Dust In The Wind

1.3K 111 36
                                    

Hallo semua...
Kali ini Aby ingin menyapa kalian semua di awal bab ini.

Aby hanya ingin menyampaikan bahwa cerita PUING ini akan Aby buat multiple P.o.V
Jadi, di setiap bab akan ada keterangan P.o.V-nya agar kalian tidak bingung dalam menentukan siapa yang sedang bercerita. (Jika ditemui dalam satu bab tidak ada keterangannya, maka berarti yang sedang bercerita adalah orang ketiga serba tahu atau sebut saja penulis.)

Demikian, harap dijadikan maklum apa adanya. Ini semua demi kelancaran jalan cerita, karena Aby mau cerita ini bisa lebih berkembang lagi.

Terima kasih dan selamat membaca.

.

.

.

Pemuda yang sedang duduk di sudut kanan depan Gama Cafe itu terlihat gelisah. Menatap tak tentu arah ke segala penjuru hingga tepat di satu titik ia menangkap objek yang duduk dengan tenang selang dua meja di depannya.

Tak ada maksud untuknya menguliti sosok itu, tapi dirinya tak kuasa menepis keinginannya. Ditatapnya lekat-lekat lelaki yang asik memainkan ponsel di tangannya itu. Lebih dari satu menit matanya tak ingin beranjak, hingga ia terpaksa memalingkan pandangannya saat lelaki itu mengangkat kepala.

Gelagat sang pemuda mulai tak tenang, ia tak tahu sampai kapan dirinya harus bertingkah konyol seperti ini. Dan satu yang menjadi pertanyaan, kenapa secara tiba-tiba dirinya jadi aneh seperti ini? Dia tak kenal lelaki itu, juga seharusnya tidak menghiraukan keberadaan orang asing itu. Tapi lihatlah, matanya dengan kurang ajar menatap lekat setiap jengkal yang ada pada diri lelaki itu.

Ada yang lain. Ada sesuatu yang membuat dirinya seakan tertarik pada lelaki itu. Seperti gravitasi matahari yang memengaruhi tata surya beserta isinya-bukan hanya pemuda itu, tetapi juga semua orang di sekeliling mereka, seolah perhatiannya juga tertuju pada lelaki yang masih tak menyadari bahwa keberadaannya telah menjadi pusat atensi.

Saat lelaki itu selesai dari urusan bersama ponsel kesayangannya, ia bermaksud mencari seseorang yang sudah ditunggunya sejak tadi. Ia menoleh ke kanan dan kiri, namun nihil, seseorang itu belum juga menampakkan batang hidungnya. Ia kembali mengedarkan pandangannya, dan di saat itulah matanya beradu pandang dengan mata milik pemuda yang sejak tadi tak mampu mengalihkan pandangannya.

Keduanya tak saling kenal, namun dari tatapan itu mereka seakan saling berbagi satu sama lain. Andaikan keduanya memiliki kekuatan untuk membaca pikiran orang lain, pasti saat ini keduanya akan membaca apa yang ada di pikiran masing-masing.

Masih saling berusaha menebak isi kepala masing-masing, terdengar suara petikan gitar mulai mengalun merdu ke seluruh penjuru cafe. Keduanya masih bergeming di kedudukan masing-masing, seakan tak mau mengalah. Saat suara vokalis di lagu itu bergema, keduanya seperti tersihir oleh satu momentum yang membuat mereka seakan terjebak di dalamnya.

'I close my eyes only for a moment, and the moments gone
All my dreams pass before my eyes, a curiousity
Dust in the wind, all they are is dust in the wind'

Keduanya menyadari bahwa semua angan-angan yang telah mereka tata dengan rapi, kini telah lenyap bagaikan debu yang tertiup angin.

'Same old song, just a drop of water in an endless sea
All we do crumbles to the ground, though we refuse to see
Dust in the wind, all they are is dust in the wind'

Lagi, keduanya menyadari bahwa apa yang telah mereka perjuangkan selama ini sudah tak memiliki arti apapun. Seperti buih ombak di tepian jurang, pecah dihempaskan ke kerasnya batu karang. Hancur luluh lantak tak bersisa.

PUINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang