Mandiri

32 3 0
                                    

Sebelum baca, vomment nya dulu ya guys, jangan lupa follow aku. Okeh? Happy reading gays 😉

Adzan maghrib berkumandang, para malaikat turun lagi untuk mengembalikan matahari keperaduan.
Aku bergegas menunaikan kewajibanku setelah menyelesaikan PR PR ku yang menumpuk.

Ga ada mama dirumah rasanya memang susah, disaat seperti ini aku sangat membutuhkannya,sangat.
Aku terkulai lemas di sofa ruang tv, dengan wajah paling mengenaskan sambil memegangi perutku yang sudah berbunyi dari sore tadi. Huwaaa mama anak mu kelaparan..

Terlihat Gio menghampiriku, dengan sarung dan kaos biru muda, mungkin dia baru selese shalat, tatanan rambut yang basah sedikit acak acakan membuatnya semakin ganteng saja. Dia adik ku tapi tingginya melebihi aku, sifatnya yang usil dan dewasa membuatku berasa seperti aku lah adik nya, dia selalu melindungi ku dari tatapan tajam mata lelaki jelalatan, jika aku jalan jalan dengan nya tak ada yg menyangka jika kami adalah kakak adik, kadang dia merangkul pinggang ku di keramaian untuk melindungiku dari tatapan durjana itu. Dan tak sia sia yg dia lakukan, sekejap saja para lelaki yang tadi nya memandangi ku langsung mengedarkan pandangannya kearah lain ketika Gio merangkul pinggangku. Lelaki manapun yang akan mendekatiku juga harus melewati beberapa pertanyaan darinya, pertanyaan yang membuat semua lelaki ciut, alhasil sampai sekarang aku gak punya pacar dan temen deket karena ulahnya, kecuali Abi sahabatku. Lihatlah baru kelas 3 SMP saja sudah menunjukan bakatnya sebagai possesiv Brother, bagaimana nanti kalo kita sudah beranjak dewasa. Ya Tuhan.. tapi aku menyayanginya.. sangat!

Malam ini aku memutuskan untuk makan diluar dengan Gio. Gio mengambil kunci motornya lalu mengeluarkan moge merah kesayangannya.
Aku sudah standbye di boncengan Gio.

"Pegangan nyonya.. ntar jatoh" ucapnya disertai dengan cengiran kudanya yang menyebalkan. Aku langsung memeluk pinggangnya, lihatlah betapa possesive nya dia yang membuat kita seperti sepasang remaja ababil yang aku lihat tempo hari.

"Udah, kita jadi kayak remaja ababil gini kan?" Desahku di punggung Gio yang bergetar karena dia sedang ketawa.

"Biar saja, biar ga ada cowo jelalatan yang berani memasang tatapan menjijikan mereka ke sweet heart ku ini kan?" Jawab Gio menengok ku kebelakang, aku hanya mengerucutkan bibir membuatnya tersenyum.

"Sudah, ga usah ngambek ntar tambah kelaperan. Pingsan di sini kan gawat, siapa yang mau gendong cewe berat macam kamu?" tawanya renyah meledekku, aku melepas pelukanku, menjauhkan muka dengan momok muka yang sebal lelah dan kelaperan. Heyy aku kan langsing! Desahku dalam hati yang tak berminat ku keluarkan karena tak ada tenaga, bisa gak berangkat berangkat kalau aku urusin terus ini orang.

"Gio jalan, kapan makan nya? Kakak udah laper banget nih!" Ketus ku sambil mengerucutkan bibir.

"Oke oke, pegangan!" Jawab Gio sambil mengacak acak rambutku dan mulai menyalakan motornya.

"No!"

"Pegangan!"

"No!" Suara ku meninggi.

Tanpa dia jawab lagi, dia langsung mengegas motornya membuatku hampir terjedak, reflek aku langsung memeluk pinggang nya. Sial!!

"Haaaa Giiiioooo" teriakku keras menggugah tawa keras Gio.

Tak perlu waktu lama, kami sudah sampai di kedai dekat Taman kota yang lumayan ramai, tanpa menunggu lama aku langsung memesan beberapa makanan, ku lihat daftar menu dengan semangat setelah pelayan menghampiri kami dan akan mencatat makanan yang akan di pesan.

"Selamat malam, selamat datang di kedai kami, mbak dan mas nya mau pesan apa?" Seorang pelayan menghampiri kami dengan senyum ramah dengan membawa daftar menu. Langsung ku terima daftar menu dengan semangat empat lima.

Cinta, Kita Beda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang