Satu: Kencan di Akhir Desember

69 6 2
                                    

MIA MENATAP jalanan yang sibuk dari jendela apartemen. Ia menyesap sedikit coke yang ditemukannya di dalam kulkas.

Setelah merentangkan kedua tangan dan melemaskan kaki-kakinya, ia melompat ke sofa lalu bersiap-siap tidur ketika mengingat sesuatu.

Mia belum makan malam. Jadi ia berlari cepat menuju ke dapur dan memeriksa kulkas lagi. Tidak ada satu pun makanan yang layak dimakan. Hanya tersisa pizza basi dan es batu.

Mia melirik ke arah jam tangannya. Delapan malam. Makanannya sebentar lagi datang. Tepat setelah ia memikirkan itu, bel interkomnya berdering keras.

Ia kembali berlari menuju ke pintu dan menemukan seorang pria berdiri dengan muka sumringah di layar interkom.

Mia langsung membuka pintu.

Pria yang dilihatnya berada di layar interkom tadi sekarang berdiri di samping seorang wanita berambut sepunggung yang memakai gaun merah, mereka berbincang sejenak sebelum menyadari ada seseorang yang berdiri di depan pintu.

"Oh hai!" sapa wanita itu dengan raut muka terkejut, lalu ia berpaling ke arah si pria. "Apa kita salah kamar, Rein?"

"Tidak. Ini benar apartemenku," jelas si pria yang dipanggil Rein.

"Tapi-" Mata si wanita membulat ke arah Mia dan berpaling kembali ke si pria, seakan minta penjelasan. "Gadis ini-"

Seolah hafal dengan situasi canggung seperti itu, Mia menjabat tangan si wanita sambil tersenyum lebar. "Aku sepupunya, Mia Homes."

Rein mengangguk, membenarkan. "Lindsey, ini Mia Homes. Mia, ini Lindsey McMuff."

Raut muka tegang Lindsey McMuff perlahan-lahan mengendur dan berganti menjadi senyum lega. "Oh, senang bertemu denganmu, Mia."

"Aku juga," balas Mia lalu memutar kepalanya ke arah si pria dan menarik pria itu agar sedikit menjauh dari sana.

Setelah merasa cukup jauh, gadis itu berbisik. "Kau tidak membawa pesananku ya?"

Rein menggeleng lalu memekik seolah baru mengingat sesuatu. "Aku sibuk. Kau beli saja sekarang. Tapi pakai uangmu sendiri."

Mia mendecak kesal dan memeriksa kemeja pria itu, tidak percaya dengan kata-kata yang dikatakannya.

Setelah melakukan hal yang sama dengan celana dan sepatunya, ia menyerah. "Pria macam apa yang tidak membawa uang saat kencan?"

"Mungkin, pria yang akan kencan makan malam di rumahnya sendiri. Batalkan pizza-nya, beli bahan makanan. Aku akan masak makanan super spesial untuknya malam ini. Sisa makanannya mungkin bisa kuberikan untukmu."

Kedua alis Mia saling bertautan. "Spesial? Memangnya ada apa hari ini?"

Setelah berpikir selama sepersekian detik, ia lalu memekik. "Jangan bilang kau akan-Ya ampun! Aku tidak bisa menghadapi ini lagi. Orang seperti kau seharusnya-"

Rein memotong perkataan Mia dengan tatapan yang langsung membuat gadis itu diam. Ia lalu melirik ke arah Lindsey, menerka apakah wanita itu mendengar teriakan histeris Mia tadi.

Setelah memastikan wanita itu sedang sibuk dengan lipstiknya, ia mendorong tubuh gadis itu ke arah lift. "Beli bahan makanan dan cepat pulang."

"Kau belum membayar hutangmu minggu lalu. Dan aku tidak punya jaminan kau akan membayar hutang-hutangmu nanti. Lagi pula, bahan makanannya kan mengisi kulkasmu. Aku tidak mendapat keuntungan apapun!"

Sekarang Rein yang mendecakkan lidah kemudian menunjuk perut kecil gadis itu. "Kau lupa ya? Aku yang memberikan makan malam setiap hari untuk perut malang itu. Aku bisa saja menghentikan asupan nutrisi yang seimbang untuknya dan membiarkan perutmu itu makan makanan pinggir jalan setiap malam. Bagaimana? Bukankah itu terdengar seperti jaminan yang bagus dan menguntungkan untukmu?"

Stay at HomesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang