ONE

355 71 24
                                    

Everything that's broke leave it to the breeze.
-James Bay, Let It Go

******

THE BOY

Aku masih duduk di balkon apartemenku dengan cuaca Jakarta yang benar-benar membuat keringat di sekujur tubuhku keluar tanpa henti. Sebetulnya aku bisa saja masuk ke kamar dan menyalakan pendingin ruangan. Namun aku menolak bersikap seperti itu, yaitu seperti orang Indonesia yang sok asli berkebangsaan asing padahal besar di Indonesia. Tetapi tubuh ini tetap saja tidak bisa diajak berkompromi karena sudah terbiasa dengan suhu dingin Kanada selama 9 tahun dan ini juga yang membuat keringat didahiku menetes sampai ke keyboard laptopku.

"Awfulll," pekikku.

"Why am i here?"

Aku buru-buru mengelap kemudian menutup laptopku dan bangkit untuk menggurutukan diriku sendiri.

Orang gila mana yang menawarkan diri untuk menerima Operasi Bedah Jantung di Indonesia karena dinegara ini membutuhkan bantuan dokter dari luar. Teman-teman dokter yang menolak karena beralasan Indonesia sangat jauh. Dan kami harus bertugas selama satu bulan disini, sampai operasi selesai.

Alasan mereka memang tidak jauh dari "kasihan jika harus meninggalkan keluarga". Teman-teman sesama Dokter Kardiologi ku rata-rata memang bapak-bapak beristri dan memiliki anak dua. Bahkan bercucu empat. Aku memang paling muda diantara yang lain. Tapi sungguh tidak wajar jika diumurku yang sekarang 29 tahun hanya pernah berpacaran selama 3 kali.

Dan hanya pernah berciuman 2 kali. Tapi bukan berarti aku tidak pandai dalam hal itu.

Bisa kubuktikan.

Dan boleh kukatakan juga, sejujurnya aku menawarkan diri pergi ke sini selain sudah lama sekali aku tidak berada di negara asalku sendiri selama satu bulan penuh. Aku juga ingin mengunjungi keluargaku disini. Dan tentu saja mencari gadis dari masa laluku yang masih kutunggu sejak 12 tahun lalu. Gadis yang benar-benar membenciku.

"Bodoh memang." geramku sambil menjawab otakku tadi.

Dan aku masih terus menggerutu hingga ponselku berdering, buru-buru aku angkat ketika melihat siapa nama yang menelponku.

Ibu.

"Halo bu, ada ap..."

"WOI!! Kemana aja sih? Angkat telpon aja lama banget. Ngerem telor ya? " sela suara di seberang sana dan langsung berteriak, ternyata ini adikku menggunakkan nomor ibu. Tidak mungkin Ibu bersuara laki-laki dan tidak mungkin ayah berbahasa sebiadab itu.

"Bisa ngga gausah teriak ngomongnya? Dokter THT gue lagi cuti hamil, jadi gue gabisa periksa kalau budek seketika."

"Udah, kesini lo sekarang. Di cariin ibu. Masa udah seminggu di Jakarta gakesini."

Sedurhaka itu kah? Batinku merenung.

"Lo lagi nginep? Gue nanti makan malam disana deh. Kalau sekarang gabisa, ada yang harus di selesaiin."

Adikku mendengus di ujung sana.

"Dokter Kardiologi, banyak duit, tugas diluar negeri. Tapi gakawin-kawin. Sampe kapan lo mau ngurus idup sendiri?" sambung Ari. Cekikikan. Tentu saja.

"Shut up."

"Oke. Oke. Cepet deh kesini. Gue nginep sama bini sampe senin disini."

"Ya. I'll be there"

"Oh ya, bilang ibu masak kangkung ya" sambungku cepat.

"Ya. Dah ya." jawab adikku sebelum bunyi telepon terputus terdengar.

Four Roses For You [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang