pintu utama, dua mobil ambulans dengan sirenenya yang meraung-raung berhenti di samping kiri dan kanan mobil ambulans pertama. Pintu utama gawat darurat kembali terbuka dan keluarlah lebih banyak perawat dan dokter.

"Kecelakaan lalu lintas beruntun ya," gumam seorang dokter wanita yang rambutnya dicat merah menyala, berjalan santai, sementara yang lain menuju ke kedua mobil ambulans. "Sungguh cara yang hebat mengakhiri hari ini."

Dokter wanita itu melihat jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Kematian yang berdiri sangat dekat dengannya dapat melihat dengan jelas angka yang tertera di jam tangannya. Pukul 21.32. Tidak sampai setengah jam lagi, tugas dokter wanita itu akan segera berakhir.

"Dr. Rena!" tegur kepala perawat bagian gawat darurat. Perawat yang paling dihormati itu berdiri di samping Rena sejak tadi. Jadi, ia bisa mendengar gerutu Rena.

Dokter yang ditegur tidak membalas, hanya mengedikkan bahunya cuek. Ia memperhatikan dua orang teman sejawatnya yang sibuk memeriksa pasien di dalam mobil, mengumpulkan informasi dari petugas paramedis, dan memberikan instruksi kepada perawat. Tim medis gawat darurat bekerja dengan cepat.

"Lily."

Dokter magang yang dipanggil namanya oleh Rena, tersentak. Mukanya sedikit pucat karena menyaksikan pemandangan yang terjadi di hadapannya. Wajar saja, sebab ini adalah hari kedua ia bertugas sebagai dokter umum dan magang selesai menyelesaikan pendidikan dokternya. Rasa takut mulai menguasainya. Membuatnya tidak bisa bergerak.

"Panggil teman-temanmu lainnya. Kita membutuhkan tenaga dokter sebanyak-banyaknya," perintah Rena kepada dokter magang itu. Rena melirik ke arahnya karena Lily tidak menjawab atau pun bergerak dari tempatnya berdiri.

Rena menghembuskan napas tidak sabar. Ia hendak membentak Lily tapi dicegah oleh kepala perawat.

Grace, si kepala perawat, meremas ringan bahu Rena dan menggeleng pelan saat Rena memandangnya. Grace mendekati Lily, lalu menepuk kepala dokter magang yang terpaku ketakutan. Ia lantas mengucapkan kata-kata andalan yang seringkali Grace ucapkan kepada para dokter baru yang reaksinya sama persis dengan Lily saat ini. Kata-kata yang dapat menenangkan mereka di situasi gawat, menyadarkan mereka betapa pentingnya kewajiban serta tanggung jawab mereka sebagai seorang dokter. Sudah menjadi tugas Grace sebagai kepala perawat untuk mengingatkan serta membimbing generasi muda yang bertugas di garis depan pusat perawatan rumah sakit seperti mereka, terutama di unit gawat darurat.

In 2015Where stories live. Discover now