R 5 - Rasa Benci

3.8K 109 3
                                    

Perhatian! Part ini masih berisi tentang kenangan dan menye-menye. Kesan Nindynya belom dapet. Dia masih terjebak dalam masa lalu. Aku usahain part besok si Za bangkit wkwk dadaaahh

***

Mataku melihatnya, seluruh jiwa ragakupun melihatnya. Air mata ini terus membasahi pipiku. Berjalan lurus dengan derasnya air mata di dalam hatiku. Semuanya benar-benar membuatku bingung.

Aku terus menarik tangan Aris. Tak ku biarkan laki-laki tak tau diri itu tuk terus mengikutiku. Walau dia masih memanggilku aku tak peduli. Ku akui jiwaku mendengar seruannya tapi tetap saja otak ini lebih mendominasi. Otak ini masih terus menuntunku tuk menjauh.

"Za, ada yang manggilin elo tuh." Kata Aris.

"Dia bukan manggil gue ris. Tadi gue liat dia manggil Za lain." Kataku.

Setelah sampai si depan pintu lift aku melepaskan cekalan tanganku. Dan duduk di kursi tunggu. Aku mengusap air mataku dengan penuh kecewa.

Entahlah aku sendiri bingung dimana letak kecewaku itu berada, karena semuanya terasa sangat dekat. Rasa kecewa itu ada di tengah-tengah rasa kecewa karena ditinggalkan dan kecewa karena dia kembali. Yang jelas ini semua sangat membuatku merasa kesakitan.

"Maafin aku yang. Kamu jadi nangis begini gara-gara aku." Kata Aris. Kini dia duduk berlutut dihadapanku. Dia terus menggenggam tanganku. Pancaran rasa bersalah tak bisa di sembunyikannya. Semuanya tercetak jelas di dalam mata coklatnya.

Apa yang harus aku lakukan?

Aku tak kuasa menahan tangis. Dalam hati aku terus mengucapkan kata maaf untuknya. Ada sebuah fakta yang membuatku semakin menangis, dia kembali. Dan aku membencinya. Rasa itu semakin besar setelah aku melihatnya. Bukan bayangan. Itu adalah dirinya.

"Maafin aku. Ini pertama kali aku liat kamu menangis. Dan itu karena aku. Maaf.. Aku bener-bener nyesel udah ninggalin kamu tadi." Kata Aris.

Aku beruntung tempat ini sepi jadi aku tidak terlalu malu menangis. Biarlah aku terlihat cengeng di hadapan Aris. Dan perlu di ketahui ini adalah kali pertama aku menangis sejak dia pergi begitu saja tanpa kabar.

***

"Mama! Kok Ical belum dateng ya?" Tanyaku.

Kini serangam ku sudah lengkap. Aku sengaja bangun lebih pagi agar Ical tidak menungguku seperti biasanya. Kasian Ical tiap hari harus menungguku di luar rumah karena sangat jarang sekali Ical mau disuruh masuk kerumahku. Bahkan bisa ku hitung dengan jari. Kita selalu bermain di luar tidak pernah bermain di rumah kami. Karena menurut kami, rumah itu membosankan tak ada area bermain yang asyik seperti ditaman kopleks dimana kita selalu menghabiskan waktu sore kita hingga maghrib disana.

"Iya ya tumben? Apa dia sakit ya?" Kata mama.

Ada betulnya juga kata mama. Tapi..

"Ah nggak mungkin maa, kalo Ical sakit pasti aku sakit juga. Jadi dia nggak mungkin sakit mah.." kataku.

Aku memang selalu jujur masalah ini kepada mama tapi mama tidak pernah mau mempercayaiku. Dan aku tau inilah yang membedakan orang dewasa dengan kami. Mereka tidak bisa saling percaya satu dengan yang lain.

"Husss! Ngaco kamu. Mama tau kalian sahabatan dari kecil, tapi kalo sakit barengan gitu mama nggak percaya. Mungkin yang kemaren cuman kebetulan aja." Kata Mama.

Aku hanya bisa mengerucutkan bibirku. Mendengar kata-kata mama aku jadi berfikir. Mana yang harus ku percayai? Mama apa perasaanku? Entahlah. Aku jadi bingung.

RINDU (DREAME/INNOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang