First Timer

4 0 0
                                    

Bau jerami dan bau kotoran hewan langsung tercium begitu aku melangkahkan kaki melewati pintu. Aku melirik ke kanan dan kiri. 'Kandang' yang baru saja kumasuki ini menyerupai istal kuda di kerajaanku. Kemudian aku melihatnya. Chouchaw. Hewan langka yang hanya ditemukan di Kerajaan Palloseo.

"Lausa! Kemarilah!" panggil Kir.

Ragu-ragu, aku berjalan mendekatinya. Pandanganku tidak lepas dari hewan aneh yang sedang dielus-elus oleh Kir.

"Ini Chouchaw milikku. Namanya Sagi. Sagi, ini Lausa, putri dari Kerajaan Losan." Kir memperkenalkan kami berdua. Sagi menatapku dengan mata besarnya yang berwarna ungu. Aku bisa melihat pantulan bayangan diriku di bola matanya yang seperti kaca. Setelah menatapku cukup lama, Sagi melanjutkan mengunyah rumput kesukaannya.

Aku memperhatikan Sagi dari jarak yang kurasa cukup aman.

Sagi punya bentuk badan yang menyerupai kuda poni tapi ukurannya sedikit lebih besar dari kuda poni dewasa. Ada bercak-bercak hitam dalam berbagai bentuk dan ukuran di badannya yang berwarna putih. Mirip sapi, pikirku. Hewan ini punya telinga panjang yang tergantung di kedua sisi kepalanya. Di tengah-tengah kepalanya, terdapat sebuah tanduk kecil berwarna ungu. Lalu ekornya berbulu putih dan lebat.

Hewan ini tampak jinak, batinku ketika melihat betapa tenangnya Sagi di dekat orang asing.

"Tenang saja. Sagi itu jinak karena kami telah merawatnya sejak ia lahir," ujar Kir, tersenyum menenangkan. "Oya. Chouchaw yang di sana adalah Wari, kesayangan kakakku."

Chouchaw yang ditunjuk oleh Kir sangatlah gemuk dan sedang berbaring malas-malasan di atas tumpukan jerami.

"Ah, selera Pangeran Talza memang aneh."

Kir tertawa mendengar komentarku. "Aku tidak bisa menyangkalnya."

"Jadi, apa yang akan kita lakukan hari ini, Kir?" tanyaku. "Aku bosan tinggal di dalam istana."

"Tentu saja kita akan jalan-jalan," sahut Kir sambil mengedipkan sebelah matanya dengan jenaka. "Karena itulah aku mengajakmu kemari."

***

"Waaa....!!!"

Jeritanku membuat orang-orang di bawah kami melongok ke arah kami.

"I-ini.. tidak mungkin..." Suaraku bergetar. Aku ketakutan setengah mati. Refleks, aku merangkul leher Kir yang duduk di depanku, menunggangi Sagi.

"Hm? Ada apa, Lausa?"

"Bagaimana mungkin hewan aneh ini bisa terbang!" seruku.

Ya, benar. Saat ini kami sedang menunggangi Sagi yang terbang tinggi di udara. Aku sama sekali tidak tahu kalau hewan ini punya kemampuan untuk terbang walaupun jelas ia tidak memiliki sayap. Pantas saja hewan ini menjadi kebanggaan Kerajaan Palloseo. Tapi ini bukan saatnya untuk kagum.

"Eh? Bukankah aku pernah memberitahumu?" jawab Kir santai.

"Tidak pernah!" teriakku kesal. Aku mencoba melihat ke bawah. Aku merinding. Bisa kurasakan semua bulu kudukku berdiri. Perasaan mual menyerangku. Aku segera memejamkan mata. "Aku akan jatuh! Aku pasti mati!"

"Hei, hei. Tenanglah, Lausa. Kita tidak akan jatuh." Kir mencoba menenangkanku yang histeris.

"Jangan bohong! Memangnya kau sendiri tidak pernah jatuh?!"

"Oh. Yah... Waktu kecil aku beberapa kali jatuh saat mencoba menunggang-"

"Sudah kuduga! Kita akan jatuh dan mati!" Aku semakin mempererat rangkulanku.

"La-Lau..sa.. Kau men..cekikku..."

"Turunkan aku! Sekarang juga!" perintahku histeris.

"Tapi.. kita se..dang di atas Hut..an Berduri Putih.. Kita tidak bisa.. mendarat.. Lausa, aku tid..ak bisa be..rnapas.. Lepaskan..." Kir mencoba membebaskan dirinya.

"Tidak! Tidak!!! Jangan lepaskan tanganmu dari tali kekang, bodoh! Cepat turunkan aku! Aku tidak mau mati!!!"

***

Akhirnya kami mendarat di padang rumput, tidak jauh dari Hutan Berduri Putih.

Aku terduduk lemas di atas rumput, berusaha mengatur napas dan detak jantungku agar kembali normal setelah pengalaman menegangkan tadi. Sementara Kir sedang melepaskan tali kekang dan pelana dari badan Sagi.

"Sekarang kau bisa istirahat, Sagi. Makanlah sepuasmu," ujar Kir sambil menepuk-nepuk punggung Sagi. Seolah mengerti perkataan Kir, Sagi berlari menjauh lalu berhenti untuk mengunyah rumput hijau dengan santai.

Kir mengalihkan pandangannya kepadaku dan tersenyum. "Aku tidak tahu kalau kau takut ketinggian, Putri Lausa."
"Aku sendiri juga tidak tahu sampai kita terbang dengan Sagi tadi," balasku ketus.

Kali ini Kir cengar-cengir mendengar jawabanku.

"Apa? Kau pikir itu lucu ya, Kir?"

"Oh, bukan begitu. Aku hanya senang karena aku adalah orang pertama yang mengetahuinya," kata Kir lalu ia senyum-senyum sendiri.

Aku menatapnya kesal. Awas kau, Kir, batinku. Akan kuingat kejadian hari ini. Tunggu saja pembalasanku nanti.

Aku menatap langit biru di atas kami.

Ini pertama kalinya aku keluar dari istana setelah tiba di kerajaan ini.

Pertama kali aku menunggangi Chouchaw, hewan langka yang bisa terbang tanpa sayap.

Pertama kalinya aku berteriak histeris dan menunjukkan rasa takut di depan orang lain.

Aku melirik ke arah Kir yang sudah duduk di sampingku dan sedang menatap langit yang sama denganku.

Perasaan ini, pikirku, tidaklah buruk.

***

In 2015Where stories live. Discover now