Haiii,,,, Haiii semuaaa,,,, maaappp kelamaan update, terjadi sesuatu yang mengakibatkan Vie terlambat update (sok banyak yang nungguin).
Selamaaaaatttt membaca bagian terakhir dari "Serpihan Waktu" .... :D
**************************************************************************************************************
Tak terasa sudah 1 tahun semua berlalu, dan aku sudah mulai kerasan tinggal di sini, India, negeri dengan sejuta pesona. Akhirnya impianku tercapai, aku bisa berada di sini, mempelajari sejarah-sejarah kerajaan di sini. Sesuai permintaan Kakak, aku meninggalkan Damar, serta seluruh keluargaku tanpa pesan apa-apa.
Damar, apa kabarnya sekarang? Bagaimana dia? Sedang apakah dia? Masihkah dia mengingatku? Ah, aku bodoh, tidak mungkin dia masih mengingatku, aku sudah menyakitinya sedemikian rupa, dia mungkin sudah menikah dengan Kakak. Aku melihat jari manisku, kosong, aku meraba bekas cincin kawin di jari manisku, menghela nafas pasrah.
Aku sangat merindukan rumah, aku tidak menghubungi mereka selama 1 tahun ini. Apa kabar mereka semua? Apa mereka sudah tahu bahwa aku sudah mendapatkan ingatanku kembali? Dering telepon membuyarkan lamunanku, siap yang meneleponku?
“Aileen, sudah waktunya kau pulang,” perintah Kakak mengganti kata ‘halo’.
“Apa kakak yakin?” tanyaku menutupi perasaan bahagiaku.
“Ya, waktuku tidak banyak, pulanglah hari ini juga, aku sudah menyiapkan semuanya,” perintah Kakak dan tak lama dia menutup teleponnya.
Dengan riang aku membereskan pakaianku, merasa tak sabar untuk bertemu dengan mereka semua. Tetapi, tunggu dulu, apa yang harus aku katakan kepada mereka? Apa mereka mau memaafkanku? Tetapi aku tidak punya pilihan lain, Kakak berkata waktunya tidak banyak, apakah itu berarti? Aku menggelengkan kepalaku, menghilangkan semua pikiran buruk yang muncul di kepalaku.
**********
Aku diantar ke sebuah rumah sakit, apakah Kakak dirawat di sini? Dengan ragu aku mengkuti Pak Min, dan ketika sampai aku melihat semuanya ada di sana, Mamah, Papah, Mom dan Dad, tetapi aku tidak melihat Damar, kemana dia?
“Aileen,” panggil Mamah sambil setengah berlari ke arahku dan memelukku.
“Mamah, maafkan aku,” pintaku dan kami menangis bersama.
“Ssshh, tenanglah, kami sudah tahu semuanya, kau tidak salah,” jelas Mamah sambil menggiringku menuju ranjang, dan di sana aku melihat Kakak tak berdaya, dengan berbagai peralatan kedokteran yag aku tak tahu namanya.
Secara bergantian, aku memeluk Papah, Mom dan Dad, setelah itu aku melihat ke arah Kakak, meminta persetujuannya untuk memeluknya, ketika aku melihat senyumnya, aku langsung memeluknya.
“Aileen, maafkan aku. Selama ini aku telah jahat kepadamu, aku berbohong padamu,” pinta Kakak lemah.
“Tidak, Kakak jangan banyak bicara, Kakak harus istirahat,” saranku sambil menghapus air matanya.
“Tidak, waktuku tidak banyak lagi,” ucap Kakak lemah dan berhenti sejenak, “Kakak berbohong padamu waktu mengatakan aku mengidap Tumor otak, aku membohongimu untuk mendapatkan Damar kembali. Aku sehat, setidaknya saat itu, tetapi Tuhan berkehendak lain, ini hukuman untukku karena telah berbuat tidak adil terhadap adik kembarku sendiri,” jelas kakak di sela tangisannya.
“Apa maksud kakak?” tanyaku tak percaya.
“Aku membohongimu, saat itu aku sehat, aku tidak sakit. Itu hanya akal-akalan ku saja untuk memisahkan kalian, tetapi akhirnya aku termakan omonganku sendiri, aku akhirnya mengidap penyakit ini,” ucapan Kakak membuatku seperti tersambar petir, jadi, aku selama ini dibohongi?
“Apa?” aku langsung berdiri, menutup mulutku tak percaya.
“Maafkan aku,” pinta Kakak tak berdaya.
“Mah?” tanyaku meminta kepastian, ini tidak mungkin bukan?
“Iya, sayang, Dhita telah mengakui semuanya kepada kami,” jelas Mamah sambil memelukku.
“Dan dia membutuhkan waktu 1 tahun untuk memberanikan dirinya memberitahu hal ini kepada kami,” aku membeku mendengar suara itu, suara yang sangat aku rindukan, dan aku langsung menoleh ke sumber suara.
“Damar?” gumamku pelan menyerupai bisikan, dia masuk ke dalam tanpa melihat ke arahku, hatiku sakit mendapat perlakuan ini, dia tidak sudi lagi melihatku.
“Damar, aku sudah meminta maaf, tak bisakah kau memaafkan orang yang sedang sekarat?” ujar Kakak sambil mencoba untuk tersenyum.
“Tidak, aku tidak akan memaafkanmu, sebelum kau menepati janjimu,” ketus Damar.
“Aileen, kemarilah,” pinta Kakak sambil mengulurkan tangannya, aku menerima ulurannya, “Aku sudah memisahkan kalian, dan sekarang waktunya aku menyatukan kalian lagi,” ucap Kakak lemah sambil memberikan tanganku kepada Damar yang berdiri di sampingnya.
Kakak,” sergahku sambil mencoba melepaskan tanganku, tetapi Damar justru menggenggamnya semakin erat, sehingga aku tidak bisa melepaskan tanganku.
“Tidak, Aileen, ini sudah waktunya. Perceraian kalian tidak pernah aku daftarkan ke pengadilan, sehingga sampai saat ini kalian masih berstatus sebagai suami dan istri,” jelas Kakak semakin lemah, “Berbahagialah, maafkan aku,” pinta kakak dan seketika itu juga suara detak jantung Kakak melemah, dan dengan sigap Papah menekan tombol emergency dan tak lama dokter datang.
Semua terjadi begitu cepat, dokter telah berusaha semampunya, tetapi Kakak tidak tertolong, aku hampir saja ambruk jika bukan karena Damar yang masih merangkulku, dan ketika air mataku semakin menjadi, dia membawaku ke pelukannya, menciumi pucuk kepalaku, dan menenangkanku.
**********
“Aileen, ayo masuk, ingat kau sedang hamil,” pinta Damar sambil mengecup mesra pucuk kepalaku, malam ini 2 tahun tepat sejak kepergian Kakak, dan kami baru saja pulang mengunjungi makam Kakak, ritual yang selalu kami lakukan semenjak kepergian Kakak.
Setelah kejadian itu, Damar menceritakan semuanya, bahwa dia tidak pernah menyerah mencariku, dia tak pernah berhenti memaksa Kakak untuk memberitahukan keberadaanku.
Hingga akhirnya dia mendapatkan informasi akurat dimana aku berada, dia langsung menyusulku, dia bahkan berencana untuk memaksaku pulang, tetapi begitu melihat wajahku yang berseri-seri di setiap kunjunganku ke tempat-tempat bersejarah di India, dia mengurungkan niatnya, dan menyadari, bahwa aku telah kehilangan kesempatanku mengejar impianku karena pernikahan itu.
Dia bahkan rela hanya bisa memandangiku dari jauh, mengamatiku, membantuku selama di sana bahkan tanpa aku ketahui dia ternyata yang membiayai semua keperluanku yang tadinya aku pikir itu semua dari Kakak.
“Iya, aku masuk,” jawabku sambil tersenyum, dia tidak berubah, selama 2 tahun ini dia selalu memperlakukanku lembut, penuh kasih sayang, dan diam-diam dia telah mencuri hatiku, entah sejak kapan. Membuatku dengan ikhlas menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri. Maafkan aku, Kak, karena telah mengambil cahaya hidupmu dan menjadikannya cahaya hidupku. Dan terimakasih karena kau akhirnya merelakan kami...
---TAMAT---
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Waktu
RomansaTerbangun dan tidak bisa mengingat apapun, sungguh mengerikan. Aku tidak bisa mengingat nama, umur, alamat dan hal-hal kecil lainnya tentang diriku. Ini pasti cuma mimpi, ini mimpi!! Tetapi ketika aku menggerakkan badanku, aku merasakan sakit, selan...