Penguntit - Kelabu 10

260 4 0
                                    

Jakarta 2040

Mentari POV

Pagi ini aku sudah ada di kantor Pak Avicenna. Aku dengan kedua rekanku kemari untuk pemaparan konsep acara ulang tahun perusahaan ini. Sebenarnya aku khawatir meninggalkan mama di Bandung sendirian, mengingat setelah kejadian datangnya laki-laki itu - aku malas membahasnya - aku jadi ekstra protektif pada mama, khawatir laki-laki itu nekat melakukan sesuatu. Aku tahu betul dia sangat nekat; akulah bukti kenekatannya pada mama 25 tahun lalu.

Seminggu yang lalu, aku terpaksa bolak-balik Jakarta- Bandung karena selain alasannya menjaga mama, aku harus melakukan pekerjaan di kedua kota tersebut. Kegiatan itu membuat tubuhku rasanya remuk, jadi setelah tugas di Bandung dihandle oleh rekanku yang lain, aku hanya harus fokus terhadap kerjaan di Jakarta.

Mama meyakinkan kalau beliau akan baik-baik saja selama aku ada di Jakarta. Mama meminta tante Anne, tetangga kami sebelah rumah untuk menemaninya selama aku pergi. Tante Anne sudah menjanda 2 tahun dan tidak memiliki seorang putra pun. Padahal usianya sudah seusia mamaku. Jadi mereka akrab untuk saling mengisi dalam rutinitas yang membosankan. Terkadang mereka merangkai bunga bersama, masak kukis bersama, atau kadang jalan-jalan sore bersama. Mereka mengisi hari bersama. Mama yang paling tahu betapa hancurnya tante Anne saat om Jimmy, suaminya meninggal. Jadi mereka sangat akrab. Dan aku menjadi tak terlalu kahawatir meninggalkan mama sendiri.

Kembali kepada aku dan rekan kerjaku yaitu Tami dan Angga. Kami menunggu Pak Avicenna di ruang rapat ditemani teh hangat dan sekotak kue untuk kami masing-masing.

Tak lama Pak Avicenna memasuki ruang didampingi asistennya, Mbak Yunni. Sebenarnya aku masih kesal pada Pak Avicenna mengenai hal yang terjadi di ruang kerjanya pada hari pertama pihak EO kami mendatangi kantor ini, demi profesional aku tepis semuanya.

Flashback

Sepasang benda kenyal tepat ada di atas bibirku sekarang. Aku kehilangan kesadaranku sesaat. Detik berikutannya akupun sadar dan mencoba melepaskan tautan bibirnya. Usaha tak jua berhasil. Penolakan demi penolakan aku usahakan, entah pada menit ke berapa Pak Avicenna baru melepaskan ciumannya di bibirku. Selama ciuman paksa itu, aku merasa mual dan jijik serta sama sekali tidak menikmatinya. Katakanlah aku wanita tak normal yang tak dapat menikmati ciuman dari seorang Avicenna, CEO perusahaan tampan di usia mudanya. Jujur aku mengalami trauma yang disebabkan berbagau hal. Sudahlah aku tidak mau membahasnya.

Apa tadi aku bilang Pak Avicenna tampan? Bila iya, sudah ada kemajuan. Aku pikir aku wanita tidak normal yang tidak menyukai laki-laki.

Sesaat setelah kesadaran Pak Avicenna kelihatannya sudah kembali, ia langsung minta maaf. Dan yang aku katanya hanya memintanya melupakan semuanya dan menganggapnya tidak pernah terjadi.

Wanita macam apa aku yang dengan ringannya melupakan hal yang mendasar seperti ini? Padahal bila diperkarakan itu termasuk pelecehan seksual. Ingatkah bahwa aku wanita yang aneh? Begitulah aku.

Aku sesaat kemudian langsung melesat keluar ruangan Pak Avicenna dan segera pulang ke Bandung dengan rekan-rekan kerjaku.

"Bagaimana persiapan ulang tahun perusahaa kami?", tanya Pak Avicenna setelah duduk di kursi kebesarannya.

"Kami sudah mengirim email ke Bapak mengenai konsepnya dan Bapak sudah setuju. Pelaksanaan akan diadakan di Hotel Paramount sesuai keinginan pihak direksi pada rapat sebelumnya."

Kami melanjutkan pemaparan konsep dan persiapan yang kemarin sempat diubah.

Tami memberikan undangan yang kami cetak beberapa sebagai contoh pada pihak perusahaan.

Pak Avicenna meminta konsep kami dalam bentuk hardfile, untungnya kami sudah menyiapkannya. Pak Avicenna tampak serius melihat konsep kami yang telah disepakati sebelumnya dengan para direksi perusahaan. Kemudian Pak Avicenna menambahkan hal-hal yang perlu kami persiapkan untuk acara.

Tak terasa 2 jam kami baru menyelesaikan rapat tersebut. Waktu menunjukan pukul 12.15. Aku, Tami, dan Angga membereskan berkas-berkas yang kami gunakan tadi. Setelah ini kami berencana untuk sholat dzuhur dan kemudian makan di dekat tempat dekorasi untuk memberi konsep tambahan yang diminta Pak Avicenna.

Namun saat kami beranjak keluar ruang rapat, aku melihat asisten Pak Avicenna tadi meminta ku untuk bertemu denganku saja. Untuk apa? Bukannya tadi sudah cukup jelas apa yang perlu kami perhatikan untul persiapan acara?

"Kata Bapak ada yang terlupa dan Bapak mau menyampaikan pada Mbak Mentari langsung."

Mendengar perkaraan asisten tetsebut, aku minta Tami dan Angga menunggu di tempat parkir dan memberi kunci mobil perusahaan yang tadi aku kendarai menuju kemari.

'Semoga kejadian yang lalu tidak terulang', batinku

Cenna POV

Setelah rapat melelahkan tadi, aku meminta asistenku memanggil Mentari ke ruanganku. Rapat barusan sebenarnya harusnya bukan aku yang mengurusnya, melainkan manager perencanaan kegiatan yang bertugas. Karena acara ini ditangani oleh Mentari, jadi aku ingin terjun langsung agar bisa selalu bertemu dengannya. Aku sudah meminta sekretarisku menyiapkan makan siang untuk dua orang.

Yap! Aku akan mengajak Mentari makan siang denganku di ruanganku yang disulap menjadi lokasi makan siang yang cukup nyaman. Di salah sudut ruang besar ini sudah tersedia satu set makan siang untukku dan Mentari. Karena aku tidak tahu seleranya, aku menyiapkan berbagai jenis makanan dari yang tradisional sampai dengan western ataupun mediteranian. Makan siang kali ini dalam rangka permintamaafanku atas ciuman beberapa minggu lalu itu. Aku baru dapat menyempatkan akibat jadwal kerja dan rapat dengan rekan bisnis yang padat.

Jujur aku menyukai Mentari. Setelah aku renungkan apa yang telah aku lakukan terhadapnya ada perwujudan ketertarikanku padanya. Ditambah mengetahui latar belakang keluarganya yaitu sebagai salah satu pewaris perusahaan properti yang telah mendunia dan keponakan seorang Rasya Rhenaldi. Walau keluarganya sudah sukses di bidang bisnis, Mentari masih merintis EOnya sendiri. Perusahaan EO yang kami ajak kerja sama untuk acara ulang tahun perusahaan salah satu pemiliknya adalah Mentari. Akan tetapi dia tidak menunjukan bahwa dia salah satu pemilik modal terbesar di perusahaannya. Dia tetap sebagai pegawai wanita biasa.

Jangan mengatakanku laki-laki matre, latar belakanya penting untuk kelangsungan hubungan kami agar mendapat restu kedua orangtuaku.

Pasti kalian bertanya-tanya kenapa aku mengetahuinya. Katakanlah aku penguntit. Penguntit cinta Mentari.

Bersambung....

Gimana ceritanya? Cukup panjang ya? Aku buatnya termasuk singkat, idenya lagi lancar banget.

Terima kasih buat yang baca ceritaku ini. Jangan lupa vote dan comment untuk kelangsungan ceritaku ini. Aku nggak bisa janji kapan part selanjutnya ya. Bisa jadi besok, minggu depan, bulang depan, tahun depan atau waktu yang sangat lama.

Salam hangat...
-Author yang sok sibuk-

KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang