Alexa mendengus kesal. Ia bersedekap dan melotot lurus ke depan. Ke arah Alva. Mereka kini tengah duduk di salah satu meja di dalam kafe dekat kampus. 'Apa tadi katanya? Tunangan? Yang benar saja!' gerutu Alexa dalam hati.
"Kau terlihat tidak senang. Ada masalah?" tanya Alva memulai pembicaraan.
"Tentu saja aku tidak senang! Kenapa kau bisa-bisanya berkata bahwa kau adalah tunanganku?! Dan kau mengatakannya di depan Ray!"
Alexa sangat kesal. Tadi Ray hanya meliriknya sekilas setelah Alva memperkenalkan diri begitu. Alexa belum sempat membantah karena Ray langsung pergi tanpa menoleh ke arahnya lagi.
"Memangnya kenapa bila di depan Ray? Kau menyukainya?" tanya Alva sambil mengangkat salah satu alisnya.
"Tidak! Bukan begitu... Aku..." Alexa kehilangan kata-kata.
"Kalau begitu kau tidak masalah kan bila aku menjadi tunanganmu? Toh kita sudah lama saling mengenal."
"Kau tak bisa seenaknya begitu! Memangnya siapa yang mengizinkanmu mengaku menjadi tunanganku hah?!"
"Kau tidak tahu? Ibuku sudah mengatur semuanya. Mungkin sebentar lagi ibuku akan mengadakan acara peresmiannya."
Alexa tak bisa mengontrol dirinya untuk segera berlari meninggalkan kafe itu. Tak peduli akan teriakan Alva yang berusaha mengejarnya.
*
Ray tengah duduk di kamarnya. Ia sudah mulai tinggal bersama ayahnya lagi di rumahnya. Yah, bisa dibilang semua itu berkat Alexa. Huh Alexa. Entah kenapa Ray merasa sangat kesal. Gadis itu sudah menjadi tunangan orang lain? Lalu apa arti kebersamaan mereka selama ini?
Ray tertegun. Mengapa ia jadi berharap seperti itu? Apakah... Ia memiliki perasaan khusus terhadap Alexa? Rey tertawa getir. Apakah ini hukuman baginya? Ia menyukai seseorang yang tak mungkin menjadi miliknya.
Ray akui, ada masa-masa dimana ia sempat menjalin hubungan dengan banyak gadis. Hari ini putus, esoknya bisa dipastikan ia sudah memiliki pasangan baru. Tapi Ray tak pernah serius dengan gadis-gadis itu. Itu hanyalah cara ia mengisi waktu dan melarikan diri dari keadaan keluarganya yang membuatnya kesepian. Sampai Alexa datang.
Alexa yang bisa membuatnya tersenyum geli. Alexa yang mau mendengarkan semua ceritanya. Alexa yang tulus peduli padanya. 'Gawat,' batin Ray. Sepertinya ia benar-benar jatuh hati pada gadis itu.
Ray melangkah pelan menuju jendela kamarnya. Dipandanginya halaman rumahnya yang luas. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Ray tak mau kehilangan orang yang penting baginya lagi. Ia sudah kehilangan ibunya dan sempat kehilangan ayahnya.
Ia memejamkan matanya sejenak. Ia harus berhenti. Ya, berhenti membuat Alexa menjadi semakin penting baginya. Ia harus menarik diri dari segala hal yang berhubungan dengan Alexa. Ia tahu itu akan membuatnya tersiksa, tapi ia tak akan sanggup bila ia terus bersama Alexa hanya untuk melihat gadis itu bersama orang lain. Ray membuka matanya, siapapun yang melihat akan tau, mata itu telah meredup.
*
Sudah seminggu sejak kejadian 'perkenalan' itu berlalu. Alexa selalu mencari Ray, namun ia tak pernah menemukannya. Bagaimana mau menjelaskan? Melihat Ray saja tidak bisa. Alexa sudah mencari di kelasnya, namun teman-teman Ray berkata sudah seminggu Ray tak masuk kuliah. Alexa mencari ke rumahnya. Satpam rumahnya berkata sudah seminggu Ray tak pulang ke rumah itu.
Alexa merasa frustasi. Kenapa mereka selalu seperti ini? Saling mencari tidak jelas begini. Kenapa selalu saja ada masalah dan kesalahpahaman di antara mereka? Alexa benar-benar merasa letih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Voice
RomanceRay - Semua kebencian ini membuatku muak. Aku muak dengan hidup. Aku sudah hampir menyerah ketika tiba-tiba kudengar suaranya. Lembut, indah, namun sendu. Membuatku penasaran sekaligus ingin melindunginya. Apa yang membuatnya sesedih itu? Alexa - Ak...