#3

25 5 6
                                    

"E-mail itu ... apa maksudnya??!"

-----

From: Kepresidenan Tighton
To: Jeff Diego
Subject: Rules.

1. Pendidikan adalah kewajiban bagi seluruh masyarakat Tighton yang berumur 8-17 tahun.
2. Sekolah dipungut biaya.
3. Setiap warga negara Tighton yang sudah berumur 10 tahun wajib memilih society yang akan ia jalani selama hidupnya. Society terbagi menjadi 4, yaitu:
A. Law (hukum)*
B. Health (kesehatan)*
C. Art (seni)*
D. Sport (olahraga)*
4. Dilarang melakukan hubungan seks sebelum menikah.
5. Pria yang akan menikahi gadisnya diharuskan untuk memapankan kehidupannya terlebih dahulu hingga dinyatakan layak untuk menikah oleh negara.
6. Bayi yang terlahir karena hubungan gelap akan dibuang ke kota terlarang pada saat umurnya menginjak 8 tahun.
7. Bayi yang lahir atas izin negara akan diberikan tanda khusus.*
8. Warga negara yang masih dalam usia pendidikan diwajibkan mengikuti sekolah dari pukul 08.00 am hingga pukul 02.00 pm. Dan diwajibkan belajar di rumah pada jam 07.00 pm hingga 09.00 pm.*
9. Warga negara yang masih dalam usia pendidikan diharuskan tidur pada jam 10.00 pm kecuali esok adalah hari libur.
10. Semua peraturan wajib ditaati apabila dilanggar akan ada hukuman yang harus diterima.

Poin-poin peraturan yang terdapat tanda bintang (*) akan dijelaskan di Istana Presiden pada jam 03.00 pm.

Kalian diberikan waktu untuk berpikir selama 1 jam dari e-mail ini dikirim.

Jika kalian menyetujuinya, silahkan datang ke Istana Presiden batas waktu hingga jam 03.00 pm.

Jika kalian tidak menyetujuinya, cukup diam di tempat dan tepat pada jam 03.00 pm petugas akan datang untuk melakukan tembakan di tempat tepat di jantung kalian.

Sekian e-mail ini disampaikan. Diharapkan kalian mempunyai keputusan yang tepat.

---------

Jeff tidak menyangka isi dari e-mail tersebut. Masih berpikir keras apa yang akan ia lakukan. Keputusannya sekarang adalah penentu hidupnya. Dan dia hanya punya waktu selama 1 jam untuk memikirkan itu. Salah langkah bisa-bisa jantungnya akan meledak. Sungguh ia sangat menyayangi organ berwarna merah muda yang tiap hari bertedak itu.

"Apa salahnya kita mengikuti Mr. Presiden? Jika tidak cocok, tinggal demo atau protes atau apalah itu namanya. Tidak ada salahnya kan untuk beradaptasi? Sepertinya akan seru".

Seorang pria berpakaian kasual memecah keheningan di dalam cafe. Namun tetap menyisakan kebingungan

"Ayolah, jika kau tak cocok dengan apa yang kau lakukan, bergabunglah dengan ku. Tapi, kita harus mencoba beradaptasi terlebih dahulu. Siapa tau ini menguntungkan kita. Bahkan sangat menguntungkan".

Pria itu berargumen lagi. Dan hanya ditanggapi dengan kerutan dahi oleh orang-orang disekitarnya.

Jeff masih berpikir keras. Ia lalu melirik ke arah Matt yang dengan santainya memainkan ponsel pintarnya di tengah kebingungan ini.

"Fansku menanyai pendapatku".

Hanya itu yang keluar dari mulutnya sambil mengangkat bahunya acuh ketika menyadari tatapan dari Jeff.

Jeff melirik keluar cafe. Suasana yang hampir sama terjadi di luar sana. Namun, bedanya sudah terlihat orang yang sedang berjalan menuju Istana Presiden yand berada tepat di tengah-tengah Tighton. Sepertinya mereka menyetujui apa yang tertulis di e-mail itu. Berbeda dengan Jeff. Dia sedang perang batin sekarang.

Jika aku setuju, hidupku akan aman tetapi amat sangat membosankan terlebih lagi aku harus menuruti perintah orang yang sudah menelantarkan diriku di kota sialan ini.

Jika aku tidak menyetujuinya, jantungku akan meledak. Oh, Tuhan rasanya jantung dan otak bodohku akan meledak sekarang juga.

Batinnya masih perang sekarang. Bahkan ia tak sadar jika orang-orang di cafe berangsur-angsur meninggalkan tempat itu dan pergi menuju ke Istana Presiden.

"Earth to Jeff". Suara Matt menyadarkan Jeff dari lamunannya.

"Kau akan ke Istana Presiden? Atau kau lebih memilih jantungmu meledak?". Matt menanyakan keputusan sahabat gilanya itu.

"Entahlah, Matt. Aku belum bisa memutuskan apa-apa". Tukas Jeff frustasi. Ya, dia frustasi denga pilihan yang sedang dihadapinya sekarang.

"Kau masih sayang nyawamu , kan? Buat apalagi berpikir lama-lama". matt mulai geram dengan tingkah laku Jeff. Apa aku tonggal saja bocah ini? Hey, aku masih sayang jantungku. Batin Matt.

"Pertimbanganku sangat berat, Matt. Kau tak mengerti itu". Jeff menampakkan keseriusan pada air mukanya. Bahkan bicaranyapun sangat tegas. Ini jarang sekali terjadi. Saat ini Jeff benar-benar serius.

"Hei, bocah! Apa yang kalian lakukan? Merelakan jantung kesayangan kalian meledak begitu saja? Ayolah, kita hanya punya waktu 20 menit lagi. Kita harus bergegas. Jarak Istana Presiden cukup jauh dari sini. Kita harus sampai sana sebelum jam 3 sore dan aku telah membuang 3 menitku untuk mengoceh dengan bocah labil seperti kalian".

Tanpa pikir panjang Matt menarik lengan Jeff paksa untuk ikut dengannya dan dengan pria itu.

"Kita pakai mobil ini". Ucap pria itu lalu menuju ke mobil sedan berwarna putih yang terparkir tepat di sebrang cafe.

Pria itu mencongkel paksa jendela mobil itu dan masuk melalui jendela yang berhasil dibukanya lalu membukakan pintu untuk Jeff dan Matt.

Sedikit mengotak-ngatik kabel-kabel yang ada di bawah kemudi lalu melajukan mobil itu setelah mesinnya mulai bekerja.

"Errrrr ... kenapa kau tidak menggunakan kunci?"

"Aku tak memiliki itu". Jawab sang pria santai sembari mempercepat laju mobilnya.

"Bagaimana bisa kau tidak memiliki kunci dari mobilmu sendiri?". Entah kenapa, Matt sangat bawel untuk ukuran pria playboy nan angkuh seperti dirinya.

"Apa aku bilang ini mobilku?". Matt menggeleng. Pria itu tertawa renyah dan Matt baru menyadari kebodohannya.

Jeff hanya terdiam. Masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Sampai-sampai ia lupa atau mungkin tak mengetahui bahwa ia sedang menuju tempat yang mejadi pertimbangannya sedari tadi itu.

"Sampai, kau berdua cepatlah turun. Hei, kau si bawel! Cepat sadarkan temanmu kalau kita sudah sampai". Ucap pria itu sesampainya mereka di depan gerbang Istana Presiden. Matt hanya mengangguk.

"Errrr ... apa yang temanmu konsumsi tadi di cafe? Dia seperti korban pencucian otak". Kata si pria yang memperhatikan Jeff yang hanya bengong selama perjalanan.

"Jeff Diegoo!!!!! Kau sadar, huh? Kita sudah sampai!!". Teriak Matt dan itu berhasil menyadarkan Jeff dari lamunannya.

"Hah?? Apa kau bilang? Sampai? Sampai di mana?". Jeff masih linglung rupanya. Sepertinya ia kebanyakan berfikir.

"Kau bisa lihat sendiri, kan? Istana Presiden". Matt menunjuk Istana Presiden yang ada di belakangnya.

Jeff berpikir lagi. Tapi sebelum ia mulai berpikir lebih jauh, Matt telah menarik tangannya keluar dari mobil.

"Thank you, Mr ....." Jeff berterima kasih kepada pria itu telah memberi tumpangan walau sebenarnya dia merutukinya.

"Clinton Gilbert". 

"Oh, Mr. Clinton. Terima kasih atas tumpangannya. Walau sebenarnya saya amat sangat merutuki semua ini". ucap Jeff blak-blak an.

Clinton hanya tersenyum lalu pergi meninggalkan mereka berdua di depan gerbang Istana Presiden.

Jeff menatap gedung putih di depannya. Apa aku yakin dengan keputusan ini?

IMPERFECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang