Epilogue

4.9K 347 39
                                    

3 years later

Semua tetap sama,

Tak ada yang berubah juga dari diriku, aku tetaplah Vea yang lemah dan kadang menangis saat merasa putus asa.

Banyak kabar baru tentang para Evergenity yang tersisa, mereka tinggal di lembah pegunungan utara.

Mereka kembali membangun sebuah distrik kecil disana. Jumlah mereka kurang lebih 400 orang. Mereka menyegel kekuatan serta wujud Evergenity mereka dengan sebuah ritual yang dilakukan secara masal, dan memilih menjadi seperti manusia biasa tanpa kekuatan apapun.

Mereka juga memilih untuk melupakan kehidupan lama mereka, dan memulai hidup baru di tempat itu.

Dengan tujuan agar mereka bisa hidup damai dan bahagia.

Akan tetapi,
Belum ada yang memimpin mereka setelah kematian bibi Rosiane. Mereka memintaku yang melakukannya, tapi aku merasa tidak bisa dan tidak pantas.

Aku ingin mereka mencari pemimpin yang jauh lebih baik dan pantas dari diriku.

Pemimpin yang bukan orang 'Yang Terpilih' tapi tak bisa menyelamatkan rakyatnya dengan baik seperti yang seharusnya aku lakukan.

Pemimpin yang melindungi dan tidak membunuh orang yang dicintainya. Bukan justru sebaliknya seperti yang aku lakukan.

Suka atau tidak suka, Qing tetaplah mati karena aku. Walaupun ia mati karena melindungiku.

Aku memang tak pernah berguna meskipun menjadi yang terkuat sekalipun.

Rasa bersalah itu tak pernah hilang. Apalagi rasa cinta yang menggerogoti jiwaku.

Tapi aku yakin, Qing diatas sana pasti telah tenang dan damai jika aku bahagia disini.

Maka aku harus melanjutkan hidupku dengan tenang juga, di bangsaku yang kini damai.

•••

Pagi ini lembah pegunungan utara tampak disibukkan oleh semua penghuninya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini lembah pegunungan utara tampak disibukkan oleh semua penghuninya. Cahaya mentari menerangi aktifitas mereka yang menjalani hari dengan tenang, dan bersyukur karena masih bisa hidup dengan damai sampai hari ini, termasuk aku dan keluargaku.

Terlihat sayur-sayuran tampak layu diatas gerobak kayu yang didorong oleh seorang kakek berambut putih itu, ia tampak kelelahan dengan keringat yang bercucuran diwajahnya. Kakek itu baru saja kembali dari ladangnya pada pukul sepuluh pagi, padahal biasanya para pekerja di ladang akan kembali pada pukul sembilan, atau bisa saja lebih awal. "Kau tak mau membantu Chris? Ia kelihatan sangat lelah." Itu suara Dad, tiba-tiba saja ia sudah berdiri disamping kursi tempatku duduk dan ikut menatap Chris, kakek tua yang sedang mendorong gerobaknya menuju rumahnya yang berjarak empat rumah dari rumahku. Aku menoleh pada Dad, dan menggelengkan kepalaku. Cahaya matahari yang membuat langit sangat cerah sudah mulai terasa panas di kulit, membuatku malas keluar dari teras rumahku dan berdiri dari kursi kayu yang sedang kududuki ini. "Baiklah." Lanjut Dad dengan senyum hangatnya, kemudian pergi menyapa Chris dengan candaannya dan membantu lelaki tua itu mendorong gerobak kayu penuh sayuran.

Dad memang selalu baik, ia hangat pada semua orang dan suka membantu orang lain. Namanya James Anarou, tetapi semua orang memanggilnya Jemie, ia orang yang paling dihormati dan disegani di distrik ini. Entahlah, padahal Dad bukan pimpinan distrik ini, tapi semua orang sangat menghormatinya dan selalu membutuhkan keputusannya dalam diskusi distrik. Contohnya Chris yang tadi langsung mengangguk hormat dengan gugup saat Dad mendekatinya.

"Kau harus meniru sifatnya honey." Suara lembut dan belaian di kepalaku itu berasal dari wanita berusia empat puluh tahun yang tak lain adalah Mom. Aku mendongak, menatap senyumnya yang selalu meneduhkan. "Kau harus ramah, baik, dan suka membantu orang lain." Nasihat Mom padaku.

"Meski hidupmu tak berjalan sesuai seperti apa yang kau mau, tapi kau tak boleh mementingkan dirimu sendiri dan terpuruk didalamnya." Lanjut Mom. Kini matanya menatap menerawang kedepan.

Tatapan sedih itu lagi.

Aku tak tahu apa yang Mom simpan sejak dulu dalam kesedihan ditatapannya. Empat belas tahun aku hidup, aku tetap tak mengenali cerita didalam tatapan sedih itu. Mom seperti menyimpan masalalu yang begitu berat untuk melanjutkan hidupnya, tapi aku samasekali tidak tahu itu apa.

Nama lengkapnya Vea sage. Kata orang-orang, ia keturunan murni leluhur ras kami, Evergenity. Yang kini sudah hampir punah dan seperti manusia biasa. Kata Mom, dulu bangsa Evergenity memiliki kekuatan-kekuatan yang luar biasa. Namun sejak aku lahir sampai saat ini, aku tak pernah melihatnya. Kami seperti manusia-manusia biasa, bukan makhluk immortal di distrik atau wilayah lainnya. Meski aku telah diceritakan tentang sejarah bagaimana kami bisa sampai seperti sekarang, aku tetap masih tak percaya dengan ada atau tidaknya fakta itu.

Perang itu baru terjadi 24 tahun yang lalu, seharusnya masih banyak Evergenity yang memiliki kekuatan hebat disini, tapi kenyataannya semuanya tampak seperti manusia biasa tanpa kekuatan apapun. Bagiku, itu hanya mitos leluhur Evergenity meskipun itu nyata dan dialami sendiri oleh Mom.

"Kenapa kau melamun sayang." Aku tersadar dari lamunan panjang saat Mom tiba-tiba membelai wajahku dan sudah duduk di kursi sebelah kananku. "Bagaimana kisah masalalumu, Mom?" Mom menatapku dengan senyumnya yang merekah, mungkin ia sedang bersiap menjawab ucapanku barusan. "Lalu Mom itu apa? Evergenity murni seperti kata orang-orang? Dan Bagaimana kisah cintamu, Mom? Bagaimana pertemuanmu dengan Dad?" Mom hanya tersenyum, sama seperti sebelumnya. "Mom bertemu Dad di distrik ini." Jawab Mom seraya mengelus rambutku. "Kau ingin tahu semuanya sayang?" Tanya Mom dan kembali membelai rambutku. "Emm yah, aku penasaran." Balasku dengan semangat.

Setelah itu aku tahu cerita dari kisah ini.



Setelah itu aku tahu cerita dari kisah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TAMAT

EvergenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang