Bagian 1

780 25 0
                                    

Aileen POV

“Aku benci kamu!!” teriak seorang wanita tinggi di depanku, siapa? Siapa dia? Kenapa aku seolah seperti sedang berdiri di depan cermin?

  “Keluar!! Aku tidak mau melihat wajahmu itu!!” lanjutnya sambil melemparkan sesuatu ke arahku, tetapi aku tidak mampu bergerak, aku hanya diam dengan pasrah menerima apapun yang dilemparkan ke arahku.

 “Aileen, awass!!!” suara itu, suara dari lelaki di belakangku membuatku terhenyak.

 Aku langsung terduduk, ternyata hanya mimpi, ketika ku edarkan pandangan sekeliling, semua serba putih, tanganku terasa sedikit kaku, ternyata ada selang infus di tangan kiriku, dan lelaki di sebelahku tampak tak terganggu dengan mimpiku karena dia masih tertidur pulas dengan tangannya yang memeluk perutku, lelaki yang sama yang ada di mimpiku tadi, lelaki yang mengaku sebagai suamiku.

 Sudah 4 hari aku dirawat, mereka bilang aku amnesia karena tidak bisa mengingat apapun ketika ku terbangun, aku bahkan tak bisa mengingat namaku sendiri. Dan sudah 4 malam pula berbagai mimpi datang, sekelebat ingatan yang aku tak bisa mengingatnya hingga sekarang. Dokter mengatakan itu hal yang bagus, tetapi kepalaku selalu terasa sakit setelah aku mengalami itu semua.

 Lelaki di sebelahku bergerak, tetapi tetap tidak membuka matanya, sepertinya dia sedang bermimpi. Aku perhatikan wajah tampannya, hidungnya yang sempurna, bibirnya yang merah merekah, jambangnya yang mulai tumbuh, rahangnya yang tegas, jakunnya yang naik turun, dadanya yang bidang, lengannya yang kekar, perutnya yang sempurna, dia seakan malaikat yang turun dari langit, bagaimana bisa aku menikah dengan lelaki sesempurna dia?

 Tetapi semua bukti yang dibawanya 1 hari setelah aku sadar dari koma selama 5 hari benar-benar membuktikan bahwa kami resmi menikah 2 bulan sebelum kecelakaan, apakah mungkin aku seberuntung itu? Aku memang tidak bisa mengingat apapun, tetapi aku bisa merasakan ada yang salah, ada sesuatu yang hilang dan mereka tidak menceritakannya kepadaku.

 Sedangkan lelaki ini, lelaki yang bernama Damar Aditya Daniswara, selalu meyakinkanku bahwa tidak ada yang salah, kami menikah karena kami memutuskan untuk menikah, bukan karena alasan lain. Dia membuktikan semua ucapannya, dia selalu bersikap lembut kepadaku, bersabar menjawab semua pertanyaanku. Dia tak pernah meninggalkanku, dia selalu ada di sampingku, bahkan untuk mandi dan berganti pakaian dia lakukan di kamar VVIP ini.

 Dia melakukan pekerjaannya dari sini, memerintahkan seseorang melalui telepon untuk melakukannya, dan untuk tidur, dia tidak mau tidur di ranjang yang telah disediakan, dia lebih memilih tidur di ranjangku, setelah dokter memastikan hal itu tidak akan mengganggu pemulihanku pastinya.

Dan anehnya, aku bahkan merasa nyaman ada di pelukannya setiap malam, merasakan setiap debaran jantungnya, helaan nafasnya di pucuk kepalaku, seakan-akan itu semua lagu nina bobo untukku. Mungkin yang dikatakannya benar, mungkin memang itu satu-satunya pilihanku, bahwa aku memang harus percaya padanya.

 Aku melepaskan pelukannya di perutku, mencoba untuk berdiri, namun ketika aku membalikkan badanku, aku merasa lenganku ditahan, dan aku mendapati dia sudah terbangun.

“Mau kemana, sayang?” tanya lelaki itu setengah mengantuk.

“Aku, aku mau ke kamar mandi,” jawabku tergagap karena masih belum terbiasa panggilan ‘sayang’nya kepadaku, dan dengan sigap dia bangun dan membantuku menuju kamar mandi.

 Setelah dia selesai menggantungkan infusku dia masih berada di sana, tidak beranjak, dan tidak ada keinginan untuk meninggalkanku sendirian di kamar mandi, lalu bagaimana aku bisa melakukan apa yang ingin ku lakukan jika dia tetap ada di sana? Kami mungkin sudah menikah, dan entah bagaimana kebiasaan-kebiasaan kami sebelum kecelakaan itu, tetapi aku yang sekarang jelas berbeda dengan aku yang dahulu, mengapa dia tetap bersikap seperti ini?

Serpihan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang