Voice 3

40 2 0
                                    

Alexa menumpukan wajah ke meja belajarnya. Ia baru saja selesai membuat sketsa untuk tugas kuliahnya. Tiba-tiba ia teringat Ray. Sejak pulang dari kebun binatang seminggu lalu, Alexa jadi sering memikirkannya. Entahlah, ia sendiri juga tak tahu apa yang terjadi pada dirinya.

Setelah kencan saat itu, mereka tak bertemu esok harinya. Entahlah, Alexa tak dapat menemukan Ray dimanapun. Bahkan ia belum bertemu dengannya sampai sekarang. Mau tak mau Alexa khawatir. Apa terjadi sesuatu pada Ray? Apakah ia kecelakaan? Diculik alien? Masuk dimensi lain?

"Uh sejak kapan aku melantur begini,? Sepertinya akhir-akhir ini kerja otakku makin tidak beres," gerutu Alexa.

Alexa meregangkan badannya. Ah dia sangat bosan. Lebih baik ia membeli beberapa camilan sekaligus menghirup udara segar. Alexa baru berjalan beberapa langkah ketika sebuah suara yang dikenalnya memanggilnya.

"Tomat! Tunggu!"

Cepat Alexa menolehkan kepalanya. 

"Ray?! Apa yang kau lakukan disini? Sudah seminggu aku mencarimu tahu! Kau tiba-tiba saja menghilang!" cecar Alexa.

"Wah, tomat mencariku? Aku tersanjung," ucap Ray sambil tersenyum mengejek.

"Kau memang menyebalkan!"

Dan tiba-tiba saja raut wajah Ray berubah.

"Ya, mungkin karena itu aku tidak cukup pantas untuk hidup bahagia," ucapnya pelan.

Alexa sadar ada yang salah dengan Ray. Ada yang mengganjal hatinya. Apa yang harus ia lakukan? Bertanya lebih jauh? Tapi bagaimana bila itu malah mengusiknya? Cepat Alexa menggelengkan kepalanya. Ia putuskan mengikuti kata hatinya saja.

"Ray, ada apa denganmu?" tanya Alexa lembut.

"Hm? Apa maksudmu? Aku baik-baik saja," jawab Ray seraya memaksakan tersenyum.

"Kau bisa berkata baik-baik saja, tapi matamu tak bisa berbohong. Ceritakanlah padaku. Itu akan membantu perasaanu menjadi lebih lega."

"Kau yakin mau mengetahuinya?" raut wajah Ray terlihat ragu.

"Tentu saja. Itu gunaku sebagai teman," sahut Alexa gemas.

Rey hanya mengangguk sebagai balasannya. Alexa segera mengajaknya duduk di sebuah bangku di taman dekat kosnya. Ia tahu Ray membutuhkan tempat yang nyaman dan tidak terlalu ramai saat ini.

"Jadi, apa yang terjadi padamu?" tanya Alexa sekali lagi.

"Aku... Entahlah. Aku tidak tahu bagaimana harus menceritakannya. Selama ini aku selalu menyimpannya sendirian."

"Ray, kau bisa percaya padaku. Aku janji akan membantumu. Bisakah kau percaya padaku?" tanya Alexa lembut.

Ray tampak berpikir sebelum akhirnya mengangguk.

Lalu bergulirlah cerita Ray mengenai ayahnya. Ayahnya seorang diplomat yang sibuk. Bisa dibilang ia hampir tak pernah dirumah. Tak pernah ia meluangkan waktu sedikit pun untuk Ray dan Ibu Ray. Apabila mereka terlihat pergi keluar bersama itu hanyalah untuk pencitraan. Ray tau ayahnya tak pernah sekalipun mencintai ibunya.

Hingga suatu saat ibunya sakit keras. Dokter bilang, itu merupakan efek buruk dari tekanan yang terus dialaminya. Ray tahu itu akibat ulah ayahnya yang tak pernah peduli. Ia sudah memohon pada ayahnya untuk lebih memperhatikan ibunya, namun hingga detik-detik terakhir ibunya hidup, ayahnya tak pernah berubah.

Ayahnya hanya menangis ketika ia diliput televisi dan surat kabar. Selebihnya? Ia bersikap biasa saja seolah tak ada yang terjadi. Ray pun memutuskan untuk pindah dari rumah dan tinggal di rumah pamannya. Namun, akhir-akhir ini ayahnya selalu memaksanya untuk kembali tinggal bersama. Ray yakin itu hanya demi pencitraan ayahnya. Dia tak akan mau lagi dimanfaatkan ayahnya.

Heart VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang