Rindu - Kelabu 11

257 4 1
                                    

~Selamat membaca dan semoga suka dengan ceritanya~

Mei 2040

Cenna POV

Sejak saat aku mau mengajaknya makan siang itu, aku belum bertemu lagi dengannya. Makan siang itu juga gagal; yah bukan gagal sih tapi tidak dapat dilakukan karena Mentari buru-buru pulang setelah mendapat telfon saat di ruanganku. Belakangan aku dengar saat itu dia dapat telfon dari keluarganya kalau ibunya masuk rumah sakit. Aku memakluminya, dia anak satu-satunya dan ayahnya entah ke mana.

Soal keberadaan ayahnya aku belum tahu karena sulit sekali mendapat informasi itu. Terdapat kabar simpang siur lalu lalang dari asistenku. Ada yang mengatakan ayahnya meninggalkan keluarga mereka karena tidak cinta pada ibunya Mentari. Ada yang bilang beliau memiliki kekasih jauh sejak sebelum dengan ibunya Mentari dan menikahi kekasihnya dan meninggalkan keluarganya. Ada yang bilang beliau sudah meninggal.

Entahlah. Yang jelas aku kagum dengan Mentari yang menjadi tulang punggung keluarga setelah menyelesaikan studinya dari beasiswa. Dia sadar karena tidak ada ayahnya, sehingga tidak mau membebani ibunya atau merepotkan keluarga besar ibunya. Padahal keluarga besarnya kurang apa dengan segala yang mereka miliki. Hmm sudahlah. Mentari memang wanita yang istimewa.

Acara perusahaanku tinggal menghitung hari, tapi Mentari belum menunjukkan batang hidungnya. Dia hanya mengirim konsep dan budget via email dan selebihnya diurus oleh staffnya yang ditugaskan kemari. Persiapan sudah 85 %. Sejauh ini aku puas atas kerja EO ini. Kerjanya cepat, efisien, tanpa melupakan detail yang diperlukan.

Aku merindukan dia. Kalau kata orang seperti anak remaja saja yang sedikit-sedikit kangen dan agak kampungan. Setiap hari ada saja alasan untuk memulai pembicaraan, entah via chat atau telefon. Ingin rasanya aku menghampirinya, tapi akal sehata dan rutinitas di sini membuatku menahan diri. Apa kata Mentari kalau aku tiba- tiba dating di depannya tanpa alasan yang logis?

Mentari POV

Sudah hampir 2 minggu mama dirawat di rumah sakit. Awalnya dari mama mau mengambil gelas dan malah menjatuhkannya. Berniat membersihkannya, malah jatuh tersungkur dan bagian kepala yang jadi tumpuan. Kata dokter, terdapat sedikit penyumbatan pembuluh darah di dua tempat di otak. Yang satu sudah lama namun baru terdeteksi, yang lain karena benturan itu. Mama mengalami koma selama 5 hari dan akhirnya bangun dalam kondisi yang kurang baik.

Mungkin itu sudah jalan takdir mama harus begini. Aku tidak mau menyalahkan siapa-siapa. Yang jelas melihat kesehatan mama sekarang adalah prioritasku. Semua pekerjaan aku kerjakan di rumah sakit dan tinggal kirim email. Aku komunikasikan dengan staff yang lain. Acara paling besar dalam waktu dekat ini adalah yang di Jakarta. Acara ulang tahun perusahaan yang cukup bepengaruh di Indonesia. Sebenarnya aku mau menghandle-nya sendiri, yah aku ini perfeksionis. Tapi mama lebih penting. Jadi aku putuskan tetap tinggal di Bandung.

Laki-laki itu tidak lagi muncul. Cukup terakhir saat pagi aku mau ke Jakarta di hari mama jatuh. Dia datang untuk minta maaf dan mengatakan akan kembali ke luar negeri untuk waktu yang lama. Aku lega orang itu pergi, berarti tidak ada kemungkinan dia menyakiti mama dan aku. Tapi mama sepertinya tidak sama denganku. Mama tampak murung mendengar kabar itu dan berusaha acuh tak acuh dengan itu. Mungkin karena factor laki-laki itu adalah cinta pertamanya, dan mungkin terakhir. Mama tidak pernah menemui laki-laki lain setelah perceraian. Padahal pernah beberapa kali pihak keluarga mama mengenalkan dengan beberapa laki-laki. Ada beberapa laki-laki yang dulu tinggal dekat rumah kami yang jelas- jelas mengagumi mama. Mama hanya bersikap baik tanpa menunjukkan rasa ketertarikan.

Apa mungkin karena kepikiran laki-laki itu mama jadi kurang konsentrasi dan jatuh? Entahlah.

Tasya POV

Aku jatuh dan saat bangun sudah di rumah sakit. Saat bangun aku tidak bicara dalam waktu lama. Bukan karena tidak bisa, tapi tidak mau. Rasanya seperti tertimpa batu besar. Sakit. Bahkan lebih sakit dibanding saat dulu dia menyiksa fisikku, mengataiku macam-macam, dan bahkan saat dia akhirnya menceraikan aku. Aku kehilangan anak juga bukan hal lebih berat. Aku sakit. Hatiku hancur. Cukup anakku membenci ayahnya. Kini justru seakan  mengiyakan kemauan anaknya, dia kembali meninggalkan kami. 

Mungkin tidak akan sesakit ini kalau dia tak pernah datang lagi. Atau paling tidak dia tidak perlu jujur tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dia jujur padaku. Laki-laki yang selalu ku puja entah setelah apa yang dilakukannya padaku. Saat mengetahui kehamilanku yang pertama, aku hancur. Tapi paling tidak dia laki-laki yang aku sukai. Aku suka dia semenjak dia tinggal sementara di rumah keluarga kami. Tampak dewasa dan keren untuk anak ingusan seperti aku kala itu. Dan rasa suka itu menjadi pemujaan. Memuja laki-laki itu dan melakukan apa saja yang dia katakan. Ya tidak apa-apa, kan dia suamiku, saat aku masih istrinya aku pikir. Pemujaan itu untungnya tidak mengalahkan rasa cinta terhadap Tuhan. Tapi rasa itu kadang di luar logika. 

Setelah semua kejujuran itu, dia memberikanku surat usang dalam map yang hampir robek. Surat Perceraian. Dia tidak pernah menyerakannya ke pengadilan. Menurut kalian apa rasanya jadi aku? Ternyata suamiku meninggalkan keluarga kami karena sakit dan tidak pernah mengurus perceraian kami?

TBC

***********

Udah tahun 2017 dan baru update? Mohon maaf karena semester kemaren sibuk... main. HAHAHA. Dan semester ini aku sibuk skripsi. Mohon doanya ya semoga lancar. Terima kasih buat yang masih ingat cerita ini dan membacanya. Silahkan baca, vote, dan comment ya. 

Salam Hangat

Dari author yang jarang update

KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang