my secret room

112 50 12
                                    

Fursky pov.

Hari ini, hari kedua Ray bersekolah di sekolahku. Banyak wanita wanita lebay dan genit menggodanya. Dia menghadapinya dengan dewasa. Kata katanya juga dewasa. Aku hanya tersenyum kecil ketika mendengar jawabannya.

Teng-teng

Bel istirahat berbunyi. Aku menarik tangan kekar Ray yang tengah berbincang menghadapi para wanita itu. Ray tersenyum kecil menatapku. Kami berdua berlari menjauh dari para wanita itu. Kami bercerita tentang wanita wanita lebay itu. Ternyata Ray juga merasa jengkel dengan mereka. Aku tertawa terbahak bahak mendengar keluh kesahnya menghadapi wanita itu.

Kami membeli makanan yang sama dan duduk satu meja. Kami berbincang tentang rumah Ray yang berbeda bentuknya dari rumah lainnya. Aku tertawa kecil saat dia bertanya.

"Mengapa rumahku berbeda bentuknya ya"

"Ada 10 rumah yang seperti kamu" jawabku.

Kami banyak berbincang tentang suasana kelas baru dan beberapa pelajaran yang tertinggal oleh Ray. aku dan Ray menceritakan kekurangan kami masing masing. Aku kurang di pelajaran yang banyak menghafalnya. Sedangkan dia lemah di pelajaran musik.

Teng-teng

Bel masuk berbunyi. Kami berjalan memasuki kelas dan belajar seperti biasa.
Aku merapihkan buku bukuku ke dalam tas kecilku. Ray menungguku di depan kelas. Ya, Ray memang gesit orangnya. Seperti biasa kami pulang bersama menaiki sepeda miniku.

Ray pov.

Hari yang indah. Hari kedua di sekolah baru dan teman baru. Huh lagi-lagi wanita wanita ini. Wanita yang mau tau sekali. Berisik. Banyak bertanya yang tidak jelas. Aku hanya tersenyum tipis terpaksa dan menjawab pertanyaan mereka satu persatu.

Teng teng

Bel istirahat berbunyi. Aku rasa kali ini belnya berbunyi lebih lama dari biasanya. Tangan Fursky menyelamatkanku dari wanita tidak jelas itu. Aku menatapnya senang. Kami berlari menghindari wanita wanita itu. Aku tertawa kecil setelah berhasi menghindar. Aku dan Fursky memesan makanan yang sama dan duduk satu meja dangannya.

"Hai Fursky, apa wanita wanita tadi dari dulunya sudah begitu?" Tanyaku bingung.

"Pfttt, tentu saja" jawabnya tertawa panjang.

"Hai, habiskan makanmu" kataku berusaha memberhentikan tawanya yang mematikan.

"Iya, iya" jawabnya.

Ternyata Fursky kurang di pelajaran menghafal. Sedangkan aku kurang di pelajaran seni. Seni itu menjengkelkan. Menggambar sih sedikit bisa tetapi jika bermain alat musik aku lari keliling lapangan 20 kali juga tidak masalah.

Teng teng

Bel masuk berbunyi. Kami berjalan memasuki kelas. Wanita wanita itu menatap Fursky dengan tajam. Fursky hanya tersenyum tipis kearahku dan mengangkat bahu. Aku tertawa kecil dari kejauhan.

Pulang sekolah seperti biasa aku menunggunya di depan kelas karena meja kita saling berjauhan. Dia terlalu lama atau aku yang terlalu cepat merapihkan buku. Kami pulang menaiki sepeda biru kesayangan Fursky dan aku yang selalu mengayuh sepeda itu.

Never Forget YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang