Masa Lalu

143 7 0
                                    


"Saudara Danny Rizwan Ramadhanny apakah anda sungguh melamar dan menikahi saudari Resnita Purnama Dewi? Tulus dari hati tanpa paksaan dan pamrih?" 

Aku melihat anggukan kepalanya. Dan senyum lebar memamerkan giginya. Dia mengangguk pada keluarganya, pada bude Aisyah dan suaminya. Lalu perlahan-lahan tanpa diduga. Mataku bertemu dengan matanya.

Dammm!!!! Hatiku berseru.

Suka tidak suka, hatiku mendidih. Amarah laksana lava yang siap dimuntahkan sejauh mungkin. Tapi otakku berusaha mati-matian mendinginkannya. Tidak. Aku tidak boleh kalah oleh murka dalam dadaku. Lelaki itu tak pantas jadi siapapun aku.

Tanganku menyentuh tangan Wildan. Dan menerima tatapan kaget sekaligus keheranan. Maaf Wil, aku sungguh butuh pegangan. Bisik hatiku.

"Hei. Kamu mesra amat sama dia. Udah jadian yah?" Lidya berbisik 

Aku hanya tersenyum. senyum dengan satu bibir terangkat. Senyum paling sinis yang dilihat lelaki bernama Danny disana. Aku yakin dia bertanya-tanya. Gugup dan penasaran. Kenapa aku ada disini?? 

"Katanya mau cari udara segar?" bisik Wildan

"Iya" aku mengangguk. Membiarkan Wildan menuntunku keluar.

"Mau jalan saja atau naik mobil?" tawar Wildan diteras. Aku menggeleng tidak yakin. Mau kemana? Fikiranku kosong.

"Bagaimana kalau kita jalan saja? Ke depan kompleks situ. Siapa tahu ada jajanan enak" putus Wildan akhirnya. Aku tersenyum "Oke" lalu ku ikuti langkahnya keluar pekarangan yang cukup penuh dengan lalu lalang orang.

"Kamu kenal dekat sama Lidya?" tanyanya setelah beberapa menit berlalu

"Kami dulu tetangga. Trus dia pindah rumah waktu SMA. Tapi tak disangka ketemu lagi di PTN yang sama walau beda jurusan. Kami kost bersama sejak semester kedua kuliah"

"Waah...soulmate ya. Pantesan Dika cemburu kalian deketan terus"

"Masa sih?"

"Dika bilang, Lidya lebih mementingkan kamu daripada dia"

"Ah berlebihan dia" jawabku

"Kamu kenal Agung yah? Dari Dika juga?" aku menggangguk tanpa suara

"Kamu kenal tunangannya Resnita?" Wildan berhenti melangkah, dan aku tak menemukan kata-kata yang tepat sehingga beberapa menit hanya berlalu tanpa suara

"Maaf kalau lancang, tapi ekspresi mu berubah saat dia melihatmu. Mungkin kalian sudah kenal sebelumnya?"

"Ya" jawabku pendek. Tak ada gunanya menghindar atau berbohong

"Tapi tak kenal baik. Hanya selewat saja. Kamu pernah dengar nasihat populer tentang hubungan antar manusia?" Tanyaku dengan ekspresi setenang mungkin

"Apa itu?" Kami kembali berjalan

"Tak ada yang sia-sia ketika Alloh mempertemukan. Entah untuk selewat atau selamanya. Entah untuk belajar atau mengajarkan. Tak ada yang sia-sia. Kita hanya patut bersyukur dan memetik hikmah"

"Hmmm...kurasa begitu" Wildan mengangguk-angguk

"Apa kamu pernah berfikir kepada siapa harus jatuh cinta?" Aku menoleh, lalu menggeleng

"Aku selalu berfikir sebelum jatuh cinta. Atau mungkin, aku tak pernah benar-benar jatuh cinta"

"Kenapa?" Tanyaku

"Well. Orangtuaku bercerai dan tidak akur. Jadi aku selalu menimbang-nimbang. Berfikir dengan cermat dan berharap aku takkan memiliki pengalaman seperti orangtuaku"

My EX boyfriend [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang