"Alexa! Alexa, kau sudah sadar?" tanya Ray panik.
"Tenanglah Ray, aku baik-baik saja." ujar Alexa seraya tersenyum lembut.
Alva tercenung melihat mereka berdua. Mereka terlihat begitu dekat. Ia merasa sangat gusar. Alexa tunangannya! Seharusnya itu haknya untuk berada disamping Alexa, bukannya Ray! Dan ia sangat ingin menyeret Ray keluar dari ruang itu. Namun, melihat keadaan Alexa, Alva pun mengalah. Ia tak ingin kondisi gadis itu memburuk.
"Ngg akan kulaporkan keadaan Alexa pada dokter," ucapnya pelan.
"Oh Alva, kau disini juga?" tanya Alexa.
Alva tersenyum miris. Astaga, bahkan Alexa tak menyadari kehadirannya?
"Ya, istirahatlah. Dan Ray, sebaiknya kau biarkan Alexa beristirahat," ucapnya ketus sebelum keluar ruangan.
*
Hari sudah beranjak malam. Namun, Ray tetap berada di ruangan Alexa. Sepanjang hari tadi dia terus diam mengamati Alexa. Setelah tadi Alva meninggalkan ruangan, Alexa kembali tertidur. Sepertinya gadis itu masih lelah. Ada banyak hal yang ingin ia katakan pada Alexa. Ada banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan. Namun, Ray terus menahan diri. Tak mungkin kan ia mengganggu tidur Alexa hanya untuk keegoisannya semata?
Kembali ditatapnya Alexa. Raut wajah gadis itu terlihat begitu damai. Ray tahu ini hanya perasaannya, namun ia merasa suasana di sekitar mereka menghangat. Entahlah, seolah senyum yang kini terukir di wajah gadis itu bisa ikut menghangatkan hatinya, lebih tepatnya dunianya. Ray harus akui itu.
Pelan, Ray mengulurkan tangannya menuju wajah Alexa. Ia baru saja akan menyentuh pipi Alexa ketika tiba-tiba saja gadis itu terbangun. Ray segera menarik tangannya dan memasukkannya ke saku celananya.
"Ray..." panggil Alexa lirih.
"Ya, aku disini, Bagaimana perasaanmu?" jawab Ray lembut seraya tersenyum.
"Aku baik-baik saja," Alexa berusaha menyunggingkan senyum.
"Oh baguslah."
Ray bergerak gelisah di tempatnya. Ia tidak tahu bahwa Alexa ternyata bisa membuatnya segugup ini. Berulang kali ia menghembuskan nafas, terlihat salah tingkah.
"Ray, ada apa?" tanya Alexa yang menyadari keresahan Ray.
"Mm Alexa, kau tahu, aku merasa sangat bodoh. Aku yakin kau pasti sadar akhir-akhir ini aku sedang berusaha menjauhimu. Maafkan aku. Aku tak tau apa yang salah dengan diriku. Aku benar-benar tak bisa mengontrol emosiku," jawab Ray seraya mengacak rambutnya frustasi.
Ray melirik Alexa sekilas. Gadis itu tetap diam di posisinya. Menunggu Ray melanjutkan ucapannya.
"Kau tahu, aku sekarang sangat menyesal. Andai aku tahu akan jadi begini akhirnya, aku tidak akan berlaku bodoh dengan menjauhimu. Aku takut Alexa. Aku takut. Sejak aku mendengar kau kecelakaan pikiranku kalut. Bagaimana bila aku tak dapat melihat senyummu lagi. Bagaimana bila mau tak mau aku harus melepasmu pergi. Bagaimana... Bagaimana bila kau tak bertahan hidup dan aku tak dapat melihatmu lagi? A-aku... Aku takut..."
Ray tidak meneruskan kalimatnya. Ia mendengar suara isakan. Dan saat ia mengangkat kepalanya, ia melihat Alexanya tengah menangis.
*
Alexa tak tahu apa yang harus ia katakan saat ini. Ia senang Ray khawatir padanya. Ia tau, tak seharusnya ia membuat orang lain khawatir. Namun, setelah semua yang terjadi, ia senang mengetahui bahwa Ray peduli padanya. Ia sudah sangat takut dan gelisah sejak Ray menjauhinya.
"Ray... a-aku... kukira kau membenciku. Kau menghindariku dan aku tak tahu apa yang harus kulakukan agar kau mau berbicara denganku lagi. Aku... Aku takut kita akan kembali menajdi orang asing. Maaf, kumohon maafkan aku... Jangan menjauhiku lagi."
Alexa menangis dan menutup muka dengan kedua tangannya.
"Alexa..."
Alexa mendengar Ray memanggil namanya lembut, namun ia masih tetap keras kepala menutup mukanya.
"Alexa..."
Kali ini ia merasa tangannya ditarik pelan dan ia tidak memiliki pilihan lain selain menatap Ray.
"Ya?" jawabnya pelan.
Bisa dilihatnya Ray tersenyum penuh makna padanya. Dan Alexa pun merasakan jantungnya mulai berdetak lebih cepat.
"Alexa, bagaimana mungkin kau berpikir seperti itu? Tidakkah kau sadar bahwa kau telah menjadi orang yang sangat penting bagiku sekarang? Aku mengakui bahwa aku telah menghindarimu akhir-akhir ini. Tapi itu bukan karena aku membencimu, bagaimana mungkin aku membenci orang yang sangat aku sayangi ? Aku menghindarimu karena aku cemburu. Aku tidak rela melihatmu bersama pria lain. Maafkan aku. Aku tau sifatku egois dan kekanakan, tapi aku butuh waktu untuk menata perasaanku."
Alexa terdiam. Ia tak menyangka Ray akan mengatakan hal seperti itu. Ia tak kunjung bisa menyusun kata untuk membalas perkataan Ray.
"Alexa? Kumohon katakan sesuatu." Pinta Ray cemas.
"A-aku... Aku tak tau harus berkata apa."
Alexa bisa melihat Ray tersenyum kembali. Ray meraih tangannya dan menggegamnya pelan.
"Hei, tidak usah merisaukannya. Aku hanya ingin mengatakan apa yang kurasakan sekarang. Tidak perlu terburu-buru menjawabnya. Aku bisa menunggumu, sampai kau tahu pasti apa yang kau rasakan. Tapi jangan menghindariku karena hal ini, oke? Aku tidak ingin hal seperti ini terulang lagi. Aku menyukaimu dan aku ingin bisa selalu di dekatmu."
Alexa tak bisa menahan perasaannya lagi. Ia mulai terisak. Perlahan tangisannya mulai mengeras.
"Alexa? Aku tidak mengatakan hal yang salah kan? Maaf, apa aku membuatmu tertekan? Maafkan aku."
Ia hanya sanggup menggeleng.
"Ada apa? Aku tidak akan mengerti jika kamu tidak mengatakannya."
"I... Ini, ini semua tidak mungkin. A-aku tidak mungkin bisa merasakan hal yang membahagiakan seperti ini. Aku... Aku pasti bermimpi kan? Ya aku pasti bermimpi."
Ia mulai mencubit dan memukul pipinya. Dengan sigap, Ray menahan tangannya.
"Hei, jangan begitu. Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?"
"Aku tidak berhak bahagia Ray. Semua ini salah. Harusnya aku sadar diri. AKu tidak berhak menerima perasaanmu."
Alexa semakin terisak. Ia tahu cepat atau lambat ia harus menceritakan hal ini pada Ray. Sejak Ray mulai membuka dirinya, Alexa tahu ia harus melakukan hal yang sama pula. Ia harus menceritakannya, alasan mengapa ia melepas mimpinya.
*
Ray terus mengamati Alexa. Ia tahu, ada hal yang membuat gadis itu risau. Ia juga tahu bahwa Alexa ingin mengatakan sesuatu. Ray hanya diam, menunggu Alexa siap mengatakan apapun yang ingin dikatakannya.
Tadi Ray tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengatakan apa yang selama ini ia rasakan. Bahwa Alexa adalah orang yang penting baginya. Bahwa Alexa adalah orang yang bisa membuatnya merasakan perasaan-perasaan baru yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Dan kini, ia merasa resah melihat gadisnya terdiam seperti ini. Apa ia telah mengambil keputusan yang salah dengan mengatakan perasaannya yang sebenarnya? Mengapa gadis itu terus berkata bahwa ia tidak berhak bahagia? Ia terus bertanya-tanya tapi dia terus menahan diri. Ia tidak mau membuat Alexa merasa semakin terdesak.
Setelah keheningan yang cukup lama, akhirnya Alexa mengangkat kepalanya dan menatap Ray.
"Kurasa, ini adalah waktu ketika aku harus menceritakan sesuatu padamu. Kau dulu pernah bertanya mengapa aku selalu bernyanyi dengan suara sedih kan?"
Ray hanya bisa mengangguk. Ia akhirnya akan mengerti jawaban dari pertanyaan pertama yang ia ajukan kepada Alexa dulu, sekaligus hal pertama yang membuatnya tertarik pada gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Voice
RomanceRay - Semua kebencian ini membuatku muak. Aku muak dengan hidup. Aku sudah hampir menyerah ketika tiba-tiba kudengar suaranya. Lembut, indah, namun sendu. Membuatku penasaran sekaligus ingin melindunginya. Apa yang membuatnya sesedih itu? Alexa - Ak...