Pic : Nurjannah
●
Setelah aku menyebutkan namaku dengan tingkat kepasrahan tinggi, semua orang yang berada di kelas itu menertawakanku---bukan, tepatnya mereka menertawakan namaku. Bahkan Bu Arinka pun menertawakanku!
Inilah yang aku lupakan. Jika menjadi anak baru pasti selalu ada acara perkenalan tidak penting seperti ini. Dan tentunya disetiap perkenalan harus selalu menyebutkan nama lengkap. Dan nama lengkapku...
Ah sudahlah
Parahnya, setelah penyebutan nama dan sesi 'menertawakan namaku' selesai, salah satu murid perempuan yang duduk di pojok deretan kedua meneriakkan namaku dengan anehnya,
"Nur! Eh, nama panggilan lo apasih? Atau gue mesti manggil elo Jannah aja? Atau kalau mau digabung aja jadi satu, Nurjannah gitu?" Teriaknya tak tau malu, sehingga murid sekelas kembali menertawakanku.
Sedangkan Bu Arinka tak membantu banyak. Dia mencoba menegur murid-muridnya untuk diam tapi dia sendiri juga tak henti-hentinya tertawa. Sedangkan aku hanya bisa menunduk dan meringis kecil.
Sudah biasa, kataku.
Masih dengan sisa-sisa tawa yang ada, Bu Arinka menyuruhku memilih duduk di bangku kosong yang tersisa.
Ada dua bangku kosong. Satu, di sebelah gadis yang meneriakkan namaku tadi dengan tak tau malunya. Dan satunya lagi, di sebelah cowok gendut yang tampak menyeramkan, ditambah bajunya yang dibiarkan keluar dan rambutnya yang acak-acakan membuat dia seperti raksaksa.
Aku harus duduk dengan siapa? Gadis itu tampak sangat menyebalkan, tak heran kalau dia duduk sendirian. Tapi si cowok gendut sepertinya tak lebih baik dari gadis yang---
"Nur! Sama gue aja!" Teriak gadis itu lagi.
Tawa di kelas pecah lagi. Aku memutar bola mata tanda malas. Ya, sepertinya tak ada pilihan lain. Daripada menghabiskan masa kelas XI di samping cowok gendut yang bisa saja melakukan hal yang tidak-tidak kepada ku. Aku ketakutan sendiri membayangkannya.
Mengangguk kecil ke arah Bu Arinka, akupun segera melangkah menuju tempat gadis itu tadi. Gadis itu tersenyum lebar kearahku dan hanya kubalas dengan senyum kecil biasa. Masih jaim, kataku.
"Ya ampuuunnn, gue yakin pasti ada orang pindahan dari Bali! Meskipun gue berharap orang pindahan itu cowok, tapi yha... it's okay lah," ocehnya dengan semangat.
Dia sengaja menyisakan tempat duduknya atau memang tidak ada yang mau duduk dengannya?
Entahlah, hanya tuhan yang tau.
Kemudian dia menjulurkan tangannya sembari berkata, "Oke, perkenalkan nama gue Amara Fay. Dan lo bisa panggil gue Amara,"
Akupun menyambut tangannya dan tersenyum sambil mengangguk.
Satu lagi fakta dari gadis bernama Amara ini, dia adalah gadis yang ekspresif.
"Btw, nama lo unik ya. Panggilan lo apa? Nur, gitu? Atau Jannah? Atau langsung sambung aja?" Tanyanya dengan antusias.
Aku tertawa kecil, "Namaku biasa aja kok, hahahaha. Kamu bisa panggil aku Anna,"
Astaga! Anna apanya? Lihat tampangmu itu! Apakah orang sepertimu cocok untuk dipanggil Anna?! Batinku menyerang.
Ya ampun, bahkan batinku sendiri menghinaku. Ck ck ck ck.
"Aduuhhh, lo imut banget siihhh. Ngomongnya pake aku-kamu, jadi pengen meluuukkk," ujarnya terlalu bersemangat lalu langsung memelukku erat.
Sepertinya gadis ini sudah terlalu lama sendiri.
Disaat aku sedang tersiksa akibat dipeluk terlalu erat oleh Amara, Bu Arinka tiba-tiba berteriak,
KAMU SEDANG MEMBACA
Nurjannah
Teen FictionMeskipun orang kaya, ia memiliki nama yang kampungan untuk jaman sekarang yang moderen. Nurjannah, namanya. Kampungan sekali bukan? Oleh karena itu ia ngotot untuk dipanggil Anna. Anna sendiri awalnya biasa-biasa saja dengan namanya itu. Tapi semenj...