Ta'aruf

14.6K 553 14
                                    

"Maka apabila kamu telah selesai (dalam suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya kepada Rabb-mu lah hendaknya kamu berharap." (QS. Al-Insyirah: 7-8).

~°~

"Nin, makasih yah tumpangannya." Aku segera turun dari jok penumpang, motor Nina.

"Ya. Sama-sama. BTW, besok libur mau ke mana?" Nina masih duduk di atas motornya dan aku sudah berdiri di depan gerbang rumahku.

"Nggak tahu, nih. Paling di rumah," balasku sambil menggendikkan bahu.

"Eh, Mas Wahyu pulang, Rin?" tanya Nina.

"Enggak, kok. Masih di Batam. Emang kenapa?" tanyaku tidak paham.
Kenapa Nina nanya Bang Wahyu?

"Lah, itu mobil siapa?" Nina menunjuk ke arah teras rumah.

Aku segera menoleh ke teras rumah.
Terparkir mobil Ertiga berwarna hitam di teras rumah.
"Oh. Mungkin tamu Bapak. Ya sudah, aku masuk, yah. Makasih buat tumpangannya. Kamu hati-hati di jalan." Aku beranjak mendekati pintu pagar.

"Ok. Aku pulang, yah. Salam buat Bapak sama Ibu." Nina tengah memakai helmnya dan segera melambaikan tangan sebelum motornya melaju.

Aku membalasnya dengan hal yang sama. Aku segera melangkah memasuki teras rumah.
"Assalamu'alaikum." Aku mengucapkan salam ketika di ambang pintu saat aku akan memasuki rumah.

"Wa’alaikumussalam," jawaban serempak terdengan dari dalam rumah.
Aku menatapi orang-orang yang ada di ruang tamu. Seketika pandanganku terpaku pada sosok pemuda yang mengenakan baju kokoh biru muda, panjang sebatas lengan, memakai celana bahan dan memakai peci putih. Dia tengah duduk bersebelahan dengan dua orang, tapi seumuran dengan Bapak dan Ibu.

"Ndo. Kamu sudah pulang?"

Sapaan Bapak membuatku segera mengalihkan pandanganku dan terpaksa aku harus mengembangkan senyum pada tamu-tamu Bapak.
Aku segera mencium tangan Bapak, Ibu, dan tamu-tamu Bapak bergantian, kecuali pemuda yang saat ini hanya mengatupkan tangannya ketika aku mengulurkan tangan untuk bersalaman dengannya. Membuat aku canggung sekaligus malu.
Aku tidak mungkin ikut duduk di sini, karena aku belum mandi dan masih mengenakan seragam mini market.
"Pak, Karin masuk dulu, mau mandi," pamitku pada Bapak.

Hanya anggukan yang kudapat dari Bapak.
Aku segera memasuki kamarku, merebakhan tubuhku di atas kasur.
Kira-kira tamu Bapak siapa yah? Apa jangan-jangan itu keluarga Pak Aji?
Seketika jantungku berdetak lebih cepat. Antara gugup, bingung dan deg-degan melanda diriku. Aku berusaha tenang dan segera beranjak menuju kamar mandi.

Tok... tok... tok...
Terdengar suara ketukan dari arah pintu ketika aku tengah duduk di meja rias, masih menyisir rambutku setelah mandi. Aku segera melangkah menuju ke arah pintu dan membukanya.
Sosok Ibu berdiri persis di depan pintu kamarku.
"Sudah belum, mandinya? Tuh, ditungguin Bapak di ruang tamu, katanya ada yang mau dibicarakan. Jangan lupa, pakai jilbab sebelum keluar," perintah Ibu.

"Emang, siapa sih tamu Bapak, Bu? Kok, Karin disuruh pakai jilbab segala?" protesku, karena tak biasanya Ibu menyuruh aku memakai jilbab ketika akan menemui tamu.

Ibu segera masuk ke kamarku dan sedikit menutup pintu. Aku jadi bingung dengan tingkah laku Ibu.

"Loh, kamu nggak tahu tamu Bapak?" Ibu menatapku serius.

Aku hanya menggeleng.

"Itu keluarga Pak Aji."

Aku seketika menelan ludahku sendiri. Karena apa yang sedari tadi aku pikirkan ternyata benar. Jadi ...

Maharku Surah Ar-Rahman (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang