1

147 2 0
                                    



Aku tak habis fikir kenapa diriku ini terus memikirkan laki laki itu. Sungguh sejujurnya aku benar benar ingin muak jika harus mengingatnya. Cowok paling egois yang pernah aku kenal, bisa bisanya dia memintaku untuk menjadi seperti yang dia inginkan. Memangnya aku ini boneka apa? Sangat teringat jelas di memori otakku saat dia mengatakan keinginannya itu.

" Sayang, aku mau kamu turuti permintaan aku. Jadilah wanita yang anggun dan manis." Raga mengucapkannya dengan nada yang paling lembut dari yang biasanya ia ucapkan.

" What?? " Suaraku meninggi satu oktaf dari biasanya. Dan mataku membulat saat mengucapkan kata itu. "No" lanjutku sengit.

" Why??" serunya tak kalah emosi, namun tetap dengan nada tenang. Aku marah, dan tanpa aku sadari aku tidak memperdulikan dia yang biasanya tenang menjadi sedikit emosi. Saat itu aku benar benar jengkel dibuatnya. Awalnya aku pikir Raga mengatakannya saat aku baru membuat satu kesalahan padanya. Hanya karena aku memanggilnya dengan kata 'kamu' not 'baby' seperti panggilan sayang ku biasanya padanya.

" Aku enggak mau mengikuti apa keinginanmu"

" Kumohon sayang, aku mau kamu berubah demi aku. Please" tangannya meraih jemariku pelan sambil menatap lekat lekat mataku. Aku tetap tidak peduli, aku benar benar marah padanya ,aku heran, kenapa dia bisa se egois itu, menyuruhku berubah demi dia.

" No, tak akan. Aku tak akan merubah diriku sendiri demi orang lain, apalagi orang itu kamu" teriakku kesal

" Kalau kamu tak mau melakukannya demi aku ataupun orang lain, lakukan demi diri kamu sendiri sayang, kamu tau penampilan kamu ini benar benar membosankan. Cobalah bercermin sayang, pandanglah dirimu sendiri, kamu akan lebih anggun dan manis kalau kamu mau merubah diri kamu " kata nya tegas. Namun justru kata katanya barusan itulah yang semakin membuatku meledak. Dia memintaku berubah demi dirinya sendiri. Jadi selama ini dia merasa malu dan bosan memiliki aku yang biasa biasa saja ini. Yah, walau aku akui aku memang berpenampilan membosankan seperti yang dia bilang tadi. But, whats wrong? aku menyukainya dan aku nyaman dengan penampilanku ini.

Aku menghela nafas panjang mencoba meredam amarahku "Kamu dulu pernah bilang kalau kamu menerima aku apa adanya. Tapi kenapa sekarang kamu menuntutku menjadi orang lain?" tanyaku dengan nada sehalus mungkin, yah walaupun masih dengan nada tinggi seperti biasanya. Dan ini membuatku yakin bahwa aku tak akan pernah bisa menjadi wanita anggun dan manis. Apalagi berpenampilan feminin layaknya perempuan perempuan lain yang pandai merias diri.

" Ya, aku memang menerimamu apa adanya. Tapi kumohon kali ini dengarkan aku. Ini demi kebaikanmu" Raga masih mengatur kata katanya setenang mungkin agar tak memancing emosiku lagi.

" Oh ya?" aku menaikkan alisku tanda masih tak mengerti dengan perkataannya barusan, "Sudahlah,kalau kamu mau wanita yang anggun, dan manis, lupakan aku. Carilah wanita lain. Karna aju jelas tidak bisa seperti itu" Raga menatapku tajam. Aku tau dia mulai emosi, tapi aku tak mau ambil pusing. Ini sudah menjadi keputusanku, aku tak akan bisa menjadi apa yang dia mau saat ini. Benar benar tak bisa karna aku pernah mencobanya dan justru gagal.

" Oh shitt, kamu mutusin aku,? " teriaknya serak. Aku sadar aku telah meledakkan bom di jiwanya yang selama ini tenang.

" Y a, mungkin ini jalan yang terbaik. Aku enggak bisa berubah demi kamu" kataku setenang mungkin. Dalam hati sejujurnya aku menangis. Aku tak mau kehilangan Raga, cowok yang begitu tenang. Dia begitu sabar menghadapi aku dengan segala kecerobohanku, kenakalanku yang bisa dibilang seperti anak kecil.

" Ok, if you will," Raga menatapku sebentar setelah itu ia menjauh dariku.Itulah akhir dari hubunganku dengannya. Aku sangat ingat sekali tatapan tajam Raga saat itu, dan tatapan itu lah yang terus menghantui hari hariku hingga saat ini.

***

Aku membanting tasku ke ranjang saat pulang dari kantor. Aku muak dengan perasaanku sendiri. Aku benci mengakui bahwa aku masih mencintai Raga, laki laki yang saat ini akan segera menikah dengan orang lain.

" Kamu masih kontak sama Raga tidak?" tanya April teman sekantorku saat makan siang tadi.

" Ohh.. sudah tidak. Setelah dia pergi dari sini" jawabku jujur. Aku sendiri juga tak tau kenapa Raga begitu kecewanya sama aku sampai sampai saat itu dia rela meninggalkan pekerjaannya di perusahaan yang sebagus ini.

" Oh ya?" April sepertinya memang tak begitu paham tentang alasan keluarnya Raga dari perusahaan ini. Dan menurut dugaanku April juga tak pernah tau tentang hubunganku yang pernah terjalin dengan Raga setahun yang lalu.

" Ya" jawabku setenang mungkin. Entah kenapa saat itu aku begitu berharap April akan memberi informasi tentang Raga saat ini. Yah walaupun sedikit, namun sepertinya aku terlalu ingin mengetahui apa saja tentang Raga.

" Kalau begitu kau harus dengarkan baik baik berita ini" Aku menghembuskan nafas berat sambil menunggu April melanjutkan kalimatnya. Kuharap ini bukan berita buruk.

"Raga will married" kata April pelan.Matanya terlihat berbinar bahagia menyampaikan kabar pernikahan Raga itu.

Daggghh hatiku seperti di hantam bongkahan batu yang sangat besar ketika mendengar berita itu. Aku tak menyangka berita pertama yang sangat aku ingin tau tentang Raga setelah hampir satu tahun tak bertemu adalah berita buruk bagiku. Raga akan segera menikah. Ohhh.. sungguh malangnya nasibku. Kenapa sampai saat ini aku masih mengharapkan Raga padahal jelas jelas hubunganku dengannya udah jauh bahkan udah berakhir setelah Raga menikah nanti.

Dia begitu cepatnya mendapatkan penggantiku. Tapi kenapa aku begitu sulit mendapatkan gantinya. Awalnya aku yakin pasti aku dan Raga berjodoh hingga sampai saat ini aku masih menikmati kesendirianku sebelum nanti di pertemukan dengan Raga suatu hari nanti. Tapi begitu mendengar berita menikahnya Raga, kurasa semua keyakinan dan harapanku tentang jodohku pada Raga sudah berakhir sekarang.

Aku masih duduk termangu memandangi cermin di depanku. Aku mulai mengamati diriku sendiri di cermin. Owh suatu kemajuan buatku, setelah Raga menyuruhku bercermin setahun yang lalu,aku benar benar baru melaksanakannya hari ini. Bukannya aku tidak pernah bercermin, aku selalu bercemin setiap hari. Hanya saja aku tak pernah benar benar begitu memperhatikan diriku di cermin. Dan saat ini aku benar benar tercengang, kupandangi wajahku di cermin. Masih sama, kulit wajahku masih kuning langsat. Namun jerawatku sudah beberapa tumbuh di pipiku, kulihat wajahku juga terlihat kusut dan berminyak. Aku memang tak pernah melewatkan mencuci muka dengan facial foam, namun sayangnya aku tak pernah menaburkan bedak di wajahku ini. Dan sekarang saat aku melakukan apa yang Raga katakan bercermin dan mengamati diriku sendiri, ternyata aku ini sangat kacau. Tapi aku masih sangat egois, aku tak akan peduli, karena aku yakin suatu saat nanti aku akan mendapatkan sesorang yang menerima ku apa adanya.

Hanphoneku berbunyi keras, nyaris membuatku meloncat saking kagetnya. Terpampang nama Mamaku disana.

"Nak, papa masuk rumah sakit" Mamaku berkata tenang namun dengan suara yang terdengar teramat berat. Aku kaget sekali, selama ini aku tak pernah mendapati papaku masuk rumah sakit. Sesakit apapun papaku, beliau pasti hanya mau ke dokter dan sesudah itu ya langsung pulang dan beristirahat di rumah, beliau tak mau repot repot menginap di RS.

Butuh beberapa detik untuk mengembalikan kesadaranku tentang apa yang terjadi saat ini. "Ya ma, aku pulang besok" Tanpa ragu sedikitpun aku langsung mempersiapkan surat ijinku besok, lusa dan 3 hari berikutnya. Kurasa waktu itu cukup untuk berkumpul bersama Mama merawat papaku.

***

TBC

Ini cerita sebenarnya udah pernah aku publish di salah satu grup di fb. Tapi aku pengen publish lagi disini dan berharap ada yang mau baca dan coment2 gitulah. Thank You

Ketika Dia Pergi (Datang) KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang