Voice 2

51 3 0
                                    


'Hh, segarnya...' gumam Alexa sambil merebahkan badan. Ia mengingat kembali kejadian siang tadi di kepalanya. Raya Nugraha. Ray. Mengapa ia memaksa bertemu? Alexa merasa ia tak punya kepentingan apapun dengan orang ini. Dan apa katanya tadi? Ia sering melihat Alexa? Tiba-tiba saja mukanya memerah. Andai ia mengetahui ini dari dulu, setidaknya ia bisa sedikit menjaga sikapnya.

Alexa selalu merasa hanya di tempat itulah ia bebas menunjukkan siapa diriya yang sebenarnya. Alexa yang lebih menyukai musik daripada seni rupa. Alexa yang lebih suka bernyanyi daripada melukis. Alexa yang bisa memperjuangkan mimpinya dan bukannya terbelenggu ekspektasi orang tua.

Dengan cepat alexa menggelengkan kepalanya. Ia sudah tak mau mengingatnya lagi. Mengingat hanya membuatnya semakin bersedih. Ia tak pernah marah kepada orangtuanya, namun jujur saja dia masih belum bisa menghilangkan kesedihannya. Mungkin itu sebabnya teman-temannya sering menganggapnya pemurung dan enggan berbicara dengannya.

Tapi Ray berbeda. Dengan mudahnya ia berbicara dengan Alexa. 'Kenapa aku berpikir tentang dia lagi sih? Pikiranku mungkin sedang kacau. Lebih baik aku tak menemuinya besok.' Dan setelah memutuskan demikian, Alexa terlelap.

                                                                      *

Ray melirik jam tangannya entah untuk keberapa kalinya siang ini. 'Mengapa gadis itu tak kunjung datang? Apa dia sebegitu pengecutnya untuk datang kesini?' pikirnya sambil mendengus. Ray menduduki bangku Alexa kemarin.

Kemarin Ray sangat emosi. Ayahnya meneleponnya dan kembali memaksa untuk tinggal bersamanya. 'Yang benar saja, mana mungkin bapak tua itu peduli.' pikirnya sinis. Saat itu Ray berusaha menolak, namun ayahnya terus memaksa bahkan mulai membentaknya. Ray langsung mematikan telepon dan berusaha meredakan emosinya.

Tempat ini merupakan salah satu tempat favorit Ray. Ia bisa meluapkan emosinya karena suasana yang sangat sepi. Kemarin juga begitu. Ia segera menuju kesini dan berusaha meredakan emosinya. Namun, tiba-tiba saja ia mendengar suara nyanyian. Ia mengedarkan pandangan. Dan benar saja, ia melihat seorang gadis tengah memakai earphone dan bersenandung pelan.

Ray sering melihat gadis itu disini. Namun ini pertama kalinya ia mendengarnya bernyanyi. Ada sesuatu yang salah dalam suaranya. Ray tak tahu mengapa, namun suara nyanyian gadis itu terasa begitu sedih, memilukan. Membuatnya penasaran sekaligus ingin menghiburnya. Ia mengamati gadis itu lamat-lamat. Rasa penasaran kembali mengusiknya. Akhirnya ia memberanikan diri dan memutuskan menyapa gadis itu. Yang ternyata akhirnya membuatnya menunggu dengan menyedihkan di tempat ini.

"Huh, dimana dia?" gumamnya ketus.

Ray sudah ingin pergi ketika ia melihat gadis yang ditunggunya tengah bersembunyi dibalik pohon yang berada tak jauh dari pohon tempatnya bersandar sekarang. Ray tersenyum sinis. 'Apakah dia pikir dia bisa bersembunyi dariku? Lucu sekali.'

                                                                      *

Takut-takut, alexa mengintip dari balik pohon. 'Hm, kemana dia pergi?' pikirnya. Perlahan Alexa keluar dari persembunyiannya. Alexa tak tahu apa yang membuatnya melangkahkan kaki kesini. Padahal kemarin ia sudah memutuskan untuk tak menemui Ray. Tadi begitu sampai disini tiba-tiba saja ia ragu dan lekas bersembunyi begitu melihat Ray tengah duduk menunggunya.

"Hh untung saja dia pergi. Aku tak perlu menemuinya."

"Siapa yang tengah kau bicarakan?" tiba-tiba terdengar suara dari balik punggungnya.

"Waa, apa yang kau lakukan disini! Kukira kau tadi sudah pergi," jawab Alexa ketus.

"Aku tak menyangka kau pengecut begini. Untuk apa kau bersembunyi dariku?"

Heart VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang