***
"Za, udah ditungguin tuh!" teriak mama.
"Iya mama, aku lagi pake kaos kaki." Kataku.
Hariku disekolah sangatlah menyenangkan. Karena di mana ada aku selalu ada Ical. Ical adalah sahabatku dari SD. Tak ada sebab khususs yang mengawali persahabatan kami. Yang jelas kami tumbuh besar bersama. Tak ada diantara kami yang meninggalkan satu sama lain. Tak ada alasan untuk nya untuk membenci sikap manjaku. Bahkan sikap manjaku selalu di jadikan bahan ejekan olehnya. Tapi apalah dayaku yang hanya bisa menjadi bahan bulian si Ical. Walau begitu persahabatan kami murni. Walau aku tak yakin seratus murni dengan apa yang terjadi belakangan ini.
"Lama banget si Za." Gerutu Ical.
"Kamunya kecepetan jemputnya." Kataku, sambil mengerucutkan bibir.
"Dih kok jadi aku yang disalahin? Kamu tuh yang lelet kayak siput." Seru Ical tak mau kalah.
"Ih, masa aku di samain kayak siput. Ical jahat ih, aku bilangin mama nih." Seruku. Sambil berbalik. "Mamaaaa.." teriakku.
Ical yang mulai menyadari kebiasaanku langsung menarikku (Baca: menarik secara paksa) tanpa perasaan. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tertawa. Ntah apa yang di tertawakannya tapi aku tau dia menertawakanku. Yeah! Pasti itu.
"Kamu tuh udah SMP masih aja kayak anak SD tukang ngadu." kata Ical. "Hahahha Dasar anak SD." Tawa Ical makin menjadi-jadi. Lihat. Dia selalu seperti ini. dia selalu mengolok-olokku. Kenapa di di dunia ini harus ada temen nyebelin macam Ical?
"Ih, Ical jahat. Tadi siput sekarang anak SD. Hueeeekk Ical Jahat!" kataku. Sambil menangis. Ical memang jahat. Rtasanya kalau difikir-fikir tiada hari tanpa menangis saat aku berada di sampingnya. Katakanlah aku cengeng tapi itu semuakan gara-gara Ical. Coba Ical nggak nyebelin, pasti aku nggak akan nangis deh.
"Ehh, jangan nangis dong, akukan cuman bercanda. Udah cup-cup-cup ayo berangkat nanti kita telat." Kata Ical. Dia terlihat panik.
Kalau boleh aku sombong, aku tau semua tentang Ical. SEMUANYA. Ya tidak semuanya juga sih. Tapi hampir keseluruhan aku tau. Bahkan hafal bagaimana ekspresinya saat aku menangis, bagaimana khawatirnya saat aku sakit, bagaimana jailnya saat aku cemberut dan lain sebagainya.
"aku nggak mau sekolah." Kataku, langsung berbalik.
Ical segera turun dari sepedanya dan menarikku kembali. "Kalo kamu nggak sekolah nanti kamu jadi bodoh kayak anak jalanan, ayo sekolah.." Kata Ical. Masih sambil terisak aku mengikuti langkahnya. Siapa juga yang mau bodoh seperti anak jalanan yang tidak punya sopan santuin. Bahkan kemarin aku menonton film banyak anak jalanan yang sekolah. Masa aku kalah sama mereka?
"Aku nggak mau di belakang." Kataku merajuk pada Ical.
"Yaudah sini tuan putri duduk di depan aja sama pangeran." Kata Ical. Aku tau dia kesal akan sikapku yang manja. Tapi aku menikmati setiap ekspresi kesalnya itu jadi aku lebih memilih untuk terus membuatnya kesal. dengan begitu impas bukan perlakuan ical kepadaku dan perlakuanku padanya? Katakanlah aku jahat tapikan masih jahatan ical yang selalu buat aku nangis. Kalau aku jahatin ical, dia nggak pernah nangis. Kan nggak adil.
"Ngomongnya yang ikhlas dong. Masa jutek banget, nggak mau ah." Kataku, sambil menyilang tangan di dada. Sambil membuang wajahku dari pandangannya.
"Banyak mau nih, Za'ku sayang ayo duduk didepan sama orang ganteng." Katanya.
"Buahahahhaha" Aku tak bisa menahan tawaku. aku tertawa blepas sekali hingga perutku sakit, jadi mau tak mau aku mtertawa sambil memegangi perutku.

KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU (DREAME/INNOVEL)
Fiksi RemajaCerita ini aku pindahkan ke dreame/innovel (nama akun Upi1612). ❤️ Ini adalah kisah cintaku. Kisah cintaku yang mungkin telah kandas termakan waktu. Aku hanya bisa pasrah, ketika benih-benih kasih sayang yang selalu mengembang tanpa berhenti. Kata c...