Ahaw Classroom

157 15 11
                                    

"Namaku Haifa," ucap seorang anak dengan rambut dikepang dua itu di depan kelas. "Salam kenal."

Kelas itu seketika berubah jadi ramai, riuh. Penuh dengan sorak sorai penghuninya.

"Cuit-cuit," teriak seorang anak laki-laki di belakang.

"Ran jangan lompat-lompat dong," ketus seorang berkerudung yang cukup mungil posturnya.

Haifa menelan ludahnya, ketika seorang anak perempuan maju, mengulurkan tangan. "Halo salam kenal, namaku Sasqia, ketua kelas di sini. Selamat datang di sekolah kami, ahaw."

Haifa mengamit tangan Sasqia sambil tersenyum. "Makasih."

"Ayo kutunjukkan tempat dudukmu," ucap Sasqia tersenyum ramah.

Haifa yang merasa terintimidasi oleh tatapan-tatapan anak-anak yang menhunjamnya, menarik lengan baju Sasqia. "Ehm, Sasqia?"

Sasqia berhenti berjalan dan menoleh. "Ya?"

"Kenapa mereka menatapku seperti itu?" Haifa dengan takut-takut menatap Sasqia.

"Simpel saja, mereka lapar." Jawaban Sasqia membuat jantung Haifa jadi tak tenang. Lapar? Lantas kenapa--?

"Hahaha, aku bercanda kok. Mereka bukan kanibal." Sasqia mengusap tengkuknya, sambil tertawa.

"Bolehkah aku bertanya lagi?"

"Silakan," jawab Sasqia enteng.

"Kemana guru yang akan mengajar?" tanya Haifa menautkan alisnya. Ia masih bingung dengan alasan orang tuanya memindahkannya ke sekolah ini.

"Sudah kami pecat semua." Jawaban Sasqia membuat Haifa memelalakkan matanya, ia shock berat.

"T-terus?"

"Nanti kamu juga tahu," ucap Sasqia mengerlingkan matanya. "Nah, ayo jalan lagi."

Haifa akhirnya kembali mengikuti langkah Sasqia, keduanya berhenti di bangku paling belakang. "Nah, tempat dudukmu di sini, Fay bersikaplah baik dengan Haifa."

"Iya kanjeng mami," ucap gadis dengan rambut dikuncir kuda itu setengah bercanda. Sasqia mendengus sebelum akhirnya melenggang pergi.

Fay menoleh ke arah Haifa, tersenyum manis. "Hello dude."

"Uhm hi?" jawab Haifa cukup canggung.

"Salam kenal ya, panggil saja aku Fay," ucapnya. "Bolehkah kamu kupanggil Hay? Fay dan Hay, Hay dan Fay. Keren bukan?"

Haifa tertawa kecil.

"Wow tertawa kamu lucu banget." Orang yang ada di depannya berbalik ke arahnya, ikut nimbrung. "Ohiya, kamu belum kenal aku ya? Panggil saja aku Ran."

"Ran jangan genit ya," ucap seseorang di samping Ran.

Aku berbisik ke arah Fay, "Mereka pacaran?"

Fay tergelak, memegangi perutnya. "Ah enggak, Aver sama Ran itu adek kakak."

"Aver itu masih tujuh tahun, tapi otaknya dewasa banget jadinya dia masuk kelas yang sama kayak abangnya," jelas Fay setengah berbisik.

Haifa mengangguk mengerti. Ia tersenyum ke arah Aver dan Ran. Ran membalas senyuman Haifa, sedangkan Aver hanya meliriknya ketus.

"Dan Aver itu, terlalu over protective sama abangnya," lanjut Fay dengan suara yang sehalus angin. "Pernah ada yang deketin Ran, besoknya dia koma."

Haifa bergidik ngeri, dan membuang pandangannya dari Aver maupun Ran.

"Fay," tanya Haifa lagi. Fay mengangkat dagunya, mengisyaratkan pertanyaan 'apa?'

"Kalo gurunya dipecat semua, terus kita belajar gimana?" Haifa mengecilkan suaranya.

"Ya begini-begini aja," ucap Fay.

Haifa mengernyit tidak mengerti. Sedangkan Fay tersenyum misterius. "Karena yang bisa mengubah diri kita ya kita."

Haifa mulai pusing, banyak pertanyaan dalam otaknya.

Bel masuk berbunyi. Membuat keramaian itu tiba-tiba memudar, berganti dengan sunyi.

Tiap murid dengan sontak diam, dan mulai duduk tegap. Salah satu murid laki-laki yang duduk dipojokan berdiri dan berjalan menuju depan ruangan.

"Ayo kita belajar matematika," ucapnya lantang. Ia pun mulai menjelaskan berbagai rumus.

Haifa mulai paham, perkataan Fay yang barusan. Ia akhirnya mengerti bahwa kelas ini memang tidak membutuhkan guru.

"Fay," panggil Haifa lagi, Fay yang tengah fokus menatap rumus transformasi geometri di papan tulis otomatis menelengkan kepalanya menatap Haifa.

"Kalo boleh tahu, guru di sini dipecat kenapa?"

"Karena mereka gak becus ngajar," ucap Fay singkat, lalu ia memfokuskan tatapannya kembali ke papan tulis. Haifa berhasil membulatkan matanya.

Hell? Kini Haifa tahu dengan siapa ia berhadapan. para siswa Ahaw, tentulah bukan anak-anak biasa. Mereka adalah para natural genius yang terlahir di dunia.

Rahasia [AHAWFest]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang