Bagian 5

475 23 0
                                    

Haiii,,, Haiii,,,, kawaaann semuaaaa... terimakasiiihhh atas kesediaan kawan semua untuk me-vote daaannn membaca cerita Vie di sini... *nunduk*

 Cerita Serpihan Waktu ini akan tamat di Bagian 6, jadiiiiiiii 1 Bagian lagi tamat... semogaaaaa berkenan di hati kawan semuaaa......

 Selamat Membacaaaaaaa......

**************************************************************************************************************

“Jadi, kau sudah mulai mengingat semuanya sayang?” tanya Mamah, terpaksa malam itu Damar mengumpulkan seluruh keluarga di rumah Mamah dan memberitahukan perkembanganku.

 “Iya Mah, aku mulai mengingat sedikit demi sedikit, tetapi aku masih merasa ada yang kurang, ada hal yang sangat penting yang justru belum aku ingat,” jawabku menunduk, tak berani menatap wajah-wajah yang mengharapkanku bisa mmengingat semuanya.

 “Hei, tak apa, jangan kau paksakan, ingat pesan Dr. Dyah,” hibur Ibu Mertuaku sambil mengelus bahuku, aku hanya bisa menghela nafas pasrah.

 “Baiklah, lebih baik kita makan sekarang, perutku sudah lapar,” ajak Papah memecah kesunyian dan langsung disambut tawa renyah semua keluarga.

“Pah, Kakak kemana? Apa dia tidak ikut makan bersama kita?” tanyaku dan membuat semua diam membeku.

“Tidak, sayang, Kakakmu tidak tinggal di sini lagi sejak kau menikah, dia tinggal di apartemen yang disediakan kantornya,” jelas Mamah sambil menggiringku ke meja makan, diikuti semua keluarga.

**********

“Apa kau tahu dimana apartemen Kakak?” tanyaku kepada Damar saat kami dalam perjalanan pulang ke rumah.

 “Aku tidak tahu, kami sudah lama tidak bertemu langsung sejak kita menikah,” jawabnya dan seperti teringat sesuatu dia melanjutkan, “Tunggu dulu, Mamah pernah menyebutkan kalau dia tinggal di sekitar Kuningan, ada apa?” tanyanya sambil melihat ke arahku walau sesekali dia melihat ke arah jalan.

 “Kuningan? Apakah itu tempat dimana aku mengalami kecelakaan?” tanyaku penasaran.

 “Ya, benar. Kenapa sayang? Apa kau mulai mengingat sesuatu?” tanya Damar cemas.

 “Tidak, hanya saja, berarti benar dia orang terakhir yang ku temui sebelum kecelakaan itu,” jawabku dan dia mengangguk. Dadaku berdegup kencang, jadi, benar, ada sesuatu antara kami sebelum kecelakaan ini, sesuatu yang sangat penting yang tak mampu ku ingat.

 **********

             Damar sudah mulai normal bekerja, tetapi dia masih rutin menelepon dan selalu menyempatkan waktunya untuk makan siang di rumah bersamaku di sela-sela kesibukannya. Aku sedang asyik merangkai bunga ketika aku menerima paket dokumen. Aku belum berhubungan kembali dengan teman-teman dekatku semenjak kecelakaan itu, dan mereka seakan memberikanku waktu untuk bisa mengingat mereka. Lantas, siapa yang mengirimiku paket ini?

Dengan penasaran aku membuka dokumen itu dan tersentak melihat isinya, ini, ini surat perceraian! Dan jelas sekali di sini aku yang menggugat cerai Damar, belum sepenuhnya pulih dari keterkejutanku, teleponku berdering, dan tertera nama Kakak di Caller ID.

“Halo?” jawabku dengan tangan gemetar menahan kaget.

“Kau pasti sudah menerima paket yang aku kirimkan bukan? Dan aku sudah mendengar mengenai ingatanmu yang mulai kembali, ku harap kau akan mengingat semua janjimu kepadaku begitu membaca dokumen itu,” jelas Kakak, “Aku masih menunggumu menepati janjimu kepadaku tepat di hari pernikahanmu, dan itu tepat 1 minggu dari sekarang, manfaatkan waktumu sebaik mungkin,” lanjutnya dan tanpa menunggu jawabanku, Kakak sudah menutup teleponnya.

Serpihan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang