Part 1

176 8 0
                                    

"Nggaaaaak."
Aku berteriak dengan spontan.


***
   Tunggu, tunggu. Mungkin aku harus mengenalkan diri dulu. Aku Mawar, Mawar Puspita Kusumah. Aku punya sahabat, baik sekali. Namanya Melati Dewi Utami. Ya, sesuai dengan lagunya. 'Mawar Melati semuanya indah'. Tapi tidak bagiku dan Melati. Biar kujelaskan.
   Itu Arya. Muhammad Arya Satrioso. Dia mungkin bisa dibilang cowo yang keren. Rambut hitamnya yang selalu di rancungkan ke atas, mata coklatnya yang semanis coklat cadbury, dan sikapnya yang selalu tampak keren. Tapi bagiku dia sama sekali tidak seperti itu. Menurutku rambutnya yang di rancungkan ke atas itu, mirip karakter komik klasik karya Herge, yang selalu diikuti anjing putihnya. Ya, Tintin. Mata coklat gelapnya itu ga ada manis-manisnya, lebih tepatnya itu sangat pahit bagai biji kopi. Dan sikapnya itu, hanya menggambarkan es batu. Dingin. Aku masih tidak mengerti kenapa Melati dan puluhan cewe lainnya meneriaki namanya. Dengarnya saja aku ingin muntah. Oh iya, Melati menyimpan perasaan kecil pada Arya sejak kami kelas 2 SMP saat ia bertemu sang pangeran sebagai murid baru dikelasnya. Jangan beri tahu siapa-siapa ya. Kami berbeda sekolah saat SMP, tapi mendengar ocehan Melati di chat, kuyakin Arya itu orang yang hebat, pada awalnya sih kukira begitu, tapi saat ku kenal, dia sudah kelewat menyebalkan. Rasanya ingin membunuhnya berulang kali dengan 99 cara yang berbeda.

   Kita bertiga mengikuti eskul yang sama, IT. Dan asal kau tahu, tiada musim, tiada hari, dan tiada jam tanpa tiba-tiba cowo itu mem'bully'ku. Entah apa maksud dan tujuannya, dan apa yang mempropokatorinya, dia selalu seperti itu, selalu. Dan hanya padaku. Nyebelin kan?
   Arya mungkin menyebalkan tapi dia adalah gebetan sahabatku dan aku menghargainya. Seberapa menyebalkan pun dia, aku akan selalu mendukung mereka. Lagipula sikap Arya terhadap Melati juga tidak begitu buruk. Malah, lebih baik daripada dia kepada siapapun, terutama aku. Mereka juga selalu tampak akrab dan aku lebih sering melihat Arya tersenyum disekitar Melati. Jadi kuyakin mereka akan jadi pasangan yang cocok suatu saat.
   Kalian pasti berpikir kenapa aku berteriak diawal cerita. Biar ku perjelas. Yang kuceritakan barusan hanya prolog cerita kami. Dan inilah yang terjadi sekarang.
   Entah dia minum obat apa, kesambet apa atau digodain bencong macam apa, tapi dia, Muhammad Arya Satrioso, yang disukai sahabat terbaikku, Melati. Dan dibenci olehku, seorang. Menembakku. Bukan menembakkan pakai pistol tapi menembak pistol cinta. Ya, ia menyatakan perasaannya padaku dan mengajakku untuk jadian dengannya. Seperti aku gila aja mau pacaran dengan cowo yang nyebelin, yang adalah gebetan sahabat baikku. Yang benar saja.
   Teriakanku membuat dia tersentak dan dengan cepat aku berkata, "ke-kenapa jadi aku? Harusnya kan kamu nembak si Melati, jadian dengannya dan hidup bahagia selama-lamanya. Itu jalan ceritanya! Kenapa gini!?!"
   "Kenapa kamu mikir kayak gitu?" Tanyanya.
   "Ya, da .. da ... Dari dulu juga mikirnya kayak gitu! Dan harusnya emang kayak gituu!!" Bentakku.
   "Tapi ini kan hidupku. Bukan kamu, bukan Melati, bukan siapapun yang nulis ceritanya, tapi aku. Dan aku milih kamu."
   "Aaaaaaaaa!!" Aku berteriak. Menutupi wajah dan berjongkok menghadap tanah. Seharusnya tidak seperti ini. Seharusnya aku hanyalah karakter sampingan yang mendukung si peran utama, Melati dan Arya. Apa yang akan Melati katakan jika ia tahu? Mungkin dia tidak akan berbicara padaku lagi. Itu tidak boleh terjadi.
   "Pokoknya!" Teriakku sambil berdiri dan menunjuk tepat ke hidung Arya. "Lupakan aku! Lupakan yang terjadi hari ini! Dan aku akan buat kamu suka sama si Melati!!!"
   Aku menurunkan jari telunjukku dan segera berlari secepat mungkin. Sesampainya dirumah, aku mendobrak pintu dan membanting pintu dengan keras.
   "Arya bego!!" Bentakku.
   Aku beranjak ke kamar, mengunci pintu kamar dan berteriak sekencang-kencangnya.
Kenapa si Arya malah nembak aku sih? Kenapa dia ga ikutin alur ceritanya aja. Harusnya kan dia jadian dengan Melati.
   Dari pertama Melati bercerita tentang gebetan kecilnya saat kami masih SMP. Aku sudah berjanji padanya dan pada diriku sendiri bahwa ini cerita mereka dan aku hanyalah karakter sampingan yang adalah sahabat si peran utama. Dan sejak ia menyimpan hati pada Arya, dia tidak pernah murung lagi. Dan aku senang dengan Melati yang seperti itu. Semuanya berjalan sesuai rencana hingga hari ini, orang yang paling kubenci itu merusak alur ceritanya yang seharusnya terjadi. Aku tidak tahu harus berkata apa pada Melati jika ia sampai tahu. Yang pasti aku harus mengembalikan cerita ini dan menulis ulangnya agar sesuai dengan alurnya yang sudah ada. Aku berdiri dan mengambil semua novel cinta yang ada di rak lemari kakakku. Ini saatnya menulis cerita.

***

   Aku duduk di bangku taman sekolah. Menyimpan beberapa buku novel yang ku pinjam dari perpustakaan dan memaksakan diri membaca lanjutan novel kemarin. Aku tidak tidur tadi malam. Aku tidak tenang karena terus terpikir Melati dan Arya, jadi aku bergadang semalaman untuk menyelesaikan 12 novel romantis kakak dan 4 novel cinta. Percayalah, itu sangat membuatku tidak fokus dikelas. Aku tertidur lebih dari 20 kali, cuci muka 6 kali dan tetap saja melindur saat pelajaran bahasa. Tapi itu semua tidak sia-sia. Aku berhasil merangkum 43 cara untuk membuat Arya membalas perasaan Melati. Aku hanya harus membaca sedikit lagi untuk bisa menyempurnakan rencanaku.
   "Hei," ujar seseorang sambil duduk disebelahku. "Sedang apa?"
   "Hei, sedang ..." aku berteriak saat aku sadar yang duduk tepat disebelahku adalah Arya. Aku masih lelah dan kesal dan tak mampu mengeluarkan kata apa pun. Kupikir aku sudah memberitahunya untuk menjauh.
   "Hei, kalian." Ujar seorang gadis dengan rambut panjang diurai. "Ngomongin apa?"
Dan gadis cantik itu adalah Melati. Rasanya jatungku berhenti melihat mereka.
   "Nggaaak!! Ga ngomongin apa-apa, kok!" Aku tak sengaja berteriak, karena gugup setengah mati. Aku memelototi Arya sambil sedikit meninggikan suara dan berkata, "ga penting!"
Aku membawa semua buku novel yang kupinjam dan segera ke kelas. Meninggalkan mereka berdua.

***

   Akhirnya bel pulang berbunyi juga. Aku dapat melewati istirahat kedua tanpa berpapasan dengan Arya dan Melati. Yang tinggal kulakukan hanyalah mengembalikan novel yang kupinjam dan bergegas pulang. Aku akan berlari sangat cepat. Sangking cepatnya aku bagai angin tak terlihat. Dan ketika guru meninggalkan kelas, aku berlari dari kelasku di lantai 2 ke perpustakaan. Membuka sepatu, menandatangani buku pengembalian, menyimpannya di rak semula dan mengenakan sepatu tanpa mengikat tali sepatu. Alhasil aku jatuh ditengah lapang dalam perjalanan ke gerbang. Dengan menahan malu, aku mengikat tali sepatu dan berjalan pulang.
   Tantangan pertama selesai. Aku sudah merangkum taktik-taktik untuk membuat Arya berpaling dariku ke Melati. Aku akan memulai taktiknya ketika pagi menyapa besok.

Mawar Dan MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang