Bagian 7 - End

1.9K 124 17
                                    

Ketika Wonwoo sampai di rumah Minah, rumah itu sudah luluh lantak dengan tanah. Untungnya tak ada yang terluka. Hanya ayah Minah yang mengalami sedikit luka bakar di lengan tangannya karena berusaha menyelamatkan benda-benda berharga yang masih bisa di selamatkan.

Minah segera menghambur ke arah Wonwoo dan memeluk lelaki itu ketika melihat kedatangannya. Perempuan manis itu terisak di dadanya. Ia tak menyadari kedatangan Hani yang berada tak jauh dari mereka. Wonwoo sedikit canggung dengan Minah dalam pelukkannya, terlebih lagi ketika Hani menatap mereka – menatap adegan pelukan itu - dengan tatapan tak nyaman.

"Ini bukan kecelakaan, Wonwoo. Aku melihat beberapa orang mengendap-endap dan menyiramkan bensin. Mereka membakar rumahku," Minah kembali terisak. Wonwoo membelalak.

"Seseorang berusaha mencelakai kalian?" Ia menggumam tak percaya.

"Entahlah, tapi aku yakin ini bukan kecelakaan biasa," isak tangis Minah tak berhenti.

"Baiklah, tenangkan dirimu. Ayahmu harus dibawa ke rumah sakit dulu. Semoga luka bakarnya tak parah. Kau tak terluka 'kan?"

Di dada Wonwoo, Minah menggeleng.

Wonwoo ragu, tapi akhirnya ia mengangkat kedua tangannya, mendekap Minah dengan lembut lalu membelai kepalanya dengan perlahan hanya untuk menenangkannya, tak lebih.

Tatapan matanya singgah pada Hani yang berdiri mematung tak jauh dari mereka. Ia tahu Hani menatapnya dengan tatapan tak nyaman. Tapi ia tak bisa apa-apa.

Hani menggigit bibirnya sesaat, lalu mengarahkan jarinya ke arah jalanan. Sorot matanya seolah mengatakan : aku pergi dulu.

Wonwoo menggeleng pelan, mencoba menyuruh Hani untuk tetap di sana. Ia tak mengatakan apapun, tapi ia yakin Hani bisa membaca isyarat matanya : jangan pergi.

Tapi perempuan semampai itu hanya tersenyum lalu mengacungkan jempolnya.

Mulutnya bergerak-gerak mengatakan sesuatu : Aku baik-baik saja. Aku tunggu kau di rumah. Minah butuh bantuan, bantulah dia dulu.

Dan Hani beranjak menuju jalan raya, menghentikan sebuah taksi, dan melaju pergi. Dan Wonwoo hanya menatap kepergiannya tanpa bisa mengatakan apapun.

Dan malam itu, Wonwoo nyaris menghabiskan semalam penuh untuk membantu Minah. Ia membantu mengantarkan ayahnya ke rumah sakit. Ia bersyukur karena dokter mengatakan ayah Minah tak perlu menjalani rawat inap. Rawat jalan sudah cukup untuk luka bakarnya.

Dan malam itu juga Wonwoo mencoba mencarikan penginapan murah untuk tempat tinggal sementara keluarga Minah. Mereka tak punya keluarga di kota ini. Jadi, mencarikan penginapan adalah jalan terbaik.

"Aku sudah menghubungi teman-temanku. Dan aku juga sudah menghubungi teman-temanmu dari restoran Billy. Mereka akan bergotong royong membantumu. Tetangga-tetanggamu juga sangat baik. Mereka berinisiatif untuk menggalang dana dari masyarakat sekitar, agar rumahmu bisa dibangun lagi. Tapi, itu akan memakan waktu sedikit lebih lama dan mungkin rumahnya tidak sebagus dulu," Wonwoo menjelaskan.

Minah manggut-manggut.

"Baju dan makanan, jangan khawatirkan itu. Semua sedang menuju ke sini untuk membantumu," lanjut Wonwoo.

Minah kembali manggut-manggut. Air matanya menitik.

"Terima kasih, Wonwoo. Maaf karena telah merepotkanmu lagi,"

"Gwaencana. Itulah gunanya teman. Jangan berencana untuk menolak bantuan kami. Please, kami tulus padamu," Wonwoo menggenggam tangan Minah dengan lembut.

"Sekali lagi, terima kasih," perempuan itu menatap Wonwoo dengan tulus.

Wonwoo tersenyum.

"Dan ... apa kau yakin kalau ada orang yang berusaha mencelakaimu dan keluargamu?" Ia bertanya dengan ragu. Minah mengangguk.

The Royal CoupleWhere stories live. Discover now