E-18

3.9K 423 11
                                    

Semua kembali normal. Matahari sore menerpa melewati jendela kamar Vea yang dibuka tirainya. Qing diam menatap gadis yang berbaring di hadapannya dengan perban di kepalanya. Gadis itu sudah dua hari tidak sadarkan diri. Mungkin kekuatan yang dikeluarkannya sangat menguras energi.

Qing menghela nafas dan berdiri dari duduknya, ia berjalan dan diam di jendela, menatap hamparan hutan yang hijau di belakang Istana.

"Uugh.." Qing langsung menoleh, mendapati Vea telah duduk dan memegangi kepalanya seraya merintih.

"Kau tak apa-apa? Apa rasanya masih sakit? Akan kupanggil Dokter." Ucap Qing dengan khawatir saat menghampiri Vea. "Tidak usah Qing, aku tak apa-apa." Jawab Vea lalu mencoba tersenyum pada laki-laki itu. Qing mengangguk, lalau kembali duduk di samping ranjang Vea, menatap gadis itu dengan dalam.

"Apa?" Tanya Vea karena merasa terus diperhatikan. "Kau membuatku sangat khawatir Ve." Jawab Qing dengan wajah yang menyorotkan kekhawatirannya dengan jelas.

"Aku tak melakukan apapun." Balas Vea dengan tatapan polosnya.

"Tak melakukan apapun? Kau pikir tiba-tiba datang dan mengeluarkan kekuatan dahsyat itu adalah hal yang bukan apa-apa?" Vea mendengus dan memutar bola matanya, ia mulai malas mendengarkan ocehan Qing.

"Percayalah, aku juga tidak tahu apa yang terjadi pada diriku saat itu." Jelas Vea diikuti bahasa tangannya agar Qing yakin dengan kata-katanya.

"Kau seharusnya tidak disana." Lirih Qing membuat Vea kembali memutar bola matanya.

"Oh ayolah Qing! Jika aku tidak disana saat itu, mungkin kau sekarang sudah mati." Jawab Vea dengan nada kesalnya.

Tatapan Qing berubah menjadi dingin. Wajahnya datar seperti biasanya. Vea menyadari perubahan itu. "Istirahatlah." Katanya dengan suara yang datar dan dingin.

Sepertinya aku salah bicara.

Batin Vea menatap Qing dengan agak takut. Laki-laki itu tiba-tiba berdiri, lalu pergi begitu saja keluar dari kamar Vea.

"Huh...aku benar-benar salah bicara!" Kesal Vea seraya mengacak rambutnya.

••

Vea berjalan keluar kamarnya dengan pakaian latihannya. Ia sudah muak berdiam diri di kamar selama tiga jam tanpa melakukan apapun. Ia memutuskan untuk berlatih meski masih ada perban di kepalanya dan kondisinya yang baru saja sadar dari pingsan dua harinya.

Ia terus berjalan menuju ruang pelatihan yang sudah di penuhi banyak orang. Sebentar lagi akan banyak terjadi perang, jadi semua orang akan sibuk dengan latihan. Ia diam di tengah ruangan besar itu. Menatap para Evergenity yang sibuk dengan kegiatan latihan masing-masing.

"Apa yang akan kulakukan?" Gumam Vea tetap diam di tempatnya. Tiba-tiba sekilat cahaya hijau menghantam lengan kanannya, membuatnya terpental dan tersungkur di lantai beberapa meter dari tempatnya berdiri tadi.

"Arrggh.." erangnya seraya memegangi lengannya yang mulai mengeluarkan banyak darah.

Perhatian orang-orang disana langsung tertuju padanya, seorang gadis dengan rambut merah pendeknya berlari menghampirinya. "Tuan putri!" Teriak perempuan itu dan langsung memegangi tubuh Vea yang bergetar kesakitan.

"Maafkan saya tuan putri, saya tidak sengaja mengeluarkan kekuatan saya dan mengenai tuan putri Vea." Jelasnya dengan sorot takut.

Sebuah tangan menarik perempuan itu menjauh dari Vea dengan kasar. Ternyata itu tangan Qing. "Vea!" Qing langsung menggendong Vea dan membawanya pergi dari sana.

Vea terus merintih kesakitan. Lengannya melepuh dan terdapat luka bakar yang terus mengeluarkan darah. Ia terus bergetar menahan sakit, apalagi saat dokter mulai membalut luka itu dengan perban. Ia menggigit bibir bawahnya menahan sakit sampai bibirnya mengeluarkan sedikit darah.

EvergenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang