second : Rescuer

551 56 5
                                    


Arin sedang duduk di halte sekolah sendirian. Tadi Citra sudah pulang duluan dijemput supirnya. Ronal dan Donny pulang bersama. Dan akhirnya membuat Arin menunggu Mang Dirman.

Sekitar setengah jam sudah Arin menunggu Mang Dirman. Tapi tanda tanda kemunculan masih belum ada. Arin akhirnya memutuskan untuk menelfon Mang Dirman. Ia mencari cari kontak Mang Dirman di antara deretan kontak di hp nya. Ia pun mengscroll kontak di hpnya dan akhirnya ketemu. Di pencetnya tombol hijau disana.

Tuuut tuut tutt.

Nah telepon sudah tersambung.

"Halo mang? Saya sudah pulang nih. Di jemput ya?"

"........."

"Loh kok bisa mang?"

"........."

"Oh gitu, ya udah nggak papa. Saya naik trans aja."

"........"

Tuut tutt

Sambungan telepon diakhiri Arin. Yah, Mang Dirman tidak bisa menjemput Arin karena tadi mobilnya kena paku dan meletus. Mobil itu masih di bengkel sekarang Arin yang tidak mau menunggu lama lama di halte, memutuskan untuk naik transjakarta.

Arin berjalan menuju halte transjakarta yang letaknya sekitar 500 meter dari sekolahnya. Ia melangkahkan kakinya di sebuah jalan yang sepi. Tak ada satupun orang yang melewati jalan itu. Arin melihat dua orang yang berpenampilan seperti preman. Banyak tato di bagian tangannya, telinganya pun ditindik. Menggunakan celana sobek sobek. Melihat itu perasaan Arin sedikit khawatir. Ia pun mempercepat jalannya. Sampai akhirnya kedua preman itu menghalangi jalan Arin.

"Neng cantik mau kemana nih? Boleh dong kita ikut." kata salah satunya pada Arin.

Badan Arin mulai gemetaran. Ia menundukkan kepalanya. Ia tidak berani melihat preman preman itu. Arin tak menjawab pertanyaan preman itu.

"Neng kok diem? Cantik cantik kok bisu? Sayang banget." ucap satunya lagi, lalu mereka tertawa terbahak bahak besama.

"M-m-maaf bang saya mau lewat."

Badannya semakin bergetar, takut. Keringat dingin mulai bercucuran membasahi tubuhnya. Dalam sepanjang hidupnya, dia tidak pernah mengalami hal semacam ini.

Preman itu tersenyum licik yang bisa dibilang cukup mengerikan di mata Arin. "Oh lewat. Boleh kok cantik asalkan tas kamu buat kita."

Preman lainnya mulai meraih tas Arin. Terjadi aksi saling tarik diantara mereka. Arin masih bersih keras mencoba merpertahankan tasnya yang di dalamnya terdapat sebuah laptop.

"TOLONG!!TOLONG!!TOLONG"

Arin berteriak sekencang yang ia bisa. Berharap ada keajaiban dengan datangnya seseorang menyelamatkannya di jalan yang sepi itu.

Karena satu preman tidak bisa mengatasi Arin, preman satunya lagi membantu temannya itu untuk merebut tas Arin. Preman itu mendorong tubuh mungil Arin sampai ia terhuyung ke jalan aspal. Arin merintih kesakitan karena siku dan lututnya berdarah terkena batu kerikil.

Seolah menjadi jawaban dari doa yang Arin rapalkan, seorang cowok yang menaiki motor ninja berwarna merah tiba tiba berhenti di belakang Arin. Ia turun dari motornya dan melepas helmnya.

Kemudian cowok itu mengulurkan tangannya untuk membantu Arin berdiri. Arin menyambut uluran tangannya. Setelah berhasil berdiri. Arin berdiri di belakang cowok itu dan menjadikannya sebagai tameng dari preman preman itu.

"Kembaliin tas itu!" perintah cowok itu pada si preman dengan nada tinggi.

"Siapa lo? Mau jadi pahlawan kesiangan?" jawab preman itu dengan nada tak kalah tinggi.

"Kembaliin atau..." cowok itu menggantungkan kata katanya.

"Atau apa hah?" potong si preman dengan nada menantang.

Belum sempat menjawab, cowok itu langsung mendaratkan satu pukulan mulus di wajah salah satu preman dan membuatnya terhuyung ke aspal. Preman lainnya langsung membalas memukul cowok itu, namun pukulan itu berhasil ditangkis cowok itu. Preman itu malah mendapat satu tendangan keras di bagian perutnya, sampai membuatnya ikut terhuyung ke aspal.

Preman yang sebelumnya jatuh terlebih dahulu, bangkit dan mengeluarkan pisau. Arin takut melihatnya. Badannya gemetaran, jantungnya berdegup kencang dan keringannya mulai bercucuran. Perutnya juga ikut mulas.

Preman itu mencoba menusukkan pisau itu kearah perut cowok itu. Dengan cepat cowok itu menangkisnya, namun membuat tangannya tergores dan berdarah. Arin hampir menangis melihatnya.

Preman satunya lagi tak menyiakan kesempatan dan langsung memukul cowok itu. Goallss! Pukulan itu terkena pas di pipi kiri cowok itu. Tapi cowok itu langsung membalas keduanya dengan dua tendangan keras pada perut kedua preman itu. Membuat kedua preman itu terhuyung ke aspal dan merintih kesakitan.

Cowok itu langsung mengambil tas Arin. Dan menyerahkan pada pemiliknya. Arin menerimanya dengan tangan yang masih gemetaran. Cowok itu langsung menaiki motornya dan memakain helmnya.

"Naik."

"Ha?"

"Lo mau diterkam mereka lagi?" jawabnya ketus dan dingin dengan sorot mata yang tajam yang menatap lurus ke depan.

Mendengar itu nafas Arin serasa tercekat. Arin pun tidak berfikir lagi dan langsung naik ke motor cowok itu.

Seenggaknya dia udah jadi penyelamat gue. Dan gue nggak perlu terlalu khawatir. Ucap Arin dalam hati.

Motor itu meninggalkan jalan sepi itu dengan dua preman yang masih merintih di atas aspal.

♪♪♪

Akhirnya sampailah Arin di depan rumahnya. Diantar cowok yang menyelamatkannya tadi tentunya. Di jalan mereka tidak saling bicara. Cuma cowok tadi menanyakan alamat Arin dan sudah hanya itu. Dan sekarang Arin sudah sampai dengan selamat. Arin turun dari motor ninja merah milik cowok itu.

"Makasih ya." Cowok itu mengangguk samar.

Melihat luka di tangan cowok itu, Arin sedikit merasa bersalah. Ia punya inisiatif untuk membantu cowok itu. Apalagi lukanya itu disebabkan karena menolong Arin. "Nggak mampir dulu? Itu tangan lo perlu di obatin."

"Nggak perlu gue bisa sendiri" Singkat, ketus, dingin.

Tak ada lagi yang ia katakan. Kemudian menyalakan mesin motornya dan langsung cabut dari rumah Arin. Arin melihat itu cuma bisa melongo. Bahkan ia belum sempat menanyakan nama cowok itu. Cowok yang sudah menyelamatkannya dari preman preman sialan itu.

Arin menghela nafas panjang kemudian masuk ke dalam rumahnya yang bergaya klasik itu. Ia langsung menuju kamarnya. Apa yang terjadi padanya hari ini membuatnya merasa sangat letih.

Di bukanya pintu kamarnya dengan keras. Lalu membuang tas ranselnya ke sembarang tempat. Dan yang terakhir menghempaskan tubuhnya dia atas kasur empuk miliknya.

Arin memejamkan matanya. Menarik nafas dalam dalam kemudian menghembuskannya. Berharap bisa membuatnya merasa lebih rileks.

"Capek banget. Sial banget. Tapi untung banget. Untung ada tuh si cowok es. Kalo nggak ada, nggak tau deh gimana nasib gue tadi."

♪♪♪

Wehehe ini part 2. Udah selese barusan. Mungkin masih garing tapi tolong TBC. Janji deh nanti seru. Dan nggak mainstream kalo bisa. So, happy reading. TBC. Vote and Comment. Love you guys;*

15 April 2016

Arinta's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang