R 1 - Awal

19.8K 319 9
                                    

Haihaihaaiii semunyaaa wkkwk Aku datang lagi nih. Mau curhat dikit nih yak, jadid tuk kemaren aku galau mau ngepost cerita Dennis(s) tapi bener-bener mentok nggak kuat buat lanjutin wkwk nahh doain ya semoga yang ini nggak mentok.

Oiya ada yang udah baca novel aku yang Penjara suci? Nggak ada ya? yahh :( Nahh di dalam novel ini. Aku ngambil Pemeran utamanya si Nindy, tapi disini dia dipanggilnya Za. Karakternya begajulannya dan lain sebagainya aku usahain emang Nindy banget gitu haha

Nahh selainnya ya tunggu aja ya wkwkwk Daaahh :D sampai jumpa di part berikutnya yaa..

Namaku adalah Anindya Athaya Zahran. Semua orang senang memanggilku dengan sebutan Za. Ntah dari mana nama kecil itu tercipta aku tidak tau dan tidak peduli. Yang aku pedulikan kali ini adalah bagaimana agar aku sampai di kampus dengan waktu 10menit.

Aku kuliah di salah satu Universitas Swasta ternama di Jakarta. Dan bukan hanya itu, Kampusku memiliki stok laki-laki ganteng terbesar di Indonesia. Sedikit berlebihan memang tapi aku tidak peduli. Ini ceritaku dan hanya aku yang boleh menentukan bagaimana rangkaian cerita dalam novel ini.

"Aris! Jemput gue sekarang dirumah gue nggak mau tau! kalo dalam waktu 2 menit lo nggak ada di hadapan gue, kita putus!" Teriakku. Lalu memutuskan sambungan telponku dengannya.

Aris adalah pacarku yang ntah keberapa kali. Dari sekian banyak laki-laki yang aku pacari hanya dia yang sangat ketakutan kalau aku meminta putus. Padahal wajah, kekayaan dan jabatan dia di kampus cukup mengundang mata gadis-gadis diluaran sana untuk meliriknya.

Aku terus menghitung detik demi detik. Katakanlah aku berlebihan tapi ini menyangkut kuliahku. Kalau aku terlambat hari ini, aku tidak akan diperbolehkan masuk kelas. Ini sangat mengangguku. Motto hidupku adalah "Nakal boleh, bego jangan!". Apa ada masalah dengan motto hidupku?

"119 Detik"

CIIITTTTTTT!!! Decitan suara rem motor memekakkan telinga. Kalau saja hal ini terjadi lain waktu aku pasti akan memarahinya hingga tidak berani lagi menatap wajahku. Jangan panggil aku 'Za' kalau aku tidak bisa menaklukkan Aris dengan mudah.

Aku langsung berlari naik keatas motor Aris. "Jalan bebs buruan!" seruku. Dan tanpa disuruh dua kali, Aris langsung melajukan motornya.

"Ris gue masuk jam 7.30, 7 menit lagi!"

"Pegangan! Gue ngebut Beibs!"

Dan Kegilaan Aris bukan hanya sampai sana. Dengan gilanya Arin mengantarkanku kedepan lift menuju kelasku. Aku tak peduli akan satpam yang terus berlari mengejar motor kami. Aku menatap Bagian atas Lift, ruangan berdiameter 2x3 meter itu masih berada dilantai 2 arah keatas, dan lift yang disampingnya tak jauh beda. Daripada aku tambah telat, aku berinisiatif untuk langsung melesat ketangga yang ada disebelah kanan lift. Aku terus berlari hingga lantai 4 dari lantai dasar.

"Dosennya belom dateng?" tanyaku pada Donny si Ketua kelas.

"Dosennya baru aja sms gue katanya dia nggak masuk hari ini." Kata Donny, sambil menutup mulutnya menahan tawa.

Seisi kelas juga menertawakan hal yang sama padaku. Aku buru-buru merampas kaca dari temanku si centil Riska. "Anjiiiirrr! Rambut gue!" aku menghentakkan kakiku 3x kelantai lalu buru-buru pergi ketoilet untuk membetulkan rambutku yang kini acak-acakan. Rambut siapa yang nggak acak-acakan waktu naik motor ngebut nggak pake helm?!

Aku langsung bercermin, membasuh wajahku dengan kasar sambil menggerutu.

"Dasar dosen sialan! Tau nggak dateng kan gue nggak bakalan begini! Kamvreeett! Ih sebel!" Gerutuku sambil terus menyisir rambutku. Peralatan make-up memang selalu ada di dalam tasku. Dan ini cukup membantu, bahkan amat sangat membantu.

Setelah selesai merapikan pakaianku, aku kembali ke kelas.

"Apa lo? Masih pengen ketawain gue lo? Lo nggak tau gimana perjuangan gue buat kesini? Lo nggak tau gimana capenya gue lari dari lantai dasar hah? Lo kira ini semua lucu?!" Bentakku pada Donny.

Seketika kelas yang sangat ramai seperti pasar langsung senyap. Suara-suara mereka seakan hilang ditelan bumi. Ini bukan kali pertama aku mengucapkan kata-kata pedas namun tetap saja semua anak kelasan melihatku dengan pandangan sedikit ketakutan, terlebih para perempuan. Kalau yang laki sih takutnya sama Aris, dan secara aku adalah pacar Aris jadi mereka semua jadi tunduk padaku.

"Udah Za, udaah! Nih minum aja minuman gue!" Mira menyodorkan pop-ice coklat itu kepadaku. Ya sontak saja aku langsung merebutnya dengan kasar. Kapan lagi minum pop-ice gratis.

"Lo nggak tau si mir, gue cape-cape kesini ngebut-ngebut tau-taunya tuh dosen kaga masuk kan sompret banget yak. Mending masuk sebentar gitu kek yak, ngasih absen gitu-gitu dulu baru pergi. Ahela gue kesel banget! Mentang-mentang dia Rektor seenak jidatnya aja gitu ninggalin kita?! Monett!" Kataku disela-sela minum pop-ice itu.

"Istighfar lo Za, dia itu dosen, nggak boleh ngomong gitu, kualat ntar." Kata Mira terus mengusap-usap punggungku menenangkan. Aku melemparkan gelas pop-ice yang telah kosong ke sembarang tempat.

"Bodo. Ah kutukupret mana gue belom makan lagi, anterin gue makan yuk Mir!" kataku langsung menggandeng Mira. Mira tak bisa mengelak. Memang siapa dia berani untuk melawanku?

"Ikuttt!" teriak Lissa.

Kami bertigapun keluar kelas. Dan menuju lift. Aku sudah tidak kuat untuk turun lewat tangga. Lift seketika berdenting, dan pintunya terbuka. Aku tidak melihat wajah-wajah mereka yang kini berada didalam life. Yang jelas lift hanya menyisakan ruangan yang pas untuk 2 orang lagi sebelum mencapai berat maksimum.

"Udah mukanya jangan jutek gitu dong!" kata Lissa.

"Lo tuh ngomong gitu karena nggak ngerasain penderitaan gue tadi. Coba aja lo ada di posisi gue! Ih! Jadi bete kan gue!" kataku geram, sambil menghentakkan kakiku. "Eh sorry!" kataku tanpa melihat kaki siapa yang ku injak.

Lissa dan Mira hanya diam tak berani membantah ntah karena malu atau tidak mau dipandang aneh oleh orang lain. Sesampainya di warung bubur ayam, kamipun memesan dengan pesanan yang sama. Bubur Ayam, pake sate, dan Air mineral.

"Eh Liss, gue kemaren liat cowok yang lo bilang, gila ganteng banget!" Kata Mira.

"Ya kan emang ganteng banget dia. Tapi siap-siap aja dah lo patah hati." Kata Lissa, sambil mengaduk-aduk bubur ayamnya. Dia memang selalu makan bubur ayam dengan di aduk terlebih dahulu. Kebiasaan buruknya itu memang mengganggu indra penglihatanku tapi apa dayaku mengubah pola makan Lissa yang memang sudah begitu sejak lahir. Tapi setelah mengenalnya lama-kelamaan aku mulai terbiasa.

"Kenapa emang?" Tanya Mira. Aku masih sibuk dengan bubur ayamku. Rasanya aneh. Setelah minum pop-ice rasa coklat lalu makan bubur jadi aneh. Tapi takapalah namanya juga orang kelaperan, baru makan debu jalanan doang.

"Dia katanya teman gue lulusan pesantren." jawab Mira. Aku mulai terganggu dengan obrolannya. Jadi kuputuskan untuk menguping pembicaraan mereka.

"Pesantren? Ya elah temen gue juga banyak yang dari pesantren tapi tetep aja bejat-bejat kayak kita." Lissa tak mau kalah.

"Ngomongin apaan si lo-lo pada?" tanyaku.

"Ada cowok ganteng." Kata Lissa antusias.

"Ett gue kira apaan." Kataku.

Setelah selesai, kami buru-buru keluar warung. Karena sekitar 10Menit lagi ada satu mata pelajaran yang harus ku ikuti. Sambil menunggu lift aku melihat seorang anak berseragam putih biru sedang bercanda satu sama lain. Dari jendela kaca yang hampir melapisi seluruh gedung ini, aku terus memperhatikannya. Mereka menggunakan sepeda. Dengan si anak laki-laki yang mengemudi dan sianak perempuan yang duduk diboncengan sambil memegang erat ujung-ujung baju si anak laki-laki. Wajah mereka tampak sangat bahagia.

Aku hanya bisa tersenyum miris.

RINDU (DREAME/INNOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang