FOUR

132 31 8
                                    

But it's you i think of when the snow is falling outside

and i'm trapped in my own thoughts and

i think to myself how could anyone be such a work of art.

-Unknown

****

THE BOY

"Naya" Hanya itu yang bisa kuucapkan setelah sekian lama tercekat dan otakku benar-benar berhenti berfungsi, badanku gemetar, dan aku yakin sekarang wajahku memucat. Namun, jauh di dalam dadaku aku yakin betul ada gejolak bahagia disana. Sangat amat bahagia.

Aku masih terus mencoba memulihkan tubuhku, tapi tidak bisa. Tubuhku semakin kaku setelah menatap matanya.

Tatapan apa itu?

Sebersit kemarahan ada disana. Benarkah?

Matanya yang semula kaget sekarang sudah berubah menjadi mata gadisku yang dulu. Mata yang selalu menatap tajam mata musuhnya dengan dingin, kekejaman, juga kebencian.

Tidak.

Rasa nyeri didadaku benar-benar berkecamuk sekarang.

Apa itu?

Dan aku yakin jika saja temannya tidak menahan pergelangan tangan itu, dia pasti sekarang sudah tidak terlihat lagi di lorong ini. Dan otakku sedikit berfungsi, baru kemudian aku menyadari temannya itu adalah Alea. Ya, aku ingat dia sahabat Naya sejak TK. Aku tahu itu. Sekarang aku sadar kenapa Alea menahannya pergi.

Alea tahu aku masih berharap kepada Naya. 4 bulan lalu aku bertemu dengannya di pernikahan Ari, dia ternyata teman Elena setelah aku menanyakannya langsung dan tentu saja menanyanyakan kabar Naya tetapi perempuan itu hanya tersenyum dan berkata "Dia sangat baik" lalu beranjak pergi. Aku ingat itu. Sakit sekali pada saat itu. Mengetahui dia baik-baik saja, namun tidak pernah berusaha bertemu denganku. Atau bahkan sudah lupa.

Dan sekarang juga tidak kalah sakitnya. Melihat Naya dihadapanku sedang di tahan pergi oleh Alea. Aku tahu jika Alea tidak mencengkram tangannya mungkin Naya sudah tidak disini. Aku lebih baik melihat Naya pergi karena kehadiranku dari pada hadir disini tetapi dengan paksaan dan tatapan penuh kebencian di matanya.

Naya belum bisa memaafkanku dan melupakan semuanya.

"Kak Erga?"

"Ba- bagaimana ibu?" tanya Alea yang memecahkan keheningan di lorong ini.

Aku melirik ke arah Alea kembali dan memaksa senyumku keluar ke arahnya.

"Ibu-mu baik-baik saja Lea, namun harus dirawat beberapa hari disini untuk memulihkan kondisinya. Mungkin, sebentar lagi ia sadarkan diri" jawabku

"Boleh liat ibu?"

"Tentu"

Tanpa menunggu jawabanku Alea berlari menuju kamar UGD dan meninggalkan aku dan Naya dengan penuh kecanggungan.

Aku semakin tercekat melihat Naya berusaha berjalan melewatiku menuju kamar UGD. Aku buru-buru mencegat pergelangan tangannya. Aku tahu ini pasti mengejutkannya, tapi aku benar-benar ingin sekali berbicara dengannya.

"Naya, tunggu."

Dia menoleh. Melepas cengkaraman tanganku di pergelangan tangannya. Tapi dia tidak berbicara sama sekali. Tetap memunggungiku.

"Kanaya Andreano. Aku ingin bicara, sebentar saja." Panggilku dengan nada menggetar.

Dia berbalik.

Four Roses For You [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang