③ - Back To Normal

137 33 7
                                    

Radit POV

Memang. Aku memendam rasa pada sahabatku sendiri, Cia. Aku jatuh cinta padanya sejak SMP. Itu kenapa aku mendekatinya dan menerimanya sebagai sahabatku. Sebelumnya, aku belum pernah merasakan sebahagia ini bersama seorang wanita yang kusukai. Bersama dengan Cia, kurasa aku lebih bisa memperhatikan diriku dan menyayangi keluargaku sendiri.

Aku mengusap rambutnya lembut, menatap wajahnya dalam, karena aku tidak sanggup menatap wajahnya begitu dalam ketika dia terbangun.

"Gue sayang lo, Ci."

Aku memakaikan selimut dan mencium keningnya, menatapnya sekali lagi, dia tersenyum dalam tidurnya.

***

"Cia, lo itu cewek yang kuat kok. Lo itu tegar. Lo pasti bisa lewatin hal gini doang. Gue-"

"Tapi lo gak tau kan gue udah berjuang banget pertahanin dia, Dit! Lo tau kan berapa banyak cowok yang udah kecewain gue?! Cuma Rayi satu-satunya harapan gue, Dit! Lo gak tau betapa sakitnya hati gue ngeliat dia kayak gitu tadi?! Lo gak bisa rasain apa yang gue rasain!" matanya masih sangat dipenuhi kekecewaan dan kesedihan mendalam melihat kekasihnya yang paling disayanginya melakukan hal itu.

Benar, aku tidak bisa merasakan apa yang ia rasakan. Tapi, setahuku, aku juga merasa sakit jika Cia sakit. Hatiku seperti menyatu dengan hatinya.

Aku tidak mengambil tindakan memukul Rayi, karena aku tau itu akan memalukan. Bahkan membuat Cia membenciku. Oleh karena itu aku memilih jalan lain.

-

*text*
"Keluar"

Aku berencana membuat perhitungan dengannya, karena sudah menyakiti hati perempuan yang kusayangi-Cia.

Tak berapa lama setelah aku mengirim pesan itu padanya, dia keluar dengan wajah yang masih merah terkena tamparan dari Cia kemarin.

"Apaan? Perlu apa sama gua? Kalo soal Cia mending lo gak usah ikut-ikutan dah. Pulang!" dengan nada sombongnya dia mengusirku.

Pintu pagar rumahnya terbuka, sepertinya orang rumah lupa menutupnya, jadi aku bisa masuk sampai ke depan pintu rumahnya, "Sorry sebelumnya, kalo soal Cia itu pasti juga jadi urusan gue. So, kalo lo berani nyakitin dia, lo berurusan juga sama gue, bro!"

"Gak usah sok pahlawan lo! Lo siapa sih? Temennya doang kan? Urusannya apa sama lo gua mau ngapain aja ama Cia?" dia mulai mendorong bahuku mencoba menyulut api-membuatku memukulnya.

"Gak usah dorong-dorong juga, bro! Santai santai haha..., gue emang cuma sekedar temennya Cia, tapi gue sayang sama dia! Lo harusnya seneng, beruntung dapetin cewek kayak dia! Lo malah nyia-nyiain dia trus berpaling ke cabe-cabean haha...,"

"BACOT LO!" tangannya menghantam wajahku memulai baku hantam denganku.

Tidak mau kalah, aku juga memukul tepat dihidungnya membuat darah mengalir dari hidungnya. Dia memukul wajahku tepat dibagian pelipisku.

Saat dipertengahan adu 'jotos' antara aku dengan Rayi, ibunya dan juga asisten rumah tangganya datang melerai kami. Wajah kami berakhir memar. Bibirku berdarah, pelipisku memar, punggungku juga sakit terbentur dinding.

Setelah aku diusir dari rumahnya, aku menerima pesan dari Cia,

*text*
"Dit"
"Gue perlu ngomong sama lo"
"Cafe *** jam 7"

Aku terpaksa menemuinya dengan wajah babak belur seperti ini.

"DIT?! MUKA LO KENAPA?! LO HABIS BERANTEM SAMA SIAPA?! HAH?!" Cia terlihat sangat khawatir dengan kondisiku, ia langsung mendatangiku yang baru saja sampai didepan pintu cafe.

Hold My HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang