Tanda Tanya

141 7 0
                                    

Sudah seminggu Danny tidak menghubungiku. Aku merasa hampa. Dan bertanya-tanya. Kenapa? Kemana? Bagaimana?

Anehnya, facebooknya ganti foto profile. Jadi aku berkesimpulan bahwa dia bukan menghilang karena musibah atau sejenisnya.

Tapi masih saja aku merasa hatiku kosong. Aku tahu bahwa aku tidak mesti merasa terluka karena dia menemukan wanita lain. Aku pantas bangga akan semua yang ku miliki dan tidak merasa rendah diri karena ditinggalkan. Meskipun sekeping hati rapuhku meneriakkan pilihlah aku. Uughh.

"Jadi gimana kabar pacarmu itu?" Suara Lidya bersimpati. Aku menelfonnya pagi sebelum kerja.

"Tidak ada kemajuan. Aku juga move on. Masih banyak laki-laki yang mau sama aku" jawabku jujur

"Aku suka sikapmu itu. Kamu memang harus move on. Yang ganteng banyak. Yang tajir banyak. Yang nunggu kamu banyak. Yang berulang kali jatuh cinta padamu banyak"

Mau tak mau aku tersenyum kecil mendengar kata-kata Lidya. Sahabatku yang satu satunya ini memang luar biasa kalau soal menyemangati

"Kenapa gak terima saja Dokter Rizal yang lagi PTT di puskesmasmu. Atau Firly. Teman kuliahmu itu. Mereka masih perhatian gitu sama kamu"

"Ngga dong Lid, aku belum kepengen hubungan baru"

"Beneran bukan karena gak bisa move on kaan?" Suara Lidya khawatir. Aku terkekeh

"Ngga iihh. Beneran aku mau move on. Meskipun aku pengen banget tahu. Kenapa? Ada apa? Tapi yang lalu biar berlalu. Life must go on"

"Setujuuu. Atau mau aku cariin temennya mas Dika?"

"Ngga usah Lidyaa. Koq kamu kayak desperate gitu sih?"

"Yeee...cuma nolongin lu nong. Dasar. Ya udah nanti sore ketemu sambil makan diresto yuk. Uang belanjaku masih utuh nih buat traktir kamu seminggu cukup kayaknya"

"Assiiiikkkk. Thank you. Muuaach" aku menutup telfon. Perasaanku selalu lebih baik karena Lidya. Aku bersyukur memiliki sahabat seperti dia.

Sore pulang kerja, aku sudah duduk santai di kedai bakso malang di mall A. Belum pesan apapun nunggu Lidya yang masih on the way.

"Brinaa!!" Aku menoleh

Lidya nampak tersenyum mendekat. Tanpa basa basi duduk disampingku dan memanggil pelayan

"Aku haus. Pesen es jus dong. Strawberry sama jeruk yah"

"Baksonya 2 porsi. Paket 1. Tapi jangan pake bakso urat"

Aku tersenyum mendengar Lidya lancar memesan tanpa bertanya. Memang sudah keseringan makan disini sih, jadi udah tahu aku pesen apa dan gak mau apa.

"Koq gak nanya aku pesen apa?" Tanyaku pura-pura merajuk

"Ah gak penting. Kan aku yang bayar" katanya sambil tertawa. Aku memberinya cibiran

"Hari minggu main yuk. Anterin aku ke luar kota" katanya serius. Tangannya mengaduk aduk isi tas entah mencari apa

"Kemana?"

"Ke Bandung. Aku pengen shopping dan jalan-jalan. Kita napak tilas ke Trans Studio lagi yu" Lidya mengeluarkan ponselnya

"Seriusan nih lagi banyak duit? Ditraktir doong"

"Ditraktir es cendol sekenyangnya deh"

"Es cendol doang mah ga mauu"

Lidya pura-pura berfikir " Oke. Sama keripik tempe deh"

"Ah gak suka. Buku yah. Jadi kita shopping buku aja. Oke?"

"Brina, kamu mau nganterin aku atau aku yang nganterin kamu?? Beli buku sama kamu sama aja dengan menyerahkan kaki ku dan dompetku dibunuh" Lidya manyun

"Iya deh kita pergi. Mas Dika ikut?"

Pesanan sudah datang. Aku mulai dengan menikmati jus jeruk.

"Mas Dika ikut. Tapi trus dia ke rumah Bude Aisyah. Justru aku bawa kamu supaya gak lama-lama dirumah bude. Hahaa..." Lidya tertawa cengengesan

"Kenapa?"

"Kan mau ada acara tunangan anaknya bude aku. Trus aku males kalau selalu ditanyain kapan punya anak bla bla blà. Jadi Mas Dika bilang, sama kamu aja biar ada alasan kabur. Paling nanti sorenya pas acara aku datang lagi. Yeayy!! Idenya Mas Dika tuh" ujar Lidya sambil menuangkan saos dan kecap

"Ish..hebat. Suami istri kompak"

"Andika dan Lidya doong" Lidya mulai makan. Aku juga.

"By the way, masih belum ada kabar dari pacarmu itu?"

"Belum. Bukan pacarku lagi sekarang" aku agak mendesah

"Kenapa dia gak ngasih petunjuk apa-apa sih? Pengecut!" Maki Lidya

"Mungkin aku terlalu posesif"

"Brina. Aku kenal kamu lama. Kamu cewek baik koq. Gila aja tuh cowok nyia nyia in kamu" aku menatap Lidya dan tersenyum

"Thank you. Aku juga penasaran. Kenapa dia pergi begitu saja. Kenapa dia tidak mengatakan apapun"

"Medsosnya aktif?"

"Aktif. Tapi bbm aku udah didelcon. Trus sms dan telfon aku juga diblokir"

"What???? Dasar cowok belagu! Gak punya pendirian. Pengecut nomor wahid. Disumpahin dia bakal ngalamin yang lebih sakit dari kamu!" Kata Lidya emosi

"Eh jangan gitu" aku tertawa

"Semoga kamu dapat yang lebih baik dari dia"

"Aamiin"

"Medsosnya apa aja? Biar ku kasih pelajaran dia!" Lidya berapi-api

"Ih jangan non. Gak usah. Mungkin bukan yang terbaik buat aku. Gak usah memperpanjang masalah. Aku juga males berhubungan sama dia lagi koq"

"Baguslah. Jadi hatimu sama siapa sekarang?" Giliran aku meringis sambil cemberut

"Belum juga dong ih. Aku pengen sembuh dulu"

"Hehe..jangan lama-lama"

"Oke" aku mengacungkan jempolku.

My EX boyfriend [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang