WAKE ME UP WHEN SEPTEMBER ENDS

92 10 3
                                    


Listen to the  Wake Me up When September endsby Green Day when read this 

Summer has come and passed

The innocent can never last

wake me up when September ends

Tidak pernah terjadi hal-hal khusus di bulan September yang membuat Jungkook merasa itu adalah hari penting yang harus selalu diingat. Ia berharap begitupula dengan hari ini. Tidak banyak ingatan yang ia punya dan reaksi yang bisa ia tunjukkan. Ia hanya terlalu terkejut dan belum bisa menerima kenyataan tapi tetap tidak ada yang bisa menolongnya.

Semuanya sudah terlambat.

Semuanya terlalu tiba-tiba. Tanpa aba-aba dan persiapan semuanya terjadi begitu saja. Bahkan tidak sempat terucap sepatah kata perpisahan pun. Ketika ibu menelepon di tengah malam, Jungkook bahkan hampir memutuskan untuk mengabaikannya. Malam itu ia sangat lelah karena berlatih untuk pertandingan dance—kegiatan di luar sekolah yang secara diam-diam ia ikuti, minggu depan. Dengan setengah hati ia mengangkat panggilan ibunya, selama beberapa detik terdiam untuk mencerna perkataan ibu dan tidak berapa lama setelah itu ia menemukan dirinya duduk di pinggir tempat tidur—tanpa sadar menangis. Ketika ia pergi ke sini pun tidak ada kesan yang baik diantara mereka berdua, dan ketika salah satu diantaranya pergi bahkan tidak sempat saling bertukar tatap barang sebentar.

Kakaknya menjemputnya. Setelah urusan ijin selesai ia masuk ke dalam mobil dalam keadaan diam. Tidak ada yang berusaha memulai pembicaraan. Begitupula dengan Seokjin, ia tahu ini semua terlalu berat bagi mereka semua.

Kecelakaan

Semuanya terlalu tiba-tiba.

wake me up when September ends

---

"Pesan terakhirmu Jungkook." Seokjin menyenggol Jungkook untuk maju ke depan, memberikan penghormatan terakhir.

Jungkook berjalan perlahan dan memberikan penghormatan terakhir. Ia tidak pandai berkata-kata manis seperti Seokjin jadi ia memutuskan untuk mengungkapkan segalanya di dalam hati dan hanya mengucapkan satu kalimat singkat. "Semoga kau bahagia di sana, ayah."

Jungkook menangis.

Tentu saja.

Merasa kehilangan.

Tentu saja.

Merasa bersalah, apa lagi.

Hanya saja entah kenapa ia tidak pernah menginginkan orang-orang melihat keadaan terpuruknya. Setelah mengatakan pesan terakhir ia segera meninggalkan ruangan berduka. Ibu hampir saja menahan Jungkook saat Seokjin melarangnya. Ia tahu adiknya butuh waktu untuk menerima kenyataan ini karena Seokjin tahu diantara semuanya, Jungkooklah yang paling tersakiti.

wake me up when September ends

---

like my father's come to pass

seven years has gone so fast

wake me up when September ends

Jungkook masuk ke dalam kamarnya. Kamar yang sudah ditinggal selama satu tahun karena ia bersekolah berasrama khusus laki-laki. Ia tidak pernah berpikir akan merindukan sosok itu. Ia bahkan pergi dengan kata umpatan untuknya. Disela-sela umpatannya ia selalu berharap laki-laki itu mati. Lihatlah, ketika Tuhan mengabulkan do'anya. Ia bahkan tidak mengucapkan terima kasih karena do'anya telah terkabul.

Hubungan mereka tidak pernah akur. Ia bukan Seokjin yang mau saja menurut terhadap kehendak ayah. Ia bukan Seokjin yang mau belajar hukum dan meninggalkan impiannya menjadi seorang koki. Ia Jeon Jungkook. Ia punya mimpi ingin menjadi seorang penari tapi ayahnya selalu menganggap remeh profesi itu, pekerjaan yang tidak memiliki masa depan, menurutnya.

Jungkook tidak paham tolak ukur kesuksesan ayahnya. Ayahnya ingin ia menjadi pengaca, dokter, dosen, pembawa berita atau pekerjaan semacamnya yang menurut ayahnya pekerjaan bermartabat. Tapi Jungkook tidak paham apa itu bermartabat karena yang ia tahu adalah ia suka menari dan ia hanya melakukan apa yang ia suka. Sesederhana itu.

Di awal bulan September untuk yang pertama kali di dalam hidupnya Jungkook merasa dunia berhenti pada rasa sakit di dadanya. Ia tidak tahu rasanya akan sesakit ini. Ia tidak tahu September akan sekejam ini.

"Jungkook, ayo makan malam." Suara ibu terdengar dari luar.

Jungkook diam, tidak menyahut—malah mempererat pelukan pada kakinya.

"Sejak pagi kau mengurung diri terus, keluarlah sayang." Bujuk ibunya.

Diantara 12 bulan tidak ada satu pun yang dianggapnya istimewa. Tidak Januari, Februari bahkan September ketika usianya genap bertambah satu angka. Tapi September begitu kejam padanya. Baru empat hari yang lalu ia genap berusia 17 tahun. Menolak saat ibunya mengajak makan malam di luar bersama keluarga dengan alasan sibuk padahal alasan sebenarnya hanya karena ia membenci eksistensi ayahnya. Melihat ayahnya selalu membuat emosinya tersulut.

Jungkook meringkuk di atas tempat tidur. Selain ucapan selamat tinggal ternyata ia belum mendengarkan ayahnya mengucapkan selamat ulang tahun. Dulu ia tidak pernah peduli dengan perayaan ulang tahunnya. Ia tidak peduli jika ayahnya melupakan hari kelahirannya tapi kali ini September benar-benar merubah segalanya.

"Ibu—" Jungkook menggantung kalimatnya. "Tolong, bangunkan aku ketika September berakhir."

Hening, tapi Jungkook tahu kalau ibunya mendengarkan. Mungkin hanya sedang menahan tangisnya saja.

"Ketika September berakhir, jangan lupa buka laci di meja belajarmu. Seseorang berniat memberikannya ketika bertemu denganmu di 1 September. Jika kau sudah tidak sibuk lagi, buka dan lihatlah!"

Kali ini Jungkook tidak mampu menahan tangisnya lagi. Ia menangis seperti anak kecil yang kehilangan ibunya di pusat perbelanjaan. Meluapkan semua kesedihan bercampur amarahnya. Itu ayahnya. Ia tahu itu ayahnya. Seseorang yang ingin bertemu di awal bulan September adalah ayahnya. "Tolong, tolong bangunkan aku ketika September sudah berakhir."

as my memory rests

but never forgets what I lost

wake me up when September ends

FIN


FICLET COLLECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang