"Diioooonn!"
Pekik cempreng suara gadis pengusik itu membuat Dion mendengus kesal. Cowok itu mengerling tajam kearah Larissa yang kini tengah memeluk pilar besar dengan mesra seraya menatap genit Dion.
Hari ini adalah hari keempat dimana mereka telah resmi menjadi siswa kelas 12, alias Senior. Namun, ini bukanlah keempat kalinya Dion mendapat sapaan genit dari Larissa. Sejak menginjak bangku kelas 11, di setiap kesempatan, Larissa selalu menyapa Dion dengan tatapan penuh mengagumi laki-laki itu bahkan tak jarang sambil mendekap dadanya yang rata. Membuat Dion lambat laun gerah dengan tingkah genit Larissa. Bahkan terkadang Dion membalas panggilan ramah Larissa dengan geram atau membentaknya di hadapan ketiga sahabat Dion.
Seharusnya, semua gadis pasti akan merasa malu, setidaknya kapok untuk mengulanginya lagi. Tapi tidak dengan Larissa! Gadis itu malah menyengir lebar ketika Dion membentaknya. Belum lagi ketiga sahabat Dion yang gencar menggoda dan mendukung dirinya dengan Larissa!
Lain hal ketika Larissalah yang tengah berkumpul bersama para sahabatnya. Gadis itu hanya akan tersenyum pada Dion seolah mereka adalah orang asing. Dion tidak tahu dan tidak mau tahu mengapa. Itu bukan masalahnya, oke? Justru Dion bersyukur karenanya!
"Eh Larissa, ngapain peluk-peluk itu? Pilarnya dingin lho, entar masuk angin! Nih Dionnya di sini," goda Rey yang tiba-tiba muncul. Cowok itu adalah salah satu sahabat Dion yang merupakan juara umum sekaligus ketua OSIS di sekolah mereka.
"Dionnya lebih dingin!" ucap Larissa sok merajuk namun dalam sekejap gadis itu kembali memasang wajah sok imutnya.
Ada kantong pelastik? Dion mau muntah.
Dion berdecak kesal tatkala Rey terkekeh akibat humor recehan yang dibuat Larissa. Dibalik lirikkan tajamnya pada Rey, cowok itu tahu Dion sedang tidak mood menghadapi Larissa. To be honest, kapan sih Dion bakalan mood menghadapi Larissa? Bertemu saja dengan gadis itu Dion langsung merasa mampus!
Rey berpura-pura melirik arlojinya lantas berucap, "Eh, sebentar lagi masuk. La, lo nggak lupa, kan, seberapa galaknya Bu Desi?"
Kontan kedua mata Larissa melotot mengingat pelajaran pertama di kelasnya adalah Matematika yang diajarkan oleh Bu Desi–yang semenjak awal masuk kelas 10 tidak ada baik-baiknya itu! Larissa menepuk dahinya ringan lantas memberi salam kecupan seperti biasa pada Dion sebelum akhirnya berlalu.
Sayangnya, keduanya lagi-lagi tidak sekelas di akhir tingkat ini, membuat Larissa sedikit kecewa.
Sayangnya, Dion teramat bersyukur karenanya.
***
Larissa mengoyak batagor tanpa kecapnya dengan ekspresi datar. Inilah Larissa yang sesungguhnya di depan umum. Acuh tak acuh dan masa bodoh. Ia memang cuek, tapi Larissa termasuk gadis yang ramah dan begitu bersahabat. Banyak orang yang ingin berteman dengannya, namun semua orang akan segan bila memulai pembicaraan dengannya. Entah, Larissa tak peduli. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana ia bisa menghabiskan batagornya sebelum si curut datang dan menghabiskannya!
"Laaaa! Mauuuu," ucap Kira lantang dengan suara cempreng yang lebih cempreng dari Larissa sendiri. Keduanya lantas berebut sendok dari tangan Larissa.
"Ya ampun, Kir! Gue beliin deh, nggak usah ganggu orang makan!" titah Vivian lantas mengibas rambutnya, gerah. Tingkah mereka mengundang tawa Nadine yang juga mengambil tempat duduk di depan Larissa dan Kira, tepatnya di samping Vivian.
Kira cemberut mendapati Vivian kini tidak membelanya. "Ish! Laper tau."
"Beli sendiri! Punya duit banyak nggak pernah jajan," umpat Larissa gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ugly Truth [DITERBITKAN]
Teen FictionSudah dibukukan. Tersedia di Gramedia dan seluruh toko buku Indonesia. Judul sebelumnya: "BABY STEPS" Terkadang, takdir tidak selalu sesuai dengan harapan. Larissa buktinya. Ia tidak pernah mencapai garis 'finish' meskipun ia telah memulai 'start' s...