Sudah 3 hari Cia termenung di kamarnya, ia tidak berani keluar kamar, bahkan untuk bertemu dengan orang tuanya saja dia tidak sanggup. Ia keluar kamar hanya untuk pergi ke sekolah karena masih dalam masa Try Out.
"Ci? Ci udah dong Ci, jangan gini terus. Udah 3 hari lo ga ngomong sepatah katapun sama gue. Maafin gue kalo gue ada salah sama lo, Ci." kata Radit berusaha menyamakan langkahnya dengan Cia yang baru saja sampai di sekolah.
"..." Cia masih tidak bersuara sedikitpun. Pandangannya terlihat kosong. Entah apa yang dipikirkannya.
"Ci!" tangan Radit meraih bahu Cia membuat badan Cia menghadap ke arahnya, "dengerin gue. Pulang sekolah, gue anter. Ga pake nolak. Gue tunggu depan kelas lo nanti."
-
Tepat setelah bel berbunyi, Radit langsung bergegas menunggu di depan kelas Cia, seperti katanya tadi. Tak berapa lama setelah Radit di depan kelas Cia, Cia keluar. Masih dengan pandangan kosong, Radit langsung menarik tangan Cia mengajaknya ikut dengannya.
Di mobil, Cia masih diam. Walau sudah beberapa kali Radit bertanya dan memanggilnya, dia masih diam.
"Ci! Udah Ci udah. Gue tau lo khawatir sama Rayi kan? Gue tau lo nyalahin gue karna kejadian itu kan? Gue minta maaf Ci, tapi plis udah stop. Jangan gini. Gue anter ke rumah sakit sekarang."
"NO!!!!! Gue...gue ga berani." Akhirnya Cia menjawab perkataan Radit.
"Ga berani kenapa? Bukan lo yang salah. Harusnya gue yang ga berani munculin muka gue di depan dia. Lo sayang kan sama Rayi? Udah lo temuin dia aja. Gue tau lo pengen tau keadaannya sekarang. Gue ga bisa ngeliat lo murung terus."
"Tapi Dit! Gue...gue ga bisa!! Gue ga mau! Anterin gue pulang sekarang!"
"Ga Ci! Sorry gue ga bisa. Lo harus ke rumah sakit sekarang."
Sesampai mereka di rumah sakit, Radit terus menarik tangan Cia ke kamar Rayi. Saat akan masuk ke kamar Rayi di rawat, salah seorang keluarganya keluar dari kamar tersebut.
"Eh? Temen Rayi?" sapanya lembut.
"Iya tante, mm... Gimana keadaan Rayi?" wajah Cia masih berpaling, dia tidak berani menampakkan wajahnya di depan keluarga Rayi.
"Rayi udah siuman kok dari kemarin. Kok tante ga pernah tau ya, namamu siapa?"
"Oh iya saya Radit tante."
"Oh Radit, terus ini siapa?" tangannya menunjuk ke arah Cia.
"Mm... Ini temen saya. Oh iya pacarnya Rayi belum dateng ya tante?"
"Nah itu, tante juga ga tau, kemana Cia, selama masih belum siuman, Rayi berkali-kali nyebut nama Cia. Dia bilang minta maaf gitu." Cia sangat terkejut mendengarnya. Tapi dia masih belum berani menampakkan dirinya di depan ibu Rayi.
"Oh gitu... Ya udah deh tante, saya pulang dulu ya."
"Lho? Ga mau masuk dulu? Ketemu Rayi dulu aja."
"Eng...nggak usah deh tante, besok aja saya dateng lagi, lagi buru-buru juga. Maaf ya tante. Permisi."
Radit dan Cia pergi begitu saja tanpa menyapa Rayi. Cia terlihat kecewa tidak bertemu dengan Rayi tadi. Pandangan yang kosong berubah menjadi sedih.
Radit POV
"Ci? Lo mau ketemu Rayi kan? Ketemu sekarang aja deh. Gue...gue ngerasa salah sama lo. Gue nurutin lo deh. Mumpung ini juga belom jauh kan, kita balik aja yuk?"
"Besok aja, Dit. Gue belum siap."
Akhirnya kami pulang ke rumah. Aku tidak yakin dengan keadaan Cia, jadi aku menunggu di rumahnya-lebih tepatnya di kamarnya.
Aku berkali-kali bertanya padanya untuk menemui Rayi, tapi dia terus menolak. Meskipun sebenarnya aku tau dia sangat ingin bertemu dengan Rayi, tapi aku tidak mau memaksanya lagi.
-
Pulang sekolah, sesuai janji kemarin, aku mengantar Cia menemui Rayi. Kali ini dia sudah tidak menutup-nutupi wajahnya.
"Per...permisi," sapaku membuka pintu kamar Rayi.
"Eh Dit?" Rayi langsung menyapa balik ketika melihat diriku.
"Yi, ada yang mau ketemu lo nih." dia berusaha bangun dari kasurnya melihat siapa yang ingin bertemu dengannya.
Dengan sedikit menunduk, Cia memasuki kamar Rayi, "CIA?!" Rayi terkejut melihat keberadaan Cia di depannya.
"Ha...hai," kata Cia berjalan ke sisi Rayi. Untungnya kali ini tidak ada keluarga Rayi, jadi aku memutuskan meninggalkan mereka berdua untuk berbicara.
Author POV
"Kamu kemana aja? Aku kangen. Aku nunggu setiap hari, nunggu kamu dateng."
"Mm...maaf, a...aku sibuk." suara Cia masih terbata-bata.
"Iya ga pa-pa. Gimana kabarmu?" Rayi masih dengan wajah berseri bahagianya bertemu dengan Cia.
"Baik, kamu? Udah enakan? Ga ada yang sakit kan?" Ke khawatiran Cia mulai diluapkan.
"Haha... Iya aku udah baikan kok, ada yang masih sakit banget nih!"
"Mana?"
"Nih," tangannya menunjuk ke arah dada sebelah kirinya, "hatiku sakit nungguin kamu ga muncul-muncul."
Cia hanya tersipu malu, senyumnya mulai terlihat kembali muncul menyinari wajahnya.
Keadaan Rayi sekarang masih tidak bisa diajak untuk berbicara soal Shintya. Cia menahan itu. Ia sadar, itu hanya masa lalu, ia tidak ingin hubungannya dengan Rayi renggang lagi karena membahas soal itu. Yang Cia tau, hanya sekarang, Rayi lah lelaki yang dicintainya, lelaki yang tidak akan dilepaskannya lagi.
Beberapa menit kemudian Radit kembali mengintip keadaan Cia dan Rayi, mereka berdua terlihat sedang berbicara dengan senyum yang sama-sama saling menghiasi wajah keduanya, Cia juga menyuapi Rayi makan siang. Radit ikut bahagia melihat Cia bahagia.
-
"Yi, gue sama Cia pulang dulu ya, udah sore."
"Iya Dit, ati-ati. Besok ke sini lagi ya!"
"Sip lah!"
"Bye." Cia berpamitan, masih terlihat canggung diantara mereka.
Radit dan Cia-pun pulang, selama perjalanan Cia tak henti-hentinya tersenyum. Radit terus menggodanya. Bahagia rasanya ketika melihat Cia dan Rayi kembali bersama. Walau Radit juga menyimpan rasa pada Cia, tapi dia lebih bahagia melihat Cia bahagia bersama siapapun pilihan hatinya.
--------
Maafkan sebelumnya karna lama update😂
Ini masih dikit ngestuck jadi maafkan juga kalo rada pendek ga jelas(?)
Terima kasih yang ngikutin!!
Love💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold My Hand
Novela JuvenilKenapa sulit sekali mencari seseorang yang bisa mengenggam erat diriku? Apa tidak ada lagi orang yang setia? Apa memang manusia tidak bisa hanya berpijak pada satu pilihan? Copyright© by redlalic