Delapan- The Trouble Man

48 4 0
                                    

Sejak kejadian itu, setidaknya Intan Putri mulai menyadari kehadiran ku dikelas. Hanya Intan Putri, bukan yang lainnya. Aku sering bertemu mata dengannya, dan dia tak segan segan membalas senyum kepadaku. Intan Putri sangat cantik, wajahnya yang mulus hasil perawatan, dan rambutnya yang bergelombang sempurna serta senyumnya yang menawan membuat siapapun terkesima. Meskipun ia telah melakukan perbuatan yang ahsudahlah itu, aku yakin bahwa Intan Putri sebenarnya adalah anak yang baik.

Aku selalu percaya sejak dulu bahwa seseorang melakukan sesuatu karena alasan yang mendasar. Aku paham bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan mungkin Intan Putri bertindak diluar akalnya karena ada kondisi yang tidak ia inginkan.

Hari hari setelah kejadian itu berjalan seperti biasa. Aku tetap Putri Safina yang dulu, Putri Safina yang berangkat sekolah untuk pulang, yang memakan marshmallow dua bungkus sekaligus saat benar benar mood ingin memakannya.

Aku tetap duduk disamping Denis dan walaupun kini aku lihat dia tidak sendirian lagi, ya dia bersama teman barunya saat istirahat. Dia selalu memakan bekal nya bersama Denis dan kadang aku ingin berteriak mengumpat bahwa jangan berpacaran didekatku! Melihat 'pasangan' yang normal saja membuatku jijik apalagi 'pasangan' sejenis ini. Mungkin asumsiku terlihat berlebihan karena, mereka hanya duduk sambil memakan bekal tapi sungguh aku parno sendiri melihatnya.

Hari ini adalah hari Senin, sudah kurang lebih dua minggu yang lalu sejak kejadian kejadian ekstrim dihidupku. Aku mengambil buku yang ada dilaci dan diatas meja, dengan segera aku memasukkan ke dalam tas. Aku sangat ingin segera pulang tapi aku ingat kalau hari ini adalah hari aku harus piket.
Shit! Umpatku

Hari ini adalah hari jadwal film kesayanganku tayang.

Setelah teman teman berhamburan keluar, aku segera mengambil sapu dan mulai mengerjakan tugasku dengan sigap. Beberapa anak lainnya yang sedang piket sibuk menghapus papan tulis dan membuang sampah yang tergeletak didalam laci.

Kau tahu? Denis memang bertugas piket sama dengan ku, dan coba tebak? Pacar Denis sedang menunggui Denis mengerjakan piket. Aku mendengar sayup Denis berkata, "Tunggu sebentar, vo!" vo? Ya aku ingat namanya Rivo. Dia adalah anak eskul fotografi dikelasku. Dia adalah anak biasa saja, temannya banyak juga. Yang aku tidak bisa berhenti heran adalah, mengapa ia mau dekat dekat dengan Denis? Apakah ia terlalu sering mempotret objek alam sampai sampai ia bosan dan kehilangan selera terhadap gadis?

Aku terkekeh menertawakan tentang asumsi yang barusan aku utarakan. Dasar Putri yang berotak dangkal.

Selesai piket, aku bergegas keluar kelas dan tentu saja pulang. Peluhku lumayan banyak menetes dan aku mulai merapikan kuncirku.

Saat berjalan melewati koridor, tepat di samping kantin, yang tentu saja sepi pada saat pulang sekolah kulihat Intan Putri mengacung acungkan telunjuknya ke arah wajah Marco. Entah mengapa aku penasaran. Aku merasa sejak Intan bersikap hangat padaku, aku menganggapnya sebagai temanku. Aku bersembunyi dibalik pilar dan mulai mendengarkan apa yang mereka ributkan.

"Kamu yang membuat aku seperti ini!" bentak Intan Putri. Aku melihat si Marco malah tersenyum simpul. Kulihat wajahnya yang memang ganteng tapi kurang ajar memandang Intan Putri dengan tatapan, entah tatapan apa itu!

"Aku pengen kita putus aja! Aku mau berubah jadi lebih baik" terus Intan Putri.

Lagi lagi Marco hanya tersenyum

"Yakin bisa hidup tanpa aku?" buka mulut Marco setelah senyumnya yang panjang.

Aku melihat Intan Putri mengepalkan tangannya disamping roknya dan ia berkata lagi, "Keputusanku sudah bulat" lalu ia beringsut pergi.

Aku memejamkan mata dengan apa yang barusan aku lihat,nafasku naik turun merasakan betapa menyebalkan tingkah Marco. Saat aku membalik badan akan pergi, aku dihadapkan dengan dada bidang seseorang dan aku menabraknya.

BAK!

Aku mundur selangkah untuk melihat siapa yang telah kutabrak.

Seorang laki laki yang tingginya kira kira 170cm memandangiku dengan tatapan yang tidak mengenakan.

"Permisi" jawabku yang berusaha santai.

Kurasakan jantungku berdegup kencang dan darahku berdesir cepat. Aku takut sekali akan disakiti Marco.

Ia memandangiku sekali lagi dan mulai tersenyum, dan berkata, "Sedang apa, Putri?"

Ya Tuhan. Dia mengenal namaku

Dari mana dia tahu?

Bodoh! Kan ada badge nama di dadaku

Bodoh kuadrat! Bukan saatnya memikirkan hal itu Putri! Aku meyakinkan diriku, siapa aku, dam menyadarkan diriku ini bukan cerita wattpad yang memilki ending si ganteng yang menyukai buruk rupa

Aku harus segera menyelamatkan diriku

Ia berkata kata lagi, "Kamu habis menguping ya" dia menatapku dengan tatapan nakal

Aku hanya terdiam

Ia mendekatkan tubuhnya kepadaki dan berkata seperti hampir membisik, "Kamu sangat sensual, Putri"

Dan PLAK! sebuah tamparan mendarat di pipi putih Marco

Undetected GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang