② - Hurt

198 52 9
                                    

EH! GUE TELAT!!

Aku yang baru saja mengecek jam diponselku langsung segera meloncat dari kasurku bergegas ke sekolah karena sekarang sudah jam 7.15 sedangkan kira-kira perjalananku ke sekolah 15 menit dan jam masuk sekolah adalah jam 7.30.

Setelah mandi seadanya(?) dan berpakaian rapi, aku segera berangkat dan melewatkan sarapan pagiku.

7.31

TRRRRREEETTTTT TREEEETTTT

Bel sekolah sudah berbunyi dan gerbang sekolah juga sudah ditutup oleh satpam tepat jam 7.30

"Ehh!! Aduh pak bukain dong pak pliss ini saya cuma telat semenit aja pak, aduh pak ayolah," aku terpaksa berdiri didepan pagar sekolah memohon diijin kan masuk ke kelas.

"Gak bisa dek, ini sudah telat." jawabnya tegas.

"Aduh ayolah pak sekalii aja, tadi itu macet dijalan pak, aduh ayolah pak,"

Tiba-tiba seorang perempuan berdiri disampingku mengenakan seragam sekolah yang sama sepertiku. Anehnya, pak satpam itu langsung membukakan pintu gerbang sekolah tanpa dia memohon.

Tapi, aku tidak peduli dia siapa, yang penting aku berhasil menyelinap masuk saat dia dibukakan pagar.

"Makasih pak!! Bapak baik deh!! Hari ini bapak juga ganteng!! Hehehe semangat yak pak kerjanya!!" teriakku sembari berhasil masuk dan berjalan ke kelasku.

Aduh moga bu Yani belum masuk

Saat aku tiba didepan kelasku, aku melihat kelas masih ramai dan guru 'galak' itu belum masuk. Aku langsung saja masuk ke kelas dan duduk di tempat dudukku.

"Eh! Cia! Lo tumben telat? Kenapa?" Radit langsung menyapaku dengan pertanyaannya, aku membetulkan nafasku kelelahan setelah berlari tadi.

"Iya- hosh tadi gue telat bangun. Nyokap juga telat- hosh, bokap apalagi. Semua telat dah kecuali pembantu gue."

Bu Yani masuk ke kelas dan semua murid yang tadinya bermain, berbicara, menggosip, semua terdiam. Kami memulai pelajaran membosankan ini.

***

"Dit! Lo boong kan sama gue? Pasti lo nyembunyiin sesuatu! Bilang gak?!" aku masih tetap bersikukuh Radit pasti menyembunyikan sesuatu tentang Rayi.

"Gak ada Cia! Percaya sama gue. Gue gak nyembunyiin apa-apa dari lo." Radit tetap pada pendiriannya bahwa dia tidak akan berkata apapun tentang kejadian yang waktu itu dilihatnya.

Aku menyerah. Mungkin memang benar bukan Rayi yang dilihatnya. Tapi siapa? Kenapa aku tidak boleh melihat juga?

Radit POV

Kalau boleh jujur, sebenarnya yang kulihat bisa sangat menyakiti hati Cia. Aku tidak ingin Cia semakin terpuruk dan merenung. Aku hanya ingin melihat wajah cerianya setiap hari.

Aku langsung memberhentikan mobilku dan tanganku meraih bahunya, "Cia, lo harus percaya sama gue. Gue sama sekali gak boongin lo. Ngapain juga sih gue boongin sahabat gue sendiri? Gak penting!"

Tatapan mata Cia sangat dalam. Dia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.

"Tapi Dit-"

"Udah Cia. Lo gak usah mikir aneh-aneh. Lo kayak bukan Cia yang gue kenal tau gak? Cia yang gue kenal tuh selalu ceria, ngelewatin semua masalahnya pake senyuman, gak termenung terus kayak gini. Lagian lo sedih kan gak bisa kembaliin Rayi juga kan sekarang? Udah jangan sedih. Mungkin dia sibuk. Ya?" aku menatapnya penuh kasih sayang. Aku memang tidak ingin Cia terus bersedih, jatuh semakin dalam kesedihannya.

Hold My HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang