Klik.
Foto kedua Dion yang baru saja diabadikan, langsung ia jadikan sebagai lock screen. Larissa mengulum senyum seraya mendekap ponselnya sendiri. Kedua matanya tidak luput dari sosok Dion yang tengah serius meyaksikan permainan kasti dari bangku penonton. Cowok itu bersedekap dan sesekali tersenyum geli akibat celoteh Mickey di sampingnya.
Tepat saat itulah Larissa dengan tepat mengabadikan senyuman Dion.
Kalau dipikir-pikir, Larissa sudah menyimpan lebih dari seribu foto Dion dalam ponselnya, itu sudah termasuk foto yang blur alias gagal! Tapi Larissa tak juga menghapusnya. Dion tetap ganteng walaupun blur, kok! Kilah batinnya.
Sekali lagi, ampun deh! Yang menyadari Dion itu ganteng, cuma Larissa doang sepertinya. Buktinya? Lihat saja di area bangku penonton, cewek-cewek pada caper dan carmuk di depan Mickey. Bukan di depan Dion! Ya, Larissa yakin itu. Karena jika sampai mereka cari perhatian ke Dion, itu namanya cari masalah sama Larissa!
Mickey yang frustrasi karena keseringan tidak digubris oleh Dion, membuat cowok itu lebih memilih ikut berfoto selfie dengan para gadis junior di sekitarnya.
Sudah menjadi rahasia umum, Dion itu milik Larissa. Meskipun hanya Larissa yang menyatut kepemilikan tersebut dan menempelkan kalimat itu dalam-dalam pada setiap kening murid-murid seantero sekolah.
Ada sebagian orang yang mungkin mengira mereka telah jadian, tapi dilihat lagi dari sikap Dion pada Larissa yang tidak pernah berubah dari dulu sepertinya Larissa belum berhasil mencairkan hati Dion yang membeku untuknya.
Lihat saja, semua yang mengetahui kisahnya akan tercengang begitu mengetahui ia telah berhasil mendapatkan Dion. Ya, suatu saat nanti. Siapa tahu?
"La! Giliran kelas lo tuh," teriak seorang cowok yang Larissa sendiri lupa namanya.
Seraya membenarkan topinya—penampilan khas Larissa saat bermain kasti—ia bangkit, melenggang dengan seulas senyum ke arah lapangan.
Senyum yang ditujukan pada Dion seorang.
***
Nadine melangkahkan sepasang kaki jenjangnya dengan kening berkerut samar. Baru saja ia menerima pesan dari Grega yang mengatakan bahwa cowok itu ingin bertemu dengannya di halaman belakang sekolah. Yang membuat Nadine mau tidak mau harus memutuskan obrolan ringannya dengan Rey.
Nadine biasanya selalu menggerutu pada siapa pun yang mengganggu waktu kebersamaannya dengan Rey, tapi kali ini rasa kesalnya itu seolah menguap dan tergantikan dengan rasa penasaran.
Grega jarang sekali berbicara dengannya. Yang paling dekat dengan cowok itu di antara keempatnya adalah Larissa dan Kira. Nadine tahu, Grega teramat menyayangi keduanya. Maka dari itu, Kira terkadang cemburu dengan Larissa. Syukurnya, perasaan negatif itu tidak berlebihan. Kira masih waras dengan memusuhi Larissa hanya karena cowok.
Nadine menyilangkan kedua lengannya di atas perut, berdiri di belakang Grega. Cowok itu duduk di atas batu besar yang pernah di duga menjadi batu keramat milik nenek moyang penunggu gudang sekolah tersebut dengan sebelah kaki terangkat, sembarangan. Sesekali ia menyesap batang kanker yang terapit di jemarinya dengan kedua mata terpejam.
Nadine berdeham, membuat Grega segera menghentikan aktivitasnya. Cowok itu membuang putung rokok dengan asal dan menginjak ujungnya sebelum akhirnya menghadap Nadine yang bersedekap dan menatap Grega seolah mengisyaratkan, "jangan lagi lo ngerokok di sekolah!".
"Mau bicara soal apa? Tumben," tanya Nadine, penasaran.
"Lo tahu soal cowok yang Larissa suka?" pancing Grega.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ugly Truth [DITERBITKAN]
Teen FictionSudah dibukukan. Tersedia di Gramedia dan seluruh toko buku Indonesia. Judul sebelumnya: "BABY STEPS" Terkadang, takdir tidak selalu sesuai dengan harapan. Larissa buktinya. Ia tidak pernah mencapai garis 'finish' meskipun ia telah memulai 'start' s...