Dua: Rencana Rein

52 4 1
                                    

REIN MENATAP layar laptop di hadapannya dengan mata yang nyaris terpejam. Bekerja di gedung tertinggi di Seattle mungkin menjadi impian besar bagi sebagian orang, tapi ia lebih menganggap itu sebagai pemborosan masa mudanya.

Ia mungkin masih menganggap semua hal di kantornya menarik selama seminggu tapi ketika semua pesta penyambutan karyawan baru sudah lewat dan euforia karena bekerja di perusahaan terbesar di Seattle sudah menguap, yang tinggal sekarang hanyalah tugas yang menumpuk di sudut meja dan harapan kecil agar waktu cepat berjalan menuju sabtu malam.

Ponselnya berdering ketika Rein mulai memikirkan makan malam apa yang akan ia masak hari ini.

Kursinya yang sudah terdorong hingga ke sudut ruangan akhirnya ia tarik kembali ke depan meja dan mengangkat ponsel itu di dering yang kelima.

"Hal-"

"Florida benar-benar menyenangkan. Dan tambahan, gadis-gadis disini punya tubuh bagus. Kurasa kau pasti berpikir untuk segera menikah jika pergi bersamaku lain kali."

"Yang benar saja," erang Rein malas, lalu melanjutkan dengan ketus. "Aku sedang bekerja sekarang. Jangan ganggu aku."

"Tuan Probes, sepertinya kau sudah gila kerja sekarang. Jika kau berencana menabung untuk membangun apartemen di planet Mars maka lupakanlah. Kurasa kau sebaiknya menikah saja, dan oh ya, peramalku mengatakan ini tahun yang bagus untuk memulai kehidupan berumah tangga. Jangan sia-siakan sisa tahun ini atau kau akan-"

Rein menutup ponselnya dengan hentakan keras, ia sudah mati bosan sekarang dan mendengar suara ibunya yang cerewet dengan seluruh cerita gadis Floridanya benar-benar tidak membantu. Ia mungkin tidak ingin mendengar suara apapun selain-

Tepat saat ia memikirnya, ponselnya berdering lagi. Kali ini ibunya mengirim pesan.

Habiskan sabtu malammu kali ini dengan membeli baju baru untuk berkencan minggu depan, kenalan ibu yang satu ini benar-benar menyenangkan, salam hangat dan ceria dari Florida.

Rein tidak perlu repot-repot membalas pesan ibunya karena apapun yang ia lakukan untuk menolak, ibunya akan terus bersikeras.

Jadi, laki-laki itu lebih memilih untuk mengecek playlist di ponselnya. Jarinya bergeser dari satu lagu ke lagu yang lain, tapi tak ada yang dirasa sesuai dengan suasana hatinya.

Setelah tidak kunjung mendapat hal yang bisa dikerjakan, ide mulai merayapinya. Dengan senyum lebar, ia mulai mengetik nomor di panggilannya.

"Aku sedang bekerja. Jangan ganggu aku."

Suara ketus seorang gadis memenuhi ruangan kerja Rein namun ia tidak merasa keberatan.

Ia sedang bosan sekarang dan tak ada pilihan yang lebih menarik selain menganggu seseorang dan orang yang paling menarik untuk diganggu adalah gadis itu.

"Hai, gadis sibuk. Jam berapa kau bisa keluar malam ini?" tanya Rein santai, tampak tidak terganggu sama sekali dengan omelan gadis di ujung teleponnya. "Haruskah aku membawamu jam delapan, seperti biasa?"

Gadis itu awalnya diam dan membiarkan situasi canggung namun di menit ketujuh selanjutnya-ketika Rein tidak membuka mulutnya bahkan untuk satu kata-ia melanjutkan dengan suara kesal yang ditahan.

"Tidak tidak, jam delapan terlalu awal untukku. Tugasku banyak. Jam sepuluh, tidak lebih dan tidak kurang."

"Baiklah kalau begitu, tunggu aku di halte terdekat jam sepuluh nanti."

"Kenapa harus di halte? Kau bisa langsung datang ke tempatku bekerja, Rein!"

"Rein? Aku sopir bus langgananmu. Rein Probes tidak akan menghabiskan waktunya yang berharga hanya untuk menelpon apalagi menjemputmu."

Stay at HomesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang