Bagian 4

546 25 2
                                    

Haiii,,, Haiiii,,, merindukan saya?? *Geer* hehehehe... Maaf update-nya kelamaan, daaann terimakasih sebesar-besarnya karena sudah membaca cerita saya *menunduk*

 Well, selamaaatt membacaaaa.... :D :D :D :D

 **************************************************************************************************************

 “Apa ini rumah kita?” tanyaku takjub mendapati rumah yang kami tempati sedemikian mewah.

“Ya, ini rumah kita,” jawab Damar sambil tersenyum sambil membuka pintu mobil dan memutari mobil untuk membuka pintu mobilku, tetapi semua berjalan lambat, aku seakan tersedot ke kejadian lalu, mendapati diriku berada di mobil yang sama, dengan reaksi takjub yang sama, tetapi menggunakan baju yang berbeda, aku masih memakai gaun pengantinku, dan Damar dengan jas pengantinnya membuka pintu mobilku, sambil tersenyum bahagia menggendongku, dan berkata, “Selamat datang di rumah kita.”

  “Apa kau mengingat sesuatu?” tanya Damar mengembalikanku ke waktu sekarang, dan ketika ingin menggendongku aku melarangnya.

  “Izinkan aku berjalan,” pintaku dan dia mengangguk, membawaku masuk ke dalam rumah.

             Begitu pintu rumah terbuka, aku mencium bau khas pewangi ruangan yang bercampur dengan wangi segar bunga yang ada di vas. Semua masih sama, semua masih berada di tempatnya seperti saat aku pertama kali masuk ke dalam rumah ini saat itu. Dengan yakin aku melangkah ke tangga, menuju kamarku, dan ketika aku merasa yakin menemukan kamarku, aku menoleh ke arah Damar yang mengamatiku sedari tadi, meminta izinnya untuk membuka pintu dan dia mengangguk.

 Aku melihat kamar yang indah, elegan tetapi tetap tidak meninggalkan kesan maskulin di dalamnya, aku mengingat Damar yang membaringkanku di ranjang saat itu, mencumbuku, merayuku, memintaku melakukan kewajibanku sebagai seorang istri, dan adegan demi adegan yang berputar di kepalaku membuat pipiku merona merah.

Ada yang salah di sini, saat itu aku tidak melakukannya dengan bahagia, saat itu aku merasa ini semua kesalahan, tetapi apa? Dengan yakin aku menuju ranjang, duduk di tepinya, meraba seprei satin itu, mencoba mengingat apa yang salah, dan kenangan lain menghantam kepalaku.

**********

Saat itu, aku mengantarkan dia masuk ke dalam kamar ini dalam keadaan setengah mabuk setelah mereka merayakan keberhasilan Kak Dhita yang mendapatkan pekerjaan pertamanya. Aku mengantarkannya karena tidak mungkin aku membiarkan Damar menyetir malam-malam dalam keadaan setengah mabuk seperti itu setelah mengantarkan Kak Dhita yang mabuk berat.

 Tetapi tepat ketika aku hendak meninggalkan kamarnya, dia menarikku hingga aku berada tepat di bawahnya, dia menindihku posesif, mencumbuku.

  “Aku mencintaimu Aileen Maheswari, sangat mencintaimu, tidakkah kau tahu perasaanku selama ini?” ucap Damar di tengah-tengah cumbuannya, membuatku terhenyak, dia mencintaiku? Bagaimana bisa? Kami jarang berada dalam kesempatan yang sama, selalu ada Kak Dhita diantara kami.

 “Sejak kapan?” tanyaku memberanikan diri, menyadari bahwa omongan orang yang sedang mabuk adalah kejujuran, kejujuran yang tak mampu dia ucapkan ketika dia dalam keadaan sadar.

 “Sejak pertama kali aku melihatmu, kau sedang asyik bermain piano tanpa menyadari kehadiranku,” jawab Damar yakin dan kemudian menciumku penuh keyakinan, merayuku, memaksaku membuka sisi terliarku, hingga kemudian aku sadar, ini semua salah, ini semua tidak benar, dan aku memberontak, mencoba melepaskan diri darinya, tetapi tidak bisa, dia jauh lebih kuat, dalam keadaan setengah mabuk pun aku tidak bisa melawannya.

Serpihan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang